07 Januari 2013

Super Junior FanFiction | Fallin’ with Mokpo Boy’s




Super Junior FanFiction | Fallin’ with Mokpo Boy’s
Main Cast           : Park Hye Kyung
                              Lee Donghae
Genre                  : Romance
Rate                     : T
Length                 : Oneshot


Warning : Typo(s) always be like it ^^ . Happy reading but don’t be silent ok ^^


Ddrrttt ddrrtt....

Seorang yeoja membuka matanya secara perlahan. Menghirup udara sebanyak yang bisa ia tampung dan menyentakkannya dalam satu kali hembusan.

“Ya! Siapa yang sudah mengganggu liburanku, eoh!!!” Gerutu yeoja itu kesal.

Ddrrttt ddrrtt....

Lagi-lagi ponselnya bergetar. Dengan malas yeoja itu teringsut dari tempat tidurnya, meraih ponsel dan menatap layar ponselnya singkat. Bahkan sangat singkat lalu melemparnya asal ke tempat tidur miliknya.

“Mengganggu saja!!” Dengan malas ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk mendapatkan sebuah penyegaran pada tubuhnya.



Dilain tempat...

“Ya! Dasar yeoja pemalas! Jam segini belum juga bangun, eoh!” Gerutu seorang namja kesal.

Ditelponnya lagi yeoja itu. Nihil. Tak ada jawaban sama sekali dari yeoja itu.

“Ya! Kenapa aku bisa segila ini pada yeoja pemalas seperti dia!!!” Gerutu namja itu lagi sambil membuang ponselnya yang entah dia lemparkan kemana.

Kesal dengan yeoja yang tak kunjung mengangkat telpon darinya, ia pun melangkahkan kakinya menuju meja kerja kecil yang berada di sudut kamar. Tenggelam mengetikkan sesuatu dari keyboard notebook dihadapannya.

~Hye Kyung POV~
“Aah, segarnya....” Ucapku sambil membentangkan kedua tanganku.

“Ponselku...”

Ya, aku baru sadar sekarang. Mungkin lebih tepatnya jiwaku secara utuh sudah menyatu dengan ragaku. Dengan cepat aku meraih ponsel yang kulemparkan ke atas ranjangku.

“Benar dugaanku. Panggilan tak terjawab berkali-kali. Ah, setelah ini kupastikan dia akan meracau lagi.” Gerutuku kesal.

Ah, biarkan saja. Nanti dia juga pasti akan menghubungiku lagi.

Kalian tahu siapa yang kumaksud? Ya, baiklah akan kuberitahu. Dia adalah Lee Donghae. Entahlah kenapa sampai sejauh ini aku semakin dekat dengannya.

Aku mengenalnya lewat sahabatku. Kebetulan namjachingu sahabatku itu adalah teman dekatnya. Jadilah aku diperkenalkan kepadanya. Ah, ani. Tapi Lee Donghae-lah yang meminta dikenalkan padaku. Itu pun aku tahu dari sahabatku. Hehehehehe....

Singkat cerita, kurang lebih dekat selama 2 tahun dengan namja yang satu ini, entah kenapa selama 2 bulan terakhir ini dia agak sering menjengkelkanku. Entahlah, atau aku yang terlalu cuek padanya. Tapi.... ya, sudahlah. Itu tidak penting. Yang perlu kalian tahu adalah kalau aku sebenarnya mulai menyukai namja yang bernama Lee Donghae ini. Uupss, ya! Dasar yeoja pabo. Kenapa aku tidak bisa membungkam sedikit mulutku untuk hal se-sensitif ini. Ah, pabo.... neomu pabo. Ah, sudah. Lupakan. Anggap aku tak pernah memberitahukannya pada kalian. Arasseo..!!!!

Sudah pukul 5 sore dan dia tidak menghubungiku lagi? Ya! Apa-apaan ini!

Kesal? Tentu saja! Seenaknya saja dia.

Ddrrttt ddrrtt....

From : Mokpo Boy’s
Mianhae, aku tidak bisa datang. Aku ada keperluan mendadak.
~Hye Kyung POV end~

“Ya! Kenapa baru bilang sekarang saat aku sudah menunggunya selama 2 jam di cafe! Dasar pria mokpo menyebalkan.” Umpat Hye Kyung kesal.

Beruntung dia berada di salah satu ruangan yang sudah dipesan oleh Lee Donghae, sebuah meeting roon yang tidak terlalu besar memang. Jadi dia tidak perlu merasa khawatir dengan tatapan mata tajam dari para pengunjung cafe yang sudah dipastikan akan terganggu dengan suaranya yang menggelegar.

Dengan ganas, Hye Kyung menyantap makanan dihadapannya, yang sebelumnya memang sudah dipesan Lee Donghae tanpa ampun.

“Dasar Lee Donghae menyebalkan!” Racau Hye Kyung dengan mulut penuh makanan.

Wajahnya terlihat menyeramkan. Seperti seekor binatang yang tak akan melepaskan hasil buruannnya. Menyantapnya dengan ganas dan tanpa tersissa. Mungkin lebih tepatnya, jika kau berada di dekat yeoja ini, kau akan disantap mentah-mentah olehnya. Ya, seperti itulah gambaran suasana hati seorang Park Hye Kyung sekarang. Sangat menyeramkan!

Dari kejauhan seorang namja memperhatikan Hye Kyung dengan tatapan ketakutan. Menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. Keringat dingin mulai mengucur dari dahinya.

“Menyeramkan sekali yeoja itu!” Ucapnya sambil bergidik ngeri. “Habislah aku kalau ada disampingnya.” Glek... Lagi-lagi namja itu menelan ludahnya sendiri.

“Mianhae... salahmu sendiri yang sudah mengacuhkanku pagi tadi.” Gerutu Donghae lalu berlalu dari cafe setelah sebelumnya membayar semua tagihan yang sudah dipesannya pada pelayan cafe untuk melayani Hye Kyung.

~Donghae POV~
Aku melangkahkan kakiku keluar dari cafe yang tiba-tiba menyeramkan bagiku. Kucoba untuk menunjukkan senyum terbaikku, sia-sia saja. Tak berhasil. Bahkan aku mulai merasakan bulu kudukku merinding.  Apa ada sesuatu di balakangku.

Aku menoleh ke arah belakang. “Tidak ada apa-apa.” Ucapku sambil memegangi tengkukku yang masih merinding. “Mungkin efek di cafe tadi masih berlanjut.” Gumamku santai.

Aku kembali melangkahkan kakiku santai sambil sesekali bersenandung kecil.

Kini tibalah aku di pinggir sungai Han. Tempat pertama kali aku bertemu yeoja menyeramkan tadi, Park Hye Kyung.

Saat itu, secara tidak sengaja lensa kameraku menangkap sesosok yeoja yang telihat sangat lembut dan lucu. Dia tertawa dengan lepasnya. Berkali-kali aku melihat senyumnya yang menurutku sangat manis. Entahlah, sejak hari itu, otakku tak pernah berhenti untuk memikirkannya. Aneh, padahal aku tidak menyuruhnya untuk memutar kejadian di sungai Han waktu itu.

Sampai akhirnya, untuk yang kedua kalinya aku bertemu lagi dengannya secara tidak sengaja. Aku melihatnya sedang bersama dengan yeojachingu teman dekatku, Kim Heechul. Kalian tahu, kukira dia seorang namja yang sangat baik hati, karena tak tampak sekali dari wajahnya kalau dia seorang namja yang usil. Aku sampai harus memohon-mohon bahkan sampai harus mencium telapak kakinya hanya untuk memintanya mengenalkanku pada sahabat yeojachingunya.

Semuanya terpaksa kulakukan agar aku bisa dekat dengan yeoja itu. Dan singkat cerita, dia mengabulkan permohonanku.

Disini, ya tepat di tempat dimana aku berdiri, aku berencana untuk menyatakan cintaku padanya. Tapi gagal sudah rencanaku. Kalian tahu kenapa? Karena tadi pagi dia sudah menghancurkan mood-ku yang menurutku sudah sangat bagus sekali.

Aku makin merasa kesal jika mengingat kejadian pagi tadi.

“Kenapa akhir-akhir ini kau menjadi sangat cuek padaku, Hye Kyung?”.
~Donghae POV end~

“Kenapa akhir-akhir ini kau menjadi sangat cuek padaku, Hye Kyung?”.

Namja itu melemparkan kerikil ke arah sungai hingga timbul suara decakan dari batu yang dilemparkannya. Namja itu mengulanginya beberapa kali. Membuat seolah-olah batu itu adalah rasa kesalnya saat ini. Melemparnya jauh-jauh hingga perasaannya mulai membaik.


Dikediaman Park Hye Kyung....

Braakk...

Seorang yeoja membanting pintunya keras, meluapkan segala amarah yang kian memuncak sejak kejadian di cafe tadi.

Masih merasa belum puas, ia pun kembali meraih ponselnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

Braaak....

Tamatlah sudah riwayat ponsel touch putihnya. Benda yang tidak berdosa itu menjadi korban terakhir dari kemarahan Hye Kyung yang sudah tak terkendali.

Hye Kyung berjalan menuju ranjang dan membanting tubuhnya diatas sana. Mencoba mengatur nafasnya yang masih terasa memburu menahan marah. Perlahan tapi pasti, nafas itu kembali normal setelah beberapa butiran bening terjatuh dari sudut matanya.

Dengan langkah gontai dan penuh penyesalan, Hye Kyung menghampiri lokasi tewasnya ponsel touch putih Apple-nya.

Buliran air matanya mengalir lagi, kini cukup deras.

“Paboya!!!” Suara Hye Kyung terdengar serak. “Neomu paboya, Park Hye Kyung.” Dia memukul kepalanya sendiri dengan tangannya. Neomu neomu neomu paboya...” Lagi-lagi dia merutuki dirinya sendiri.

Penyesalan memang selalu datang diakhir, bukan?

Semenjak kejadian itu, nomor Hye Kyung menjadi sulit untuk dihubungi. Donghae mencari tahu kabarnya lewat sahabat dekat yeoja itu, tapi nihil. Sahabatnya itu juga mengalami kesulitan yang sama dengannya.

Dengan sedikit frustasi, Donghae menyandarkan bahunya pada sebuah pohon rindang di sebuah taman yang tak jauh dari rumah Hye Kyung.

“Ya! Hye Kyung, sebenarnya kau kemana? Sulit sekali menghubungi ponselmu. E-mailku pun tidak pernah kau balas. Datang kerumahmu pun juga tidak ada hasilnya. Kau itu kemana, eoh?” gerutu namja itu kesal.

Hye Kyung yang sebenarnya terus memantau Donghae tanpa sepengetahuan namja itu hanya menatapnya miris.

“Mianhae....” Isaknya. “Waktuku tak banyak, aku harus pergi sekarang. Tunggulah aku, my mokpo boy’s....” Punggung itu semakin samar dan menjauh dari taman.


6  months, 21 days later....


Dear My Mokpo Boy’s....

Saat kau membaca surat ini, aku sudah sampai di Tokyo. Ah, ani bukan sampai, maksudku aku sudah berada di Tokyo kurang lebih 6 bulan hehehehe....

Mian, tidak memberitahumu lebih awal. Kuakui ini memang salahku. Awalnya aku ingin memberitahukan padamu kalau aku ditawari unutk kuliah di Tokyo saat kita akan bertemu di cafe, kau ingat, ‘kan?

Sayang, hari itu kau tidak datang dan kau membuatku menunggumu selama 1 jam. Kesal memang, tapi mau diapakan lagi. Sudahlah, aku tidak mau mengingat hari itu. Karena dihari yang sama, aku tidak sengaja telah membunuh Apple touch-ku.

Kau pasti sulit menghubungiku, ‘kan? Ya, ini memang salahku. Sekali lagi, maaf. Aku terlalu ceroboh bahkan tak bisa mengontrol emosiku sendiri. Lihatlah, betapa payahnya diriku, kekekekeke....

Maaf menyulitkanmu untuk menemuiku. Aku yang meminta mereka untuk tak memberitahumu sejak hari itu. Jadi jangan marah pada mereka, ne. Kalau mau marah, marah saja padaku.
(Issh,Park Hye Kyung bodoh. Mana bisa dia memarahimu sedangkan kau berada di Tokyo. Neomu paboya...)

Aku terpaksa menerima tawaran appa untuk melanjutkan kuliahku disana. Aku memang tidak berpikir dengan jernih saat itu. Mungkin karena hari itu aku juga baru saja melihatmu jalan berdua dengan seorang yeoja. Hey, Mokpo boy’s siapa yeoja yang beruntung itu, huh?  Yeojachingumu? Cantik.

Oh, iya ada sesuatu yang ingin kusampaikan padamu. Walau kurasa ini sangat terlambat tapi jauh lebih baik daripada menyimpannya sendiri. Bukankah kau yang selalu berbicara seperti itu padaku? Ah, iya aku baru menyadarinya sekarang.

Hey, Mokpo boy’s. Aku harus mulai dari mana ya? Aku bingung. Bisa bantu aku? Kekekeke...

Kau tahu baru 3 hari disini aku sudah merasa sangat kesepian. Tidak ada seorang namja yang menggganggu weekend-ku dengan sebuah deringan pada ponselku. Tidak ada seorang namja yang menyanyikan lagu favoritku. Tidak ada seorang namja yang menghiburku dengan semua trik-trik sulapnya yang cukup menawan. Tidak ada lagi namja yang merelakan dirinya kelelahan berlari dari rumah hanya untuk menenangkanku saat suara petir menggelegar di langit. Tidak ada lagi namja yang mentraktirku ice cream. Tidak ada, tidak ada dan tidak ada namja selain dirimu yang selalu rela melakukan apapun demi seorang yeoja yang bodoh, pemalas, ceroboh dan egois sepertiku.

Naega neomu bogoshipo, Lee Donghae....

Saranghaeyo, my Mokpo boy’s....

Terlambat? Ya, memang sudah sangat terlambat untuk mengakuinya. Tapi ini sudah membuatku cukup lega. Sudah tidak ada beban lagi di hatiku.

Hey, Mokpo boy’s....

Jagalah yeojamu itu. Dia sangat cantik. Sepertinya dia jauh lebih baik dariku. Kalian berdua memang pasangan yang sangat serasi.

Aku mau menyampaikan 1 pesan lagi boleh,’kan? Ah, tentu saja boleh. Kalau tidak, habislah kau ditanganku saat aku kembali suatu hari nanti.

Uhhm... jika kau mau melaksanakan pernikahan dengan yeoja itu, kau harus menungguku kembali dari Tokyo. Kau harus mengenalkannya padaku baru setelah itu aku akan memberikanmu ijin untuk menikah. Hahahahaaha....

Hhm, kurasa itu sudah cukup. Sampai bertemu lagi suatu hari nanti. Dan kupastikan kau tak akan mengenaliku saat aku kembali ke Korea. Pai....

From The Lazy Kyungie...


~Donghae POV~
“Paboya.... dasar yeoja bodoh! Dia pikir dia siapa, huh! Seenaknya saja bicara. Kenapa baru mengatakannya sekarang! Dasar bodoh!” Aku tak henti-hentinya merutusi kebodohannya yang kurasa cukup keterlaluan.

Ya, dia yeoja bodoh yang sudah memikat hatiku. Aku sendiri juga bingung kenapa aku bisa jatuh cinta padanya. Ah, andai waktu itu aku datang dan  tidak membatalkannya secara sepihak, pasti sekarang dia sudah menjadi milikku.

Sekarang dia bisa berkata kalau dia mencintaiku. Besok, besok dan besoknya lagi apa bisa tetap seperti itu? Apalagi dia kuliah di Tokyo. Ya! Bukankah namja-namja disana lumayan tampan juga, eoh? Ya, walau tak setampan diriku, hahahaaha.....

“Apa mungkin dia bisa menjadi milikku suatu hari nanti? Aarrgh.... menyebalkan! Kenapa harus seperti ini!” Aku mengacak-acak rambutku sendiri. Aku benar-benar frustasi sekarang.

“Apa aku menyusulnya saja ke Tokyo?”

“Ah, ani.. ani. Dia pasti akan menelanku mentah-mentah jika menyusulnya kesana. Kyaaa... aku harus bagaimana....!!!!”

“Tadi dia bilang apa? Yeojachingu? Yang mana?” Aku berusaha mengingat-ingat dengan siapa saja aku pernah jalan bersama.

“Dia bilang yeoja itu sangatlah cantik, apa mungkin itu.... Kyaaa.... paboya.....” Runtukku.

Dia benar-benar yeoja bodoh. Memangnya dia tidak ingat dengan Yoon Ha? Iish, yeoja bodoh. Dengan Yoon Ha saja kau bisa lupa. Yeojachinguku? Mana mungkin? Kurasa aku akan dijadikan daging cincang oleh eomma kalau sampai berpacaran dengan sepupuku sendiri.

“YA! KAU BENAR-BENAR PABO, PARK HYE KYUNG...!!!!!”
~Donghae POV end~


~Hye Kyung POV~
“Ya, Lee Donghae.... aku sangat merindukanmu....” Ujarku saat menatapi fotonya pada layar ponselku.

Aku sudah berada sangat lama di Tokyo. Aku sama sekali belum kembali ke Seoul, sekalipun waktu liburan. Saat liburan tiba, aku malah lebih memilih bekerja paruh waktu di sebuah toko makanan siap saji. Uang yang kudapat lumayan, cukup untuk uang jajanku.

Aku sangat merindukan suasana Korea, tapi mau bagaimana lagi. Aku sudah terlanjur berjanji pada appa dan eomma, aku akan kembali menginjakkan kakiku di Korea jika aku sudah mendapat gelar sarjana. Ah, Park Hye Kyung memang bodoh. Tidak berubah.

Sejak beberapa bulan lalu, aku kembali aktif membalas e-mail dari namja Mokpo-ku. Ah, aku selalu antusias membalas setiap e-mail darinya. Ternyata dia belum memiliki yeojachingu. Apa dia tidak laku lagi di Korea, huh? Kekekekeke....

Dia berjanji padaku, akan menungguku sampai aku kembali ke Korea dengan gelar sarjanaku, seberapa lamapun itu dia bilang dia akan tetap menungguku. Ah, dasar namja gombal. Pandai sekali dia merayu.

Tapi sampai saat ini, dia belum menyatakan perasaannya padaku, hingga terkadang membuatku gundah. Apa dia benar-benar akan menungguku hingga aku kembali? Aarrggh.... aku ingin cepat-cepat kembali ke Korea dan menemui pria Mokpo-ku.....

“Hey Mokpo boy’s....” Ucapku sambil menunjuk-nunjukkan jariku ke arah wajahnya sebagai tanda peringatan. “kau harus memegang janjimu itu. Menungguku hingga aku kembali ke Korea dengan gelar sarjanaku, arraseo?!”
~Hye Kyung POV end~

Ya! Pemalas, cepatlah kembali! Menunggumu selama 2,5 tahun itu membosankan! Sudah terlalu banyak yeoja yang kutolak demi menunggumu. Cepatlah kembali dan segera selesaikan gelar sarjanamu itu. Jika tidak, aku akan memilih yeoja lain sebagai kekasihku, arraseo?!

“Aku tambahkan apa lagi, ya?” Ucap seorang namja sambil menimbang-nimbang dan membaca kembali sebelum mengirimnya.

Akhirnya namja itu memilih untuk mengirim pesan yang sudah diketiknya. Sebuah senyum muncul sesudahnya.

3 years later....

Seorang yeoja menapakkan kakinya di bandara Incheon. Matanya terlihat penuh kekaguman.

“Hye Kyung....” Panggil seorang wanita paruh baya.

Yeoja itu menoleh dan berlari menghampiri wanita paruh baya yang diketahui identitasnya sebagai eomma itu.

“Eomma....” Rajuk Hye Kyung sambil memeluk erat sang eomma yang sangat dirindukannya. “Appa?” Tanya Hye Kyung.

“Nah, itu dia appamu...” Seru wanita itu sambil menunjuk seorang pria yang sedikit belari menghampiri mereka.

“Hye Kyungie....” Ucap sang appa sambil memeluk anak semata wayangnya. “Chankam... kau? Benarkah kau Kyungie kami?” Tanya sang appa setelah melihat perubahan dari putrinya.

“Kau pikir aku siapa, eoh?” Ucap Hye Kyung kesal. “Aku putrimu yang paling yeppo appa...” ucap Hye Kyung merajuk.

Ya, Hye Kyung, penampilannya sangat jauh berbeda sebelum dia pergi meninggalkan Seoul untuk mengambil studi di Tokyo. Seorang yeoja yang berpenampilan tomboy dan cuek kini sudah menjelma menjadi seorang yeoja yang girly. Kini dia sanagt memperhatikan penampilannya. Lihat saja wajahnya, yang dulu polos kini sudah terpoleskan berbagai macam bentuk penghias wajah.

“Aigoo.... Kyungie kita sekarang sudah tumbuh menjadi seorang wanita, huh?” Goda sang eomma yang tentu saja mendapatkan sebuah sikutan dari Hye Kyung.

“Eomma...” Rajuk Hye Kyung.

“Wae? Bukankah eomma benar, eoh?” Ucap eomma membela diri yang hanya disetujui oleh anggukkan kepala sang appa.

“Ya, aku ingin cepat pulang. Aku rindu kamarku....” Rujuk Hye Kyung.

“Ahahaha.... arra, arra... Kajja....” Ucap sang appa.

Dengan senang hati Hye Kyung menggandeng sang eomma sedangkan sang appa terlihat tengah sibuk  membawakan koper milik Hye Kyung.


 “Kamarkuuuuuu...!!!!!!” Seru Hye Kyung begitu kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan yang dia maksud.

Yeoja itu menjatuhkan dirinya ke atas ranjang yang berukuran cukup besar. Memeluk erat bantal dan guling seolah tengah melepaskan rindu pada mereka.

Lagi, yeoja itu menghembuskan nafasnya. Sambil sesekali tersenyum riang. “Tidak ada yang berubah....”.

Derap langkah menggema didalam sana. Mengamati tiap detail kamar yang sudah 4 tahun dia tinggalkan demi menimba ilmu di negeri seberang.

“Benar-benar tidak ada yang berubah....” Gumamnya. “Lemariku.....” Serunya.

Dengan menari-nari dia melangkahkan kakinya menuju tempat penyimpanan rahasianya. Sebuah lemari, ya, tempat itu sudah seperti kotak harta karun baginya.

Belum terbuka seperempatnya, tiba-tiba sebuah benda terjatuh dan terhenti tepat di ujung ibu jari kakinya.

“Apa ini...?” Ucapnya saat meraih benda tersebut.

“Kau menemukannya...???” Tanpa sengaja Hye Kyung menjatuhkan benda tersebut, merasa cukup terkaget dengan suara eomma-nya.

“Iiisshh.... dasar yeoja ceroboh..” Ucap sang eomma sambil meraih benda yang dijatuhkan Hye Kyung dan memberikannya. “Tinggal selama 4 tahun di Tokyo sama sekali tidak membawa dampak positif yang berarti padamu.” Sindir eomma.

Hye Kyung hanya mengerucutkan bibirnya dan lebih memilih untuk duduk ditepi ranjangnya.

“Itu semua dari Lee Donghae...” Ucap sang eomma tiba-tiba mengetahui bahwa putrinya seperti akan-menanyakan-sesuatu padanya.

“Mwo?!”

“Hanya itu? Kau benar-benar cuek sekali Park Hye Kyung. Hanya seperti itu ekspresimu, eoh?” Nampak sang eomma menggeleng-gelengkan kepalanya, jauh-jauh ke Tokyo dan tidak ada perubahan pada sifat putrinya yang sangat cuek.

“Eoh?” Ucap Hye Kyung terkejut.

“Kau harus menghilangkan sikap cuekmu itu. Jika seperti itu terus, bagaimana bisa kau memiliki namjachingu....” Setelahnya, Hye Kyung hanya terdiam, mencoba mencerna perkataan sang eomma.

Hye Kyung hanya terdiam, menatapi punggung eomma-nya yang mulai menjauh.

“Kau harus menghilangkan sikap cuekmu itu. Jika seperti itu terus, bagaimana bisa kau memiliki namjachingu....”

Perkataan sang eomma bergema berkali-kali di telinganya.

“Apa maksudnya?” Gumam Hye Kyung.


~Donghae POV~
Kulangkahkan kakiku menyusuri pinggir sungai Han. Entahlah, sudah beberapa minggu ini aku sering sekali mengunjungi tempat ini.

Merindukannya? Ya, tentu saja. Sudah 4 tahun di Tokyo dan sampai hari ini dia belum juga kembali. Apa dia ingin menyiksaku, eoh? Membuatku secara perlahan-lahan merasakan kesakitan dan kemudian..... mati. Dasar yeoja licik.

Kumainkan telunjukku di layar ipad silverku.

“Bahkan dia juga tidak membalas email selama 1 minggu terakhir yang kukirimkan. Apa maksudnya ini!!!” Gerutuku kesal.

Kulayangkan pandanganku pada hamparan sungai Han. Menatapi matahari yang perlahan menyembunyikan wajahnya di ufuk barat. Ya, pemandangan ini tidak pernah berubah sedikitpun sejak 9 tahun yang lalu.

Ya, tentu saja tidak berubah. Matahari memang selalu terbir di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat. Dan itu adalah hukum alam yang tak akan pernah berubah.

Guratan-guratan merah yang tergambar di ujung langit sana sangat menawan. Selalu menyukainya, begitu juga dengan yeojaku, dia juga menyukai guratan itu.

Tunggu? Apa yang baru saja kuucapkan? Yeojaku? Ah, yang benar saja. Bahkan sampai detik ini pun aku belum menyatakan perasaanku padaku. Mana bisa aku mengklaim dirinya sebagai yeojaku. Ah, sikapnya selalu saja membuatku frustasi.

Matahari menghilang di bawah garis cakrawala. Menimbulkan guratan kemerahan di atas hamparan air sungai yang berwarna oranye. Semilir angin hangat menerpa. Hangat. Ya, harusnya aku merasa hangat saat ini. Tapi sebaliknya, bukan kehangatan yang kudapat. Suhu sehangat ini menjadi sangat dingin bagiku karena tak satupun kabar yang kudapat dari Kyungie.

Hebat. Ya, dia sangat hebat dalam memancing emosiku. Hanya dalam hitungan detik dia bisa membuat emosiku naik turun. Labil? Hey, aku bukan namja labil. Tapi dia yang memaksaku untuk menjadi namja labil. Setidaknya, sampai detik ini.

“Lee Donghae.....”

Ya, aku tahu kalau sejak tadi aku memikirkannya. Tapi apa harus senyata ini? Hey, sadarlah. Dia masih berada di Tokyo... bukan di sini.

“Lee Donghae.....”

Ya, baiklah. Aku mendengar dengan sangat jelas suara Kyungie-ku. Tapi dimana dia.

Aku mengedarkan pandanganku keseluruh penjuru sungai ini.

Nihil. Tak kutemukan siapapun kecuali diriku dan bayanganku sendiri.

“Ya! Mokpo boy’s.....!!!!”

Ya, ya, ya.... ini benar-benar sangat jelas. Oh god, kurasa aku sudah sangat gila. Mendegar suaranya tapi tak melihat batang hidungnya. God, please.... kau juga ingin bekerjasama memanipulasi organ pendengaranku, eoh?
~Donghae POV end~


~Hye Kyung POV~
Tanah kelahiranku? Oh, tentu saja aku sangat merindukan tanah ini. Kalian tahu, tanah ini seperti surga bagiku. Surga dunia tentunya.

2 minggu setelah kepulanganku dari Tokyo, tentu saja aku tak akan melewatkan momen ini. berkeliling mengitari Korea Selatan. Aku sangat merindukannya.

Dan disinilah diriku sekarang. Berdiri tegak menatapi mentari yang hampir tenggelam di sungai Han, tempat favoritku. Aku tersenyum. Aku yakin senyumku ini pastilah sangat manis, kekekeke. Abaikan.

Menutup kedua mataku, merentangkan kedua tanganku dan menghirup udara hangat sore ini. Ah, suasana ini membuatku ketagihan. Kuyakin kalian tahu bagaimana rasa ketagihan itu, ‘kan? Jadi aku tak perlu menjelaskannya lagi.

Sudah 2 minggu dan aku sama sekali tak menghubungi Lee Donghae. Ya, jahat memang tapi mau bagaimana lagi. Sesekali mempermainkannya tak apa, ‘kan? Rindu sekali untuk menjahilinya, tapi tentu saja ini bukan yang terakhir. Aku sudah membuatkan daftar untuk yang satu ini.

Kulangkahkan pasti kakiku menyusuri bibir sungai Han. Ini sudah jadi rutinitasku jika berkujung kesini. Memandangi tenggelamnya matahari dengan ditemani alunan musik yang mengalun pada earphone kesayanganku. Tapi berbeda unutk hari ini. Aku tak membawanya.

Perlahan tapi pasti, aku mulai melangkah mendekati siluet tubuh yang kukenal.

“Apa mungkin?” Gumamku.

Aku membenarkan rambutku yang sudah terlihat acak-acakan karena dipermainkan oleh angin yang berhembus.

BINGO! Benar dugaanku, ternyata siluet itu adalah namjaku. My mokpo boy’s. Tapi tunggu! Apa yang dia lakukan?

“Lee Donghae.....”

Aku berteriak memanggilnya, kurasa dia mendengarku. Kupercepat langkahku untuk menghampirinya. Tak kusangka dia juga berada ditempat yang sama denganku, hari ini.

Seulas senyum kuukir diwajahku. Senang? Owh, tentu saja. Bahkan ini sangat membahagiakan. Kulihat senujm manisnya dari kejauhan. Ya, aku yakin dia melihatku.

“Sebentar lagi aku dihadapanmu, Mokpo boy’s...” Gumamku sambil tak hentinya tersenyum kearahnya.

Ah, senyum itu sangat mempesonaku. Senyum yang membuatku seperti tersengat listrik. Dan sampai sekarang, aku masih merasakan sengatan itu.

Aku melambaikan tanganku dan hendak memanggilnya hingga sebuah suara tertangkap samar ditelingaku.

“Ya! Mokpo boy’s.....!!!!”

“Mwo?!”

Terkejut? Tentu saja. Rasanya seperti mendapatkan lotre, tapi bukan rasa bahagianya yang kumaksud. Ah, entahlah mungkin seperti tersambar petir disiang hari yang sangat cerah. Tiba-tiba kakiku terasa amat kaku. Aku sama sekali tak bisa menggerakkannya. Dan kuyakin senyuman manis sudah tak lagi menghiasi wajahku.

Hawa dingin tiba-tiba menyergapku. Membalut tubuhku dengan rapinya tanpa cela sedikitpun. Hatiku? Ya, dia seperti ditusuk-tusuk oleh ribuan jarum. Jarum yang sudah menancap ditarik kembali dan kemudian ditancapkan lagi, terus berulang-ulang seperti itu.

Dan kejutan apa lagi ini? Dia sudah melupakanku? Ya, kurasa jawabannya adalah IYA. Aku melihat kedua insan yang tengah bermesraan. Dan namja itu, adalah pria Mokpoku. Dan bodohnya lagi, aku masih saja terus berdiri diposisiku menatapi kemesraan mereka berdua.

Aku memang bodoh! Memandangi namja yang kucintai bermesraan dengan yeoja lain. Ironis, sangat ironis.

Ah, iya, aku baru ingat. Janji? Kurasa itu hanya janji palsu. Ah, bodohnya aku, percaya dengan sebuah janji yang tak beralasan darinya.

Kurasakan mataku mulai memanas. Begitu pula dengan wajahku.

“Kau... ha...rus... ku....at, Hye... Kyung....”

Sebisa mungkin aku menahannya tapi percuma pertahananku tidak cukup bagus saat ini. Buliran bening itu meluncur dengan mulus tepat melewati pipiku. Mencegahnya? Aku sudah berusaha mati-matian mencegahnya.

Aku akan terlihat semakin bodoh jika berlama-lama memandang mereka. Dan kuputuskan untuk pergi. Ya, aku akan pergi dari tempat ini.
~Hye Kyung POV end~

“Cara berjalannya.....” Gumam Donghae saat kedua bola matanya menangkap sesosok yeoja yang hampir tidak terlihat lagi.

“Mirip, sangat mirip. Apa dia Kyungie-ku?”

“Oppa.... waeyo?” Seorang yeoja melepaskan pelukannya dan mendapati Lee Donghae tengah menatap kesuatu arah. Disusulnya tatapan itu, nihil. Yeoja itu tak mendapatkan pemandangan apa-apa selain pepohonan rindang.

“Oppa... apa yang kaulihat?” Yeoja itu sedikit mengguncang-guncangkan bahu Donghae.

Tersadar dengan keberadaannya, Lee Donghae mengalihkan pandangannya pada yeoja dihadapannya.

“Ah, mianhae.” Sebuah senyum simpul terlukis diwajahnya.

Yeoja itu diam dan mengerucutkan bibirnya.

“Nappeun namja....” Sungut yeoja itu. Bahkan suaranya terdengar sangat manja.

“Iisshh... kenapa aku harus berhadapan dengan yeoja manja ini....” Gerutu Donghae sambil mengusap tengkuknya.

“Kajja.” Donghae berusaha mencairkan kesunyian diantara mereka.

Yeoja itu hanya menoleh heran padanya.

“Aku lapar.” Jelas Donghae sambil mengelus perutnya. “Kita makan bersama, ne. Otte?” Tentu saja sebuah senyum juga mendukung aksinya.

Tersenyum? Tentu saja yeoja itu tersenyum. Bagaimana tidak, selama kepergian Hye Kyung, yeoja itu selalu muncul dengan tiba-tiba dihadapan Donghae yang justru mau-tidak-mau seorang Lee Donghae harus menanggapinya. Sudah terlalu lelah terus menerus menghindari yeoja manja yang satu ini. Jurus apapun tak mempan untuk mengeyahkan yeoja manja ini dari hadapan Lee Donghae.


6  month later....

“Park Hye Kyung?”

Seorang yeoja menoleh dengan santai. Kedua matanya membulat seketika saat menangkap sosok namja yang memanggil namanya.

~Hye Kyung POV~
Butiran-butiran putih yang terlihat lembut bertebaran dimana-mana. Ya, salju. sekarang sudah musim dingin. Ahh, sepertinya aku sudah lupa bagaimana caranya bersenang-senang saat salju mulai turun.

Kuseruput latte dihadapanku secara perlahan. Sepertinya aku tidak merasakan kehangatan dari kopi yang kunikmati sekarang. Ini terlalu dingin. Sama dinginnya dengan yang hatiku rasakan saat ini.

Diam kumenatapi salju yang turun dari balik kaca Angel-in-us-Coffee. Lagi, airmataku kembali turun seperti butiran salju yang kulihat sekarang. Turun tanpa mengeluarkan suara. Bertahun-tahun aku menahan semua kerinduanku, bertahun-tahun pula aku memikirkannya dan bertahun-tahun pula aku selalu menyimpan dengan sangat baik tepat dihatiku. Tapi sekarang.........

Aku hampir melupakan itu semua. Semua yang kurasakan jika melihat senyumnya. Kehangatan yang menjalar saat dia menyentuh pipiku. Merdu suaranya saat berbicara denganku. Ya, semuanya nyaris hilang dan aku tak bisa lagi merasakannya. Apa akan berakhir seperti ini?

Dan lagi, airmataku kembali meluncur.

“Oh god, apa seperti ini rasanya dicampakkan?”

Aku menenggelamkan wajahku dibalik lipatan kedua tanganku. Berusaha menyakinkan diriku kalau semua ini hanyalah mimpi dan yang kulihan beberapa bulan lalu hanyalah khayalanku semata.

“Park Hye Kyung?”

Aku seperti mendengar suaranya lagi. Entah kenapa tubuhku tiba-tiba gemetar. Kuangkat kembali wajah yang kusembunyikan dan tentu saja menghapus sisa airmataku. Setelah kurasa penampilanku tidak terlalu buruk, aku memalingkan wajahku.

“Aigoo... kenapa hatiku tiba-tiba saja terasa hangat?”

Senyum itu, senyum yang selalu membuatku terasa seperti tersengat listrik berjuta-juta volt. Ya, aku melihat senyum itu. senyum yang sangat kurindukan selama bertahun-tahun lalu dan kini aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri dan tepat dihadapanku, namja itu tersenyum dengan sangat manis.

Aku masih terpesona dengan senyumnya. Dia dihadapanku sekarang. Ya, dia duduk dihadapanku sekarang.

“Oke, sekarang apa yang akan kau lakukan Hye Kyung? Kau tidak mungkin diam saja, bukan? Ayolah berpikir. Berpikir, Hye Kyung. Berpikir.”

Hening. Tak satupun dari kami yang bicara.

“Ayolah, Hye Kyung. Sampai kapan kau akan terdiam seperti ini. Jangan bertindak bodoh dengan mengacuhkannya seperti ini. Ayo, ajak dia berbincang.”

“Bogoshipoyo.”

“Mwo?”

“Neomu bogoshipoyo.”
~Hye Kyung POV end~


~Donghae POV~
Angel-in-us-Coffee, ya itu tujuanku saat ini. Hari ini turun salju dan suhu lumayan dingin. Secangkir espresso kurasa cukup menghangatkan tubuhku.

“Kyungie... benrkah itu Kyungie-ku?”

Kurasa aku harus memastikannya.

Perlahan aku mendekat. Ya, apa yang dia lakukan? Menangis? Ya, benar. Dia memang sedang menangis. Aku bisa melihatnya lewat pantulan dari cermin yang tidak terlalu besar di hadapannya.

“Kyungie.... uljima.... jebal.”

Ingin rasanya aku segera berlari, mendekap tubuhnya dan membiarkannya menangis didalam pelukanku. Apa lagi yang dia lakukan?

Pasti ini semua karena diriku. Ya, aku yakin itu. ini semua karena diriku.

“Sebegitu payahkan diriku hingga tidak bisa membuatmu tersenyum lagi?”

“Park Hye Kyung?” Panggilku lirih. Jujur aku tidak bisa melihatnya menangis dalam diam seperti itu. Sungguh aku tidak sanggup melihatnya.

Perlahan tapi pasti, ia menoleh kearahku. Aku hanya bisa tersenyum saat kedua mata itu kembali menatapku. Hangat, ya terasa sangat hangat. Bahkan rasanya jauh lebih hangat dibandingkan secangkir espresso atau minuman hangat apapun itu.

“Diam? Hanya itu? Ayolah Kyungie... apa kau tidak merindukanku sama sekali, eoh?”

Ya, dia hanya menatapku. Entahlah tatapan macam apa itu. Aku tidak bisa mengartikannya. Hatiku terasa teriris melihatnya terdiam seperti ini. kulangkahkan kakiku dan duduk tepat dibangku dihadapannya. Berharap dia akan berbicara setelah aku benar-benar dihadapannya.

Hening. Dia masih saja terdiam dan aku benci suasana seperti ini. kuberanikan diri untuk meraih kedua tangannya dan menggenggamnya hangat. Mencoba menyalurkan semua perasaan yang kusimpan bertahun-tahun selama kepergiannya ke Tokyo.

“Bogoshipoyo.”

Diam. Tetap tak berbicara tapi setidaknya jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku menangkap ekspresi keterkejutan dari kedua bola matanya. Hatiku sedikit merasa lega.

“Neomu bogoshipoyo.”

Bukan sebuah senyuman atau rangkaian kata yang kudapat. Tapi butiran bening yang meluncur dengan mulus membasahi pipi putih langsatnya.

“Saranghaeyo. Jeongmal saranghaeyo.” Entah kenapa malah kata itu yang meluncur dari bibirku.

“Pabo, kenapa malah kata itu yang kau ucapkan. Harusnya kau menyuruhnya unutk tidak menangis. Pabo..... neomu paboya....”

Bukannya berhenti, airmata itu malah makin meluncur dengan deras. Sepertinya aku sudah salah bicara. Ottokhae?

Aku sibuk berkutat pada pikiranku hingga tidak sadar kalau dia sudah melepaskan genggaman tanganku.

Tuuk....

“Iisshh, apa-apaan dia? Kenapa memukuli kepalaku dengan sendok, eoh?”

“Pabo.... neomu paboya....” Sungutnya.

“Mwo?”

“Paboya, paboya, paboya, paboya, paboya. Lee Donghae neomu paboya. A Mokpo boy’s who sit in front of me so stupid.” Racaunya setengah berteriak. Untung saja cafe tidak terlalu ramai saat ini. Racauan macam apa itu? Ya, menyebalkan sekali yeoja ini.

“Kau masih tidak mendengarnya? Baiklah aku akan mengatakannya lebih keras lagi.”

“Mwo? Dasar yeoja gila...”

Dengan gerak cepat, aku berdiri dan sedikit membungkukan tubuhku.

Chuup~

Aku tidak mau dia meracau tidak jelas dengan suara cemprengnya. Bisa-bisa satu cafe akan menertawakanku. Jadi kuputuskan untuk membungkam bibirnya dengan bibirku.
~Donghae POV end~

Dengan tidak sadarnya, Donghae menempelkan bibirnya pada bibir Hye Kyung. setidaknya itu bisa membuat seorang Hye Kyung terdiam. Tanpa disadari oleh keduanya pula, bahwa aksi Donghae bahkan jauh lebih menghebohkan dengan apa yang akan dilakukan oleh Hye Kyung.

Seluruh pengunjung menatap lurus kearah mereka. Bukan hanya orang-orang yang berada di dalam cafe saja. Bahkan pejalan kaki diluar cafe pun tak luput melewatkan aksi Donghae dan Hye Kyung.

“Mianhae, jika tidak seperti ini hanya aku yang akan merasakan malu.” Ucap Donghae setelah melepaskan bibirnya dari bibir Hye Kyung.

Hye Kyung hanya terdiam. Pipinya memanas, seperti air yang baru mendidih.

“Dan aku yakin, kau tidak akan pernah melupakan hari ini, my lazy Kyungie.” Sebelah sudut bibirnya terangkat, membentuk sebuah senyum yang sarat dengan kelicikan.

“Apa lagi yang akan kau lakukan, Lee Donghae???” Gumam Hye Kyung saat wajah Lee Donghae semakin mendekat.



---------- THE END ----------

0 comments:

Posting Komentar