15 Desember 2012

Boyfriend FanFiction | The Next Love? - Part 5



Boyfriend FanFiction | The Next Love? - Part 5
Main Cast            : Song Eun Soo
                              No Minwoo
Support Cast       : Kim Hyoyeon
                             Jo Kwangmin
                             Jo Youngmin
Genre                 : Romance
Rate                   : T
Length               : Chaptered

Warning : Typo(s) *always like*. Italic + Bold = Flasback.

Chapter 5 : Just Looking at You...

Entah kenapa jantungnya berdegub begitu kencang. Hari itu, hari yang selalu dinantikannya selama bertahun-tahun. Wajah serta senyum yang sangat ia rindukan. Sosok itu, ya, akhirnya sosok itu bisa ia sentuh lagi.

------
Ia pun menarik panjang nafasnya berkali-kali. Melangkah dengan pasti mendekati sebuah rumah yang mungkin akan terasa sedikit asing baginya.

Ia pun menatap arlojinya, mencoba membuat skenario waktu kedatangan yang tepat.

Tepat pukul 11 siang, saat dimana tak ada siapa-siapa di rumah itu, kecuali seorang yeoja yang kini berusia 21 tahun.

Deg deg.. deg deg..


Degup jantungnya terasa semakin kencang ketika jarinya menyentuh tombol bel rumah.

“Siapa disana...?” Ucap seseorang dari dalam sana.
“Ini aku... Jo Youngmin...” Sahutnya.
“Kau rupanya, silahkan masuk...” Ucap seseorang dari dalam sana yang terdengar ceria.

Ia pun melangkahkan kakinya dan membuka pintu pagar.

“Ah, hampir saja...” Keluh seorang namja dari balik sisi tembok rumah Eun Soo. Ia terus menatap punggung namja yang masuk ke dalamnya.

Saat itu, di waktu yang nyaris bersamaan, seorang namja yang misterius dan Youngmin, tiba di waktu bersamaan. Dengan cepatnya ia menghindar, setelah ia mengetahui kedatangan namja yang bernama Youngmin.
.
.
Kwangmin tenggelam dalam alunan musik yang berdentum di telinganya. Kepalanya terangguk mengikuti alunan irama musik. Duduk dan bersandar pada bingkai jendela, dengan selembar foto di tangannya.

“Ini sangat mustahil...” Ucap Kwangmin setelah menatap foto yang dipegangnya.

Menggigit bibir bawahnya dan menatap ragu foto itu lagi.

“Kau...” Ia terlihat sangat stres. Diletakkan begitu saja foto yang ia pegang tadi tepat di depan jemari kakinya.

‘Tak ada satupun darimu yang masuk dalam daftar yeoja kriteriaku, tapi kenapa kau...” Lagi-lagi Kwangmin menggantungkan kalimatnya.

Ingin rasanya menyalahkan yeoja itu. Yeoja itu memang terlihat biasa-biasanya saja. Tak ada yang mencolok darinya. Tapi justru karena kesederhanaanya, yeoja itu mampu membuat Kwangmin terus memikirkannya.

Kwangmin tertawa sendiri saat melihat foto itu, “Kurasa, aku sudah gila...”. Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya sambil terus tertawa.

“Gelap...” Ucap Kwangmin sambil menatapi langit yang mulai mendung. Ia terus menatapi langit mendung itu.

Butiran air jatuh tepat di wajah Kwangmin. Ia pun menyentuh pipinya.

“Hujan... akan turun hujan...” Ucapnya sambil terus memandangi langit yang semakin gelap.

“Hyung...” Ia teringat dengan saudara kembarannya yang mungkin masih berada di luar sana.

Hujan turun dengan lebatnya secara tiba-tiba. Kwangmin berlari keluar dari kamarnya dan menuju ruang tv yang terletak di lantai dasar.

“Kenapa tergesa-gesa seperti itu? Ada apa?” Ucap Youngmin heran.
“Kau... kau sudah kembali...” Ucap Kwangmin.
“Iya, aku memang sudah kembali. Ada apa?” Youngmin terlihat makin heran.
“A.. hhm, gwaechana. Ne, gwaechana...” Ucapnya sambil tersenyum simpul.

Youngmin semakin heran dekat sikap dongsaeng 6 menitnya itu. Tidak biasa-biasanya Kwangmin bersikap seperti itu, seperti mengkhawatirkan keadaannya. Sekalipun dongsaengnya sudah terduduk santai di sebelahnya, ia masih menatapnya heran.

“Ya, waeyo? Kenapa menatapku seperti itu?” Keluh Kwangmin yang mulai merasa risih.
“Memangnya kenapa?” Youngmin berbalik bertanya.
“Iissh...” Desis Kwangmin, yang langsung disambut kekehan Youngmin.
“Aku itu memang jauh lebih tampan darimu, hyung. Kau baru menyadari itu, eum?” Ucap Kwangmin dengan penuh percaya diri.

Tuuk...

Sebuah jitakan mendarat mulus di kepala Kwangmin. Ia pun meringis kesakitan dan menatap hyungnya tajam.

“Sepertinya kau terlalu banyak mengkonsumsi obatmu itu, Kwang...” Ucap Youngmin datar sambil menatap layar ponselnya.
“Iissh, menyebalkan.” Cibir Kwangmin yang kemudian merebut remote dan mengganti saluran televisi secara acak.

Tingkah Kwangmin yang terlihat kekanak-kanakan itu mampu membuat hyungnya tersenyum senang.

“Akui saja kalau kau mengkhawatirkanku, Kwang... Dugaanku itu sudah pasti benar, ’kan? Buktinya saat hujan turun lebat dengan cepatnya, kau langsung berlari ke bawah, hanya untuk melihatku sudah kembali atau belum. Bahkan kau membahayakan dirimu sendiri. Kau tahu, kau bisa terjatuh kalau berlarian di tangga...”  Gerutu Youngmin dalam hati sambil menatap dongsaengnya yang sudah asik dengan salah satu acara yang disiarkan oleh stasiun televisi lokal.
.
.
“Kau...” Eun Soo terpekik melihat sosok namja dihadapannya.
“Annyeong... bolehkah aku...” Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, namja itu jatuh tersungkur dihadapan Eun Soo tiba-tiba.

Refleks, Eun Soo pun terduduk, mencoba melihat keadaan namja itu.

“Omo... kenapa tubuhnya sedingin ini...” Ucap Eun Soo setelah ia memegang lengan namja itu.

Dengan susah payah, ia mencoba memindahkan tubuh namja itu sendirian. Karena tak mampu mengangkatnya, ia pun memutuskan untuk menggeret tubuh itu ke ruang tengah dan segera mencari bantuan.

“Bagaimana, apa dia baik-baik saja?” Tanya Eun Soo khawatir setelah melihat uisa keluar dari dalam kamarnya.
“Dia tidak apa-apa. Hanya kedinginan saja. Jika sudah siuman, berikan secangkir teh hangat untuknya.” Jelas uisa.

Eun Soo pun mengantar uisa hingga pintu depan dan bergegas ke dapur untuk membuatkan teh sesuai saran dari uisa.

“Kau sudah sadar rupanya...” ucap Eun Soo sambil tersenyum ramah, mendapati namja yang tertidur di ranjangnya sudah terjaga.

Ia pun berjalan mendekatinya dan menyodorkan teh hangat buatannya.

“Ini akan membuatmu agak sedikit baikan, kurasa...” Eun Soo pun tersenyum lagi.

Namja itu menerima dan mulai meniup-niup teh yang terlihat sedikit mengepul lalu menyeruputnya pelan.

“Hangat...” Gerutu namja itu dalam hati.

“Merasa baikan?” Tanya Eun Soo ramah.
“Jauh lebih baik...” Namja itu tersenyum padanya. “Mian, sudah membuatmu terkejut tadi...” Ucapnya sambil sedikit menundukkan kepalanya.
“Gwaechana...” Ucap Eun Soo sambil meraih cangkir dari tangan namja itu dan meletakkannya pada meja kecil di samping ranjangnya.

“Apa kabarmu? Sudah lama tidak bertemu, ‘kan?” Lagi-lagi namja itu tersenyum padanya.
“Bukankah sangat lama?” Eun Soo tersenyum ceria. “Aku baik-baik saja, seperti yang kau lihat sekarang. Kenapa baru muncul? Kemana saja?” Pertanyaan itu sontak merubah raut wajah namja dihadapannya seketika. Eun Soo mengernyitkan dahinya.

“Aku selalu disampingmu, Song Eun Soo. Apa kau tak menyadarinya?” Gerutu namja itu dalam hati. Terpancar sedikit rasa kecewa diwajahnya.

“Waeyo...?” Tanya Eun Soo penasaran.
“A..ani. Gwaechanayo. Tiba-tiba, saat itu, aku harus kembali ke Paris, ada sedikit masalah dengan nilai kuliahku.” Kini wajah Eun Soo yang terlihat khawatir.

“Ta..tapi tenang saja. Semuanya sudah beres. Aku tak akan menghilang lagi.” Ucapnya sambil tersenyum manis.
“Benarkah itu?” Ucap Eun Soo memastikan yang disertai anggukan dari namja dihadapannya.

“Berjanjilah untuk tidak menghilang lagi, Han Dong Woo...” Gumam Eun Soo dalam hati sambil memamerkan sederetan gigi putihnya.

“Setidaknya, aku akan menepati janjiku untuk tetap disampingmu, walau hanya 21 hari...” Gumam Dong Woo sambil membalas senyuman Eun Soo.

“Baiklah, karena sudah agak larut, jadi kurasa...” Eun Soo agak sedikit memaksakan senyumnya. “akan jauh lebih baik, jika kau menginap disini, setidaknya untuk malam ini, eotte..?” Eun Soo nampak sedikit ragu dengan tawarannya, takut ditolak mentah-mentah oleh Dong Woo.

“Khawatir atau merindukanku?” Tanya Dong Woo cepat.

Mendengar pernyataan itu, sontak mata Eun Soo terbelalak kaget. Jantungnya berdegup sangat kencang. Tubuhnya seperti memproduksi cairan dingin. Ia tak mampu berkata apapun.

Dong Woo mendekatkan wajahnya. “Menawarkan atau mengharuskan?” Sebuah senyum menyeringai menghiasi wajah Dong Woo yang masih sedikit terlihat pucat.

Eun Soo sama sekali tak berkutik, masih sama seperti saat Dong Woo melontarkan pertanyaan pertamanya.

Dong Woo lebih mendekatkan wajahnya lagi, membuat Eun Soo semakin sulit untuk bernafas. Hidung mereka sling bersentuhan satu sama lain. Bola mata Eun Soo berkeliaran, mencoba menghindari tatapan tajam Dong Woo yang mematikan.

“Berikan aku jawaban serta penjelasan yang tepat untuk tetap tinggal disini, malam ini.” Dong Woo tersenyum lagi, kali ini senyum yang berbeda, senyum yang mampu membius para yeoja menjadi jatuh hati padanya.

Wajahnya berkeringat, tangannya gemetar, panik? Ia tak tahu apa yang harus dikatakannya. Alasan? Sama sekali tak terlintas dalam benaknya untuk menyiapkan sebuah alasan yang sangat tepat agar ia tetap tinggal, hanya untuk satu malam.

Eun Soo menggigit bibir bawahnya, mencoba menutupi rasa gelisah yang menderanya.

Dong Woo menarik wajahnya, mencoba memberikan sebuah ruang untuk Eun Soo bernafas. Ia paham betul kalau yeoja dihadapannya sekarang sedang gelisah karenanya. Lama mereka terdiam, hingga akhirnya Eun Soo angkat bicara.

“Aku...aku...” Lagi-lagi Eun Soo menggigit bibir bawahnya. Dong Woo menatapnya sambil tersenyum. Ia sangat suka sekali dengan wajah Eun Soo yang sekarang. Ditatapnya lekat wajah gelisah Eun Soo.

“Kyeopta...” Gumam Dong Woo dalam hati.

Eun Soo terlihat menarik nafas panjang. “Aku mengkhawatirkanmu, nanti jika tiba-tiba kau pingsan ditengah jalan dan tak ada satupun orang yang menolongmu, bagaimana? Walau kau sudah merasa agak baikan, tapi bukankah akan jauh lebih baik jika kau beristirahat dan menginap semalam saja dirumahku, sampai aku benar-benar yakin kalau kau memang sudah baikan. Tentu saja ini bukan hanya sekedar tawaran, hhm, tapi kurasa juga bukan sebuah keharusan. Tapi ini semua demi kebaikanmu juga, ‘kan? Hhm, memang terdengar agak memaksa, ehm, ani. Memang benar-benar memaksa, bukan sekedar memaksa. Ya, aku memaksamu untuk menginap dirumahku malam ini. Demi kesehatanmu, demi kebaikanmu dan juga....” Eun Soo menggantungkan kalimat panjang lebarnya yang terucap hanya dalam satu tarikan nafasnya. Ia pun terlihat menarik nafas panjang lagi dan terdiam.

“Kenapa tidak kau lanjutkan, kenapa jadi diam?” Ucap Dong Woo sambil menunjukkan sedikit sikap manisnya.
“Aku lelah...” Ucap Eun Soo manja sambil mengerucutkan bibirnya.

Dong Woo terkekeh mendengar pengakuannya. “Kau harus melatih hitungan tiap kata yang akan kau ucapkan. Kau tahu? Kau berbicara seperti kereta. Tidak ada jeda sama sekali. Tentu saja kau merasa lelah.” Ucap Dong Woo berkomentar. “Ayo, lanjutkan.. dan juga apa...?”

Eun Soo hanya bisa terdiam. Ia tak bisa berucap lagi. Lidahnya menjadi kaku. Apalagi, Dong Woo mulai mendekatkan wajahnya, lagi, sama seperti tadi.

“Apa...” Ucap Dong Woo lembut. Hembusan nafasnya terasa hangat di wajah Eun Soo. “Kenapa tidak dilanjutkan? Sesulit itukah? Atau... biar aku saja yang melanjutkannya?” Dong Woo tersenyum nakal.

Eun Soo tidak berkutik, tetap diam pada posisinya.

“Baiklah, biar aku yang melanjutkannya kalau begitu.” Dong Woo memundurkan sedikit wajahnya dan langsung menarik tubuh Eun Soo kedalam dekapannya. “Demi kesehatanku, demi kebaikanku dan juga.... demi dirimu yang sangat mengkhatirkanku. Benar begitu bukan?”
“Mwo?”

Dong Woo tersenyum. “Gomawoyo, sudah mengkhawatirkan keadaanku. Gomawoyo, sudah memberikan alasan yang sangat tepat untuk tetap tinggal disini walau hanya semalam, dan juga...” Dong Woo mempererat pelukannya. Terdengar desahan nafas panjang darinya. “gomawoyo... sudah merindukanku.” Dong Woo tersenyum dengan sangat manisnya.
“Mwo?” Eun Soo tak sanggup menutupi perasaannya yang tengah kacau balau.

“Kya, kenapa jadi seperti ini...” Batin Eun Soo. Mati-matian sudah ia mencoba menangani degup jantungnya yang mulai berdetak tak karuan, sia-sia pula usahanya itu. Kini wajahnya terasa memanas.

“Gugup?” Mata Eun Soo membulat lagi, Dong Woo pandai sekali mengejutkannya hari itu.

Dong Woo melepaskan pelukannya dan meraih dagu Eun Soo dan sedikit mengangkatnya agar sejajar dengan wajahnya.

“Lihatlah! Wajahmu tidak ada bedanya dengan kepiting rebus...” Goda Dong Woo sambil tertawa mengejek.
“Ya, Dong Woo!” Eun Soo menepuk bahu Dong Woo berkali-kali. Ia kesal karena Dong Woo menggodanya tadi.
“Ya, appo...” Ucap Dong Woo sambil terbatuk.

Refleks Eun Soo menghentikannya. “Kau kenapa?” Wajahnya berbalik panik sekarang.

Dong Woo tertawa kecil. “Gwaechanayo...” Ia pun mengacak lembut rambut Eun Soo.
“Ya, kau mengerjaiku lagi, hah?!” Eun Soo menggembungkan pipinya.
Dong Woo mencium kilat bibir Eun Soo. “Sedikit menggoda tidak apa-apa, ‘kan?” Dong Woo tersenyum jahil sekarang. “Aku suka melihatmu cemberut seperti ini...” Dong Woo menirukan wajah Eun Soo yang sedang cemberut lalu terkekeh. “kyeopta...” Dong Woo tersenyum manis lagi untuk yang kesekian kalinya.

Eun Soo pun luluh, dan membalas senyuman manis itu. Ia pun bergelayut manja pada dada bidang milik Dong Woo. Ia merasakan kalau Dong Woo sedang tersenyum sekarang karena sikap manjanya. Tanpa perlu berlama-lama, Dong Woo pun memeluk yeoja dihadapannya sambil mengelus lembut rambut hitam milik Eun Soo.

“Saat mengganti pakaianku, bagian mana dari tubuhku yang sudah kau sentuh tanpa seizinku? Kukira kau yeoja baik-baik? Tapi ternyata kau yadong juga.” Ucap Dong Woo santai.

Eun Soo mendorong tubuhnya, tak menerima pernyataan Dong Woo. Ia pun mendengus kesal. “Ya, siapa yang kau bilang yadong? Aku?” Ucapnya sambil menunjuk wajahnya sendiri. “Bukan aku yang mengganti pakaianmu.” Umpat Eun Soo.
“Kalau bukan kau, lalu siapa?” Tanya Dong Woo polos.
“Aku meminta tolong pada uisa untuk mengganti pakaianmu yang basah. Enak saja menuduhku yadong.”

Dong Woo terkekeh. Ia terlihat sangat puas sekali.

“Kau?” Ucap Eun Soo kesal. “Kau mengerjaiku lagi, ‘kan?” Tuduh Eun Soo. Dong Woo hanya tertawa dengan puasnya karena berhasil membuat Eun Soo mendengus kesal. “Ya.. kau?!” Eun Soo melempar bantal tepat ke wajah Dong Woo. Dong Woo hanya menepisnya. Kesal tak mengenai sasaran, Eun Soo mengulangi serangannya berkali-kali.

Terjadilah perang bantal malam itu. Dengan tanpa ampun, Eun Soo melancarkan serangannya bertubi-tubi pada Dong Woo. Dong Woo hanya tertawa dengan puas melihat kekesalan pada wajah Eun Soo. Dan tanpa menyesalinya sedikitpun, ia akan terus menggoda Eun Soo, mencoba memancing kekesalannya dan melihat wajah kyeoptanya dibalik raut wajah kesalnya.
.
.
Kedua tangan itu melingkar di pinggang Eun Soo. “Pagi...” Sapanya lembut dan tak lupa memberikan kecupan hangat di pipi Eun Soo.
“Eh, kau sudah bangun rupanya.” Sahut Eun Soo. Dong Woo pun melepaskan pelukannya. Eun Soo berbalik dan mencoba memeriksa keadaannya. Dong Woo hanya menutup kedua matanya saat Eun Soo menempelkan punggung tangannya tepat di keningnya. “Hhm, sepertinya kau sudah jauh lebih baik dari terakhir yang kulihat.” Ucap Eun Soo sambil membuat sebuah garis lengkung, seperti bulan sabit. Ia tersenyum ceria.

Kruucuuuk....

Eun Soo menganga mendengar suara itu. Dong Woo hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.

“Rupanya tamuku ini sudah lapar, ya?” Telunjuk Eun Soo menelusuri batang hidung Dong Woo dan seperti membuat titik pada ujungnya sambil tersenyum menggoda.

Dong Woo tersipu dibuatnya. Ia benar-benar malu.

“Memalukan...” Batin Dong Woo.

Eun Soo menarik tangannya lembut dan menyuruhnya untuk duduk di meja makan.

“Kurasa, setidaknya, ini bisa sedikit menghilangkan rasa jenuh, sambil menunggu sarapannya siap...” Eun Soo memberikannya koran pagi ini sambil tersenyum dan berlari kecil menuju dapur.

Dong Woo hanya tersenyum. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu.

“Andai saja kau tahu siapa aku sebenarnya, Eun Soo. Ini akan sangat mudah bagiku, walau hanya sekedar memanjakanmu...” Gerutu Dong Woo dalam hati.

“Bisakah kita menghabiskan akhir pekan ini bersama?” Tanya Dong Woo yang masih sibuk dengan sarapannya.
“Memangnya kau mau mengajakku kemana, eum?” Eun Soo menopang dagunya dengan kedua tangannya.
“Kemana saja. Yang penting bisa membuatmu senang.” Ucap Dong Woo yang menikmati suapan terakhirnya. “Ah, selesai. Wah, perutku sudah kenyang.” Ia mengelus-elus perutnya.

 Deg...

Eun Soo tercengang melihat tingkahnya. Ia mulai  merasakan sebuah kemiripin dari namja di hadapannya. Film itu terputar lagi, membuat Eun Soo sedikit sesak. Ia berusaha menutupinya, takut, Han Dong Woo jadi khawatir.

“Sambil menungguku berbenah, bagaimana kalau kau mandi dulu.” Usul Eun Soo.
“Baiklah, tapi... bagaimana dengan bajuku...” Keluh Dong Woo.
“A, itu. Kau pakai saja baju yang ada di dalam lemari coklat  di sebelah lemari putih di kamarku. Bajumu belum kering benar, jadi kau tidak bisa mengenakannya.” Ucap Eun Soo sedikit berteriak dari arah dapur.
“Arasso.” Dong Woo segera menuju kamar Eun Soo dan mencari lemari yang dimaksud olehnya.

Dong Woo membuka lemari itu.

Deg...

“Ini...” namja itu terpaku ketika melihat kemeja hitam yang biasa dia pakai dulu, terlipat rapi di lemari milik Eun Soo.
“Dia masih menyimpan baju-bajuku?” Dong Woo menatap heran semua baju yang terlipat rapi disana. Semua baju itu memang miliknya.

......
“Eun Soo-ya... apa kau sudah selesai?” Dong Woo berteriak untuk yang kesekian kalinya pada Eun Soo yang masih berbenah diri di kamar.
“Chamkanman, Dong Woo-ya...” Terdengar sahutan dari atas.
“Apa yang kau lakukan? Kenapa lama sekali?” Teriak Dong Woo mengeluh.
“Ne, chamkanman. Aku sedang mencari sepatu flat coklatku. Apa kau melihatnya di sudut ruang tamu? Aku tidak menemukannya di dalam kamarku...” Teriak Eun Soo. Terdengar langkah kaki yang berlari keluar dari kamar.

Dug dug dug...

Eun Soo menuruni tangga dengan terburu-buru.

“Yang ini maksudmu?” Dong Woo mengangkat sepatu yang dicari-cari oleh Eun Soo sejak tadi.
“Ne. Akhirnya ketemu...” Eun Soo berlari kecil menghampiri Dong Woo.
“Ini.” Dong Woo tersenyum manis padanya.
“Gomawoyo...” Eun Soo meraih sepatu itu dan memakainya. “Selesai. Aku siap. Kajja...” Ucapnya ceria.

“Sepetinya sudah lama sekali tidak pergi kencan berdua denganmu...” Gumam Dong Woo dalam hati.

“Kajja...” Eun Soo mengguncang-guncangkan bahu Dong Woo.
“Eh, mian. Aku malah melamun.” Dong Woo tersadar. “Yeppeuda...” Dong Woo membelai lembut pipi Eun Soo.

Eun Soo terdiam polos. Tak lama ia pun tersenyum. Matanya terlihat membentuk lengkung garis seperti bulan sabit. Sungguh sangat manis. Dong Woo menggerakkan sedikit kepalanya seperti mengajaknya untuk segera beranjak. Eun Soo paham betul maksud itu. Ia pun mengangguk pelan dan mengikuti langkah Dong Woo dari belakang.
.
.
Eun Soo terlihat meniup-niup pelan genggaman tangan di depan wajahnya. Ia terlihat sedikit itdak nyaman dengan temperatur suhu di ruang teater.

“Dingin, eum?” Dong Woo menatapnya lekat lalu meraih kedua tangan Eun Soo dan menggenggamnya erat. “Kenapa diam saja daritadi? Dingin sekali tanganmu.” Dong Woo meniup-niupkan udara ke genggamannya.
“Aku tidak mau mengganggumu. Kau terlihat serius sekali.” Gerutu Eun Soo manja sambil mengerucutkan bibirnya.

Dong Woo terkekeh kecil dan mencubit lembut pipi Eun Soo. “Kyeopta...” Dong Woo tersenyum dan menarik kepala Eun Soo untuk bersandar di bahunya.

“Nyamannya...” Gumam Eun Soo dalam hati sambil tersenyum penuh arti.

“Kenapa tidak seperti ini sejak tadi. Kalau begini, kau tidak akan merasa kedinginan, ‘kan?” Dong Woo sedikit memiringkan rendah kepalanya, mencoba melihat ekspresi Eun Soo. Eun Soo hanya tersenyum manis. Diusapnya pipi Eun Soo lembut dengan tangan kirinya. Eun Soo hanya mengusel manja, membuat Dong Woo semakin bersemangat memperlakukannya dengan manja.

“Setelah ini, kita kemana lagi?” Tanya Eun Soo disela-sela pertengahan film.

Dong Woo terlihat berpikir. “Entahlah...” Ia menggelengkan kepalanya pelan.

Eun Soo kembali menikmati tiap gerak tokoh pada layar dihadapannya.

“Dong Woo-ya...” Panggil Eun Soo manja. Ia pun menengadahkan wajahnya, menatapi Dong Woo.
“Hmm...” Gumam Dong Woo dan memalingkan matanya pada yeoja yang asyik bersandar di bahunya. Mata mereka saling bertemu.

“Dong Woo-ya... tahukah kau. Kau... kau mirip sekali dengannya...”  Gumam Eun Soo manja dalam hati. “Tuhan... apa ini memang dia... Wajahnya serta sikapnya mirip sekali...” Eun Soo mengerjapkan matanya berkali-kali. Seperti diantara di dua alam, dunia khayalnya dan dunia nyatanya.

Dong Woo mendekatkan wajahnya. “ Waeyo? Kenapa menatapku seperti itu? Mengingatkan pada seseorang, eum?” Ucapnya lembut.

Eun Soo mengangguk pelan. “Kau mirip sekali dengannya. Sangat mirip...” Eun Soo memincingkan matanya.
“Kau mencintainya?” Dong Woo berusaha mencari kebenaran dari tiap gerak bola mata Eun Soo.
“Ne. Sangat.” Eun Soo mempertegas tatapannya.

Mendengar kalimat itu, hati Dong Woo sangat senang. Bahkan, sampai sekarangpun, yeoja itu belum berpaling. Sekalipun ia tahu, sudah ada beberapa namja yang siap untuk merebut hati yeojanya, ia sungguh tak peduli. Yang jelas dia masih yang utama bagi yeojanhya.

“Anggaplah aku sebagai dirinya...” Ucap Dong Woo lirih sambil membelai lembut rambut Eun Soo.

Nafas Eun Soo memberat. Ingin rasanya tangan itu menyentuh pipinya, membelainya lembut dan mengungkapkan isi hatinya. Ia sudah tak kuasa membendung hasrat rindunya yang sangat menggebu.

Eun Soo menelan ludahnya dan menatap lekat wajah namja di hadapannya yang hanya berjarak satu centi. Dia pun menutup kedua matanya perlahan dan berharap saat matanya terbuka nanti, Dong Woo adalah namjanya. Namja yang sudah merebut ciuman pertamanya, dulu.

Ia pun merasakan sesuatu yang hangat dan lembut menempel di bibirnya. Ia pun membuka matanya perlahan. Jelas, sangat jelas. Setiap lekuk wajahnya diperhatikan dengan lekat. Jantungnya berdegub kencang seperti mau copot. Nafasnya kian memberat. Tubuhnya mulai mendingin secara perlahan. Lagi-lagi, dia menelan ludahnya sendiri.

Dong Woo tersenyum di balik kecupannya. Eun Soo meyakinkan dirinya untuk sedikit membuka mulutnya. Tanpa perlu basa-basi lagi, Dong Woo menekan bibirnya hingga melekat pada bibir Eun Soo. Eun Soo hanya bisa terdiam, ia merasa belum siap dengan kecupan itu tapi sepertinya Dong Woo tidak mempedulikannya. Bibirnya mulai asik mengulum lembut bibir atas dan bibir bawah Eun Soo bergantian.

Dong Woo menggenggam tangan Eun Soo, seperti meyakinkan kalau ia adalah namja baik-baik. Hasrat Eun Soo yang sedari ia tahan, akhirnya runtuh. Ia benar-benar tak sanggup untuk berdiam diri, menikmati kecupan lembut yang diberikan Dong Woo. Refleks, tangan kanannya menyentuh dan menekan erat leher belakang Dong Woo.

Eun Soo merasakan sebuah senyuman disela-sela kecupan mereka. Kepala Eun Soo bergerak ke kanan dan ke kiri, mengikuti irama kecupan yang di berikan Dong Woo. Namja itu pun memberikan kesempatan padanya untuk bergantian mengulum bibir atas dan bawahnya. Nafas Eun Soo semakin memburu. Ia seperti kehausan. Haus akan tiap kecupan di bibirnya. Di pun membuka mulutnya lebih lebar lagi, yang membuat Dong Woo semakin dalam menciuminya.

Cukup lama bibir mereka terpaut satu sama lain. Mereka tak memperdulikan lagi di mana mereka berada sekarang. Dong Woo semakin liar mencium bibir Eun Soo. Ia pun memasukkan lidahnya ke dalam mulut Eun Soo, yang langsung saja disambut oleh lidahnya. Dengan bebasnya kedua lidah itu menari-nari di dalam mulut mereka secara bergantian. Mereka saling menekan satu sama lain.

Eun Soo menarik tubuhnya sendiri. Mencoba mencari udara untuk bernafas. Dong Woo masih saja terus mengincar bibir manis Eun Soo.

“Dadaku sesak...” Ucap Eun Soo dengan nafas tak beraturan sambil memegangi dadanya.

Dong Woo menjauhkan wajahnya, memberikan ruang pada Eun Soo untuk menghirup udara segar. Ia pun tersenyum. Meraih tangan Eun Soo, dan menciumi punggung tangan Eun Soo dengan lembut.

Eun Soo mulai bisa mengatur nafasnya lagi dengan benar. Wajahnya terlihat datar.

“Menyesal?” Ucap Dong Woo menggoda.

Eun Soo mendekatkan wajahnya lalu tersenyum tipis. “Sama sekali tidak.” Bisiknya. “Mungkin kau bisa membohongi kedua mataku dengan penampilanmu. Tapi kau tak cukup hebat untuk membohongi perasaan sensitifku, No Minwoo....” Eun Soo tersenyum puas setelah mengucapkan kalimat itu. Kalimat yang ingin sekali ia katakan sejak pagi tadi, saat sarapan.

“Mwo?” Dong Woo membelalakkan matanya. Ia tak percaya kalau yeojanya masih mengenali jati dirinya sekalipun ia sudah sedikit merubah penampilannya. “Kau... kau masih mengenaliku?” Ucap Dong Woo tak percaya.

Eun Soo tersenyum manis padanya. “Tentu saja, No Minwoo...” Ia menatap lekat wajah namjanya. “Setelah ini, kau harus memberikanku penjelasan yang sejelas-jelasnya. Arasso?” Eun Soo mencium kilat bibir Dong Woo yang sejatinya adalah No Minwoo.

Minwoo hanya mengangguk pelan dan merebahkan kepala yeojanya di bahunya. Menggenggamnya erat, seolah tak mau kekasihnya beranjak dari pelukannya.

Menghabiskan akhir pekan bersama, bukanlah ide yang buruk. Ini adalah akhir pekan yang sangat membahagiakan bagi Eun Soo. Sosok Minwoo yang selama ini telah tiada, kini dengan sendirinya muncul dihadapannya. Mungkin ini terdengar sangat tidak masuk akal bagi siapapun yang mendengar dan melihatnya. Tapi dibalik itu semua, pasti akan ada sebuah penjelasan yang tepat untuk hal aneh seperti ini..
.
.
“...pasti sangat tidak masuk akal.” Ucap Minwoo setelah menjelaskan semua permasalahan yang ia hadapai saat ini.
“Jujur, ini diluar daya nalarku. Aku tak bisa menerimanya. Ini... ini benar-benar diluar ekspektasiku. Tapi...” Eun Soo menggantungkan kalimatnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Ia mneghela nafas panjang. “Apa bisa dikatakan seperti sebuah reinkarnasi?” Tanya Eun Soo polos.
“Ini tidak seperti itu. Ahh, entahlah, aku sulit menjelaskannya. Aku diberi amnesti, dan aku di berikan sebuah hadiah yang jauh dari apa yang kubayangkan. Aku diizinkan untuk menampakkan diriku di hadapanmu. Ya, selayaknya manusia seutuhnya. Walau sebenarnya, aku terpisah dari ragaku sendiri.” Jelas Minwoo sambil berjalan mondar-mandir di hadapan Eun Soo.

Eun Soo terlihat masih belum mengerti dengan penjelasan rumit Minwoo. Tapi walau begitu, ia sama sekali tak terlalu memusingkan penjelasan itu. Yang penting baginya, kini, Minwoo, sudah ada di hadapannya, walau ia sadar, sewaktu-waktu Minwoo bisa pergi begitu saja dari sisinya, lagi.

Melewati hari-hari bersama Minwoo, bisa dikatakan seperti sebuah keajaiban. Eun Soo menjalani kehidupannya seperti biasa. Pergi ke universitas, belajar, berbaur dengan teman-temannya, bekerja paruh waktu, tidak ada sedikitpun yang berbeda darinya. Hanya satu yang berbeda, ya, kini Minwoo menemani hari-harinya. Mengikutinya kemanapun ia melangkah, walau terkadang harus menyembunyikan diri dari beberapa orang yang mengenalinya. Ia paham betul, ini akan sulit diterima oleh mereka jika mengetahui yang sebenarnya terjadi pada dirinya.
.
.
Sebuah kecupan hangat mendarat mulus di wajah Minwoo pagi itu.


“Kebetulan sekali kau sudah bangun. Bagaimana tidurmu, nyenyak?” Minwoo menghentikan kegiatannya membuat sarapan dan berbalik menatap Eun Soo.

Eun Soo mengangguk dan tersenyum manis. Dipeluknya namja dihadapannya. “Bukankah, kalau akhir pekan, jam segini kau masih terlelap. Kenapa sekarang berbeda?” Tanya Eun Soo heran.
“Sesekali bangun lebih awal darimu tidak apa-apa, ‘kan?”Ucap Minwoo sambil mempererat pelukannya. “Ini seperti mimpi. Iya, ‘kan?” Ucapnya lagi yang langsung disambut oleh anggukkan Eun Soo.

“Chagia, kau membuat sarapan apa untukku pagi ini?” Tanya Eun Soo sesaat setelah mereka melepaskan pelukannya.
“Hanya ini...” Minwoo menunjukkan semangkuk cream soup hasil ciptaannya.
“Cream soup?” Ucap Eun So mempertegas, Minwoo hanya tersenyum kecil.

Mereka pun berjalan menuju ruang makan.

“Enak tidak?” Tanya Minwoo ragu.
“Hhm, lumayan.” Komentar Eun Soo singkat.
“Singkat, padat dan sangat jelas.” Ucap Minwoo datar. Eun Soo terkekeh mendengarnya.

“Hah, sepertinya tubuhku terasa lengket. Aku mau mandi.” Ucap Eun Soo sambil beranjak dari meja makan.
“Ya, sudah. Mandi sana. Oiya, aku sudah menyiapkan pakaian untuk kau kenakan. Pakai saja. Aku menggantungkannya di kamar mandi.” Ucap Minwoo yang mulai sibuk merapikan meja makan.
“Ne, arasso. Gomawo...” Eun Soo berlari kecil menuju kamar Minwoo.

Semalam Eun Soo memang menginap di apartemen Minwoo. Itu terjadi karena ia terlalu asik mengerjakan tugas kuliahnya bersama Minwoo hingga larut. Jadi terpaksa ia menginap di apartemen milik Minwoo.

“Merasa segar?” Tanya Minwoo yang sudah berdiri di balkon apartemen miliknya.
“Sepertinya, aku terlihat seperti boneka sawah...” Komentar Eun Soo setelah mengenakan kemeja putih milik Minwoo yang memang kebesaran untukknya.
“Bukankah jauh lebih baik mengenakan kemeja itu daripada tidak berpakaian?” Ucap Minwoo menggoda.
“Ya, Minwoo-ya....” Eun Soo berlari menghampirinya dan memukuli bahu Minwoo berkali-kali. Minwoo hanya terkekeh geli, menikmati sikap kekanak-kanakan Eun Soo.
“Ya, appo... Hentikan!” Protes Minwoo. Eun Soo menghentikan pukulannya.

“Wah bagus sekali...” Ia baru menyadari pemandangan di sekitarnya.
“Kau menyukainya?” Selidik Minwoo.
“Benar-benar terlihat bagus. Kenapa tidak pernah mengajakku kesini sebelumnya. Kenapa baru sekarang?” Protes Eun Soo layaknya protes seorang anak kecil.
“Kejutan yang tertunda...” Ucap Minwoo sambil memeluk Eun Soo dari belakang. “Kau tahu tidak, jika musim dingin, disebelah sana, terlihat seperti gunung salju. Dan saat musim semi, disana terihat seperti... seperti apa ya?” Minwoo mencoba menjelaskan situasi dari pemandangan balkonnya.
“Seperti apa?” Potong Eun Soo.
“Aku bingung menjelaskannya.” Minwoo tertawa kecil.
“Aku suka tempat ini.” Eun Soo menatap penuh kekaguman akan pemandangan di depan matanya.
“Kalau begitu, kau harus setiap hari menginap disini.”
“Mwo?” Ucap Eun Soo kaget.
“Tadi kau sendiri yang bilang, kalau kau menyukai tempat ini. Jadi, sebaiknya tinggallah disini bersamaku setiap harinya. Eotte?” Eun Soo sama sekali tak menduga kalau Minwoo akan berkata seperti itu padanya.

Lama Eun Soo mencerna pernyataan itu. Ia merasa tidak yakin untuk tinggal satu atap dengan Minwoo, yang statusnya hanya namjachingunya, bukan saudara ataupun suaminya. Ia pun termenung. Hatinya berlawanan, satu sisi menginginkan untuk tinggal bersama Minwoo tapi sisi lain menolaknya karena alasan status hubungan mereka yang akan memancing kabar yang tak sedap jika tinggal satu atap dengan Minwoo.

Hari mulai gelap, tapi Eun Soo masih duduk terpaku di balkon apartemen. Menyadari Eun Soo tak ada di ruang tv, Minwoo pun berkeliling mencarinya.

“Masih disini rupanya.” Minwoo menghela nafas lega setelah menemukan yeojanya.

Eun Soo menoleh dan menatapnya dengan tatapan polos. “Wae?”

Minwoo menghampirinya dan tersenyum. “Ini sudah malam. Sampai kapan kau akan duduk disini, eum?”
“Sudah malam?” Merasa tidak yakin dengan perkataan Minwoo, Eun Soo menatap sekelilingnya dan tersenyum  kecil. “Iya, sudah malam.” Eun Soo mengaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal.
“Kajja, lama-lama duduk disini bisa demam nanti.” Minwoo menarik lembut tangan Eun Soo.

Waktu menunjukkan tepat pukul 7 malam. Suasana di apartemen terasa semakin sepi. Mungkin karena akhir pekan. Jadi, banyak dari para penghuni apartemen yang lebih memilih untuk menghabiskan weekdays mereka diluar apartemen dibanding untuk tetap tinggal.

Minwoo menatap kalender di ruang tv dengan serius, sampai tak menyadari kehadiran Eun Soo disana.

“7 hari lagi...” Gumam Minwoo.

Eun Soo menatap aneh sikap Minwoo yang terdiam terpaku di depan kalender.

“Apa dia sedang menghitung sisa waktunya bersamaku?” Kini Eun Soo terlihat gelisah. Ia tidak ingin cepat-cepat berakhir. Ia masih ingin berlama-lama disamping Minwoo.

Eun Soo menghampirinya. Tapi sama sekali tak ada reaksi dari Minwoo. Eun Soo pun terbatuk kecil. Sontak Minwoo membalikkan tubuhnya dan terlihat agak sedikit gugup, melihat Eun Soo sudah berdiri di belakangnya sejak tadi.

“Apa akan segera berakhir?” Tanya Eun Soo sambil menunjukkan senyum yang dipaksakan.
“Ne.” Jawab Minwoo singkat.
“Berapa lama lagi?” Eun Soo berjalan menuju sofa. Dan terduduk disana.
“1 minggu.” Tak ada ekspresi dari wajah Minwoo.

Eun Soo menghela nafas panjang, mencoba menahan kesedihannya.

“Kalau begitu, kita harus lebih sering bersama. Sisa waktumu hanya tinggal 7 hari, ‘kan? Kalau perlu selama 24 jam kita harus terus bersama.” Ucap Eun Soo berpura-pura senang.
“Jangan membohongiku. Dasar pabo.” Minwoo menghampirinya dan duduk disampingnya.
“Bohong? Apa maksudmu?” Ucap Eun Soo kesal.
“Kau tak akan pernah berhasil membohongiku.” Ucap Minwoo sedikit ketus.

Eun Soo terdiam. Melihat ekpresi Eun Soo yang tidak karuan, Minwoo pun terdiam. Mencari akal untuk mencoba menghibur yeojanya yang sebenarnya rapuh. Dan semuanya pun berakhir sunyi hingga tepat pukul 10 malam.
.
.
“Minwoo-ya...” Tak ada satu pun jawaban dari teriakannya itu.

“Iissh, kemana dia...” Eun Soo sudah mencarinya hingga ke seluruh ruangan dan hasilnya nihil.

Eun Soo meraih ponselnya dan mencoba unutk menghubunginya, lagi. Tapi percuma saja, ponsel itu tidak aktif sejak pagi tadi.

“Ya, kemana dia. Kenapa tidak pamit padaku. Membuatku cemas saja.” Eun Soo menggigit bibir bawahnya. Matanya tak henti-hentinya menatap tiap namja yang melewati gedung apartemen dari balkonnnya.

Berjam-jam memperhatikan tiap namja yang lewat, sangat membuatnya lelah. Ia pun memutuskan untuk menunggu kedatangan Minwoo di ruang tengah. Berjam-jam pula ia habisnya hanya terduduk diam sambil membolak-balikan halaman majalah secara acak hingga bosan, dan lagi-lagi Minwoo belum datang.

Kesal, bosan dan lelah menunggu, semuanya tercampur menjadi satu. Bosan menggerutu, menunggu Minwoo yang tak kunjung datang, dan akhirnya, Eun Soo pun terlelap.
.
.
Namja itu tersenyum kecil memandangi dress pilihannya. Ia berniat untuk menghadiahkan dress itu untuk yeoja yang amat dicintainya.

“Pasti dia menyukai pilihanku...” Gumam namja itu sambil terus memandangi bag paper yang dipegangnya.

Ia pun melangkah dengan penuh kebahagiaan, meninggalkan salah satu mall terbesar di Korea.

“Sudah waktunya....” Ucapnya setelah celingak-celinguk melihat keadaan sekitarnya, dan pufh... menghilang.
.
.
Sentuhan lembut yang terarah pada pipi Eun Soo dari tangan Minwoo, membuatnya terbangun dan membuka matanya secara perlahan.

“Kau kemana saja?” Ucap Eun Soo sambil menggenggam tangan namja dihadapannya.

Minwoo hanya tersenyum, tersenyum hangat. Salah satu tangan lainnya meraih paper bag yang tak jauh darinya dan mengacungkannya tinggi.

“Ini, untukmu...” Ucap Minwoo, masih sambil menatapnya dengan penuh kehangatan.
“Untukku? Apa ini?” Ucap Eun Soo sambil mengerjapkan matanya berkali-kali.
“Buka, lihat dan cobalah. Aku yakin, kau pasti akan menyukainya.” Ucap Minwoo sambil dengan manisnya.

Eun Soo pun membuka, melihat dan mencobanya.

“Yepeudda...” Ucap Minwoo setengah berbisik sesaat setelah Eun Soo keluar dari kamar mandi.
“Jinjjayo?” Ucap Eun Soo polos.
“Ne...” Ucap Minwoo mantap sambil menganggukan kepalanya.
.
.
“Apa aku tak salah dengar?” Seketika Youngmin menghentikan langkahnya saat melintasi kamar dongsaengnya, Kwangmin.

Sayup-sayup terdengar Kwangmin tengah memanggil-manggil nama seseorang yang sudah tak asing lagi baginya.

“Ada apa dengannya?” Perlahan Youngmin melangkah mendekati pintu kamar Kwangmin.

Kreek...

“Song Eun Soo....”
------


**
~*TO BE CONTINUE*~

0 comments:

Posting Komentar