15 Desember 2012

Boyfriend FanFiction | The Next Love? - Part 4



Boyfriend FanFiction | The Next Love? - Part 4
Main Cast            : Song Eun Soo
                              No Minwoo
Support Cast      : Kim Hyoyeon
                             Jo Kwangmin
                             Jo Youngmin
Genre                   : Romance
Rate                     : T
Length                : Chaptered

Warning : Typo(s) *always like*. Italic + Bold = Flasback.

Chapter 4 : Another Love

Rasa bahagia terpancar dari rona merah pipinya. Menatapi langit biru nan luas dengan seulas senyum yang terkembang di wajahnya. Sebuah pengakuan telah menantinya, akankah ia mengetahuinya...?

------
Sakit. Satu kata yang penuh arti. Mencoba menjabarkan pengertiannya yang terlalu sulit untuk diartikan. Nanar tatapan itu ikut turut meramaikan suasana penghujung musim semi di pertengahan tahun.


Deru ombak menyapa telapak kakinya. Membasahi sisa-sisa pasir yang tertinggal disana. Menunduk, menatapi pasir putih pantai dengan tatapan kosong.

Rindu, kata yang sangat simple untuk diucapkan... tapi memiliki arti sungguh dalam baginya. Satu kata yang mungkin tak akan pernah bisa terucap lagi di bibir mungilnya.

Di pantai ini, semua kenangan tentang yeoja yang di cintainya terputar kembali. Saat-saat dimana ia pertama kali bertemu dengannya. Wajah itu mampu mengalihkan perhatiannya dari langit luas di atas lautan biru.

Tempatnya bertengkar, tempatnya bercengkrama dengan para sahabat, dan disini jugalah yang menjadi saksi pernyataan cintanya pada yeoja itu.

Menyakitkan, sungguh sangat menyakitkan jika dalam waktu yang sama, kedua memori terputar beriringan.

Bayangan itu jelas terlihat oleh kedua matanya. Saat yeoja itu marah karena kesibukannya dan saat yeoja itu berada di taman bersama dengan namja lain yang baru beberapa puluh menit lalu ia lihat.

Semua terputar ulang terus menerus hingga dadanya terasa sesak.

Butiran bening itu jatuh lagi lewat sudut matanya. Mencoba menahan kesedihan yang ia rasakan, yang sebenarnya tak akan pernah ia mampu lakukan.

Hati itu terus menerus memanggil nama yeoja itu. Berharap yeoja itu muncul di hadapannya. Bukan hanya sekali ini saja batinnya menjerit memanggil nama yeoja itu. Ini sudah seperti sebuah kebiasaaan yang tak akan pernah bisa ia hapus dari dirinya.

Ini sudah seperti sebuah kenangan, yang jika mencoba untuk melupakannya, justru ia malah berbalik menyerang otak untuk tetap meletakkan kenangan itu. Sulit, terlalu sulit.

~o*0*o~
Namja itu menatapnya tajam. Sebuah senyum tersungging di wajahnya, yang tentu saja berhasil membuat yeoja di hadapannya tersipu.

Rona merah terpancar dari pipi yeoja itu. Membuat jantungnya berdegup begitu kencang saat namja itu menyentuh lembut pipinya.

Matanya... wajahnya... senyumnya... mampu membius hatinya. Menusuk hingga bagian terdalam.

Terus menerus menatapinya dengan senyum yang tak henti-hentinya ia pamerkan pada yeoja itu hingga membuat yeoja itu menjadi risih.

“Ya, kenapa terus menatapiku seperti itu...?” Protes yeoja itu sambil menggembungkan pipinya.

Tentu saja sikapnya menjadi bahan kekehan namja di hadapannya.

“Kau tahu...?! Itu terdengar sangat mengejekku...” Ucap yeoja itu dengan nada meninggi.
“Dasar anak kecil...” Kalimat itu meluncur dengan santainya dari mulut namja dihadapannya.
“Ya, Youngmin-ah... aku bukan anak kecil tahu...?! huh, dasar menyebalkan...!” Yeoja yang memiliki nama lengkap Song Eun Soo itu berbalik, memunggungi Youngmin.
“Eun Soo-ya... kau terlihat semakin lucu jika bersikap seperti itu...” Ucap Youngmin yang sibuk terkekeh.

Mendengar kekehan Youngmin yang semakin menjadi, hal itu membuat Eun Soo semakin memanas, kesal.

Lama, butuh waktu yang cukup lama agar membuat Eun Soo berbalik dan memandanginya.

“...sampai kapan kau akan memunggungiku seperti itu...?” Protes Youngmin.

Eun Soo hanya terdiam, sama sekali tak menoleh ataupun bicara.

Youngmin pun bangkit dan memandangi punggung yeoja itu.

“Jika kau mau masih seperti itu lagi, kurasa sebaiknya aku pergi saja.” Ucap Youngmin tegas dan mulai memantapkan langkahnya.
“Oppa...” Panggil Eun Soo lirih, yang sukses menghentikan langkah Youngmin.

Dengan segera ia berbalik dan mendapati Eun Soo menatapnya nanar. Youngmin pun mulai mendekat, perlahan.

Perih hati Youngmin saat melihat dengan jelas butiran-butiran bening itu terjatuh dari sudut matanya. Tak butuh waktu lama baginya. Meraih dan menarik yeoja itu ke dalam pelukannya.

“Menangislah, Eun Soo...” Ucap Youngmin sambil mengelus lembut kepala Eun Soo.

Bukannya berhenti, isakkan itu terdengar makin jelas. Air mata itu terus membasahi baju Youngmin. Youngmin semakin erat memeluknya, berharap itu akan membuatnya merasa sedikit membaik.

“Ceritakan padaku jika kau sudah siap. Arraso...?” Ucap Youngmin hangat.

Eun Soo hanya mengangguk dalam pelukannya.

Hangat, itulah yang dirasakan Eun Soo dalam dekapan Youngmin. Ini memang pertama kalinya namja itu memeluknya erat. Eun Soo merasakan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang bergejolak di dalam hatinya. Apalagi saat mata besar Youngmin menatapnya hangat. Sesuatu mengalir dengan hangatnya di relung hati Eun Soo.

Tanpa disadari, bola mata mereka saling bertemu. Menatap jeli tiap inchi wajah dihadapannya dan tersenyum hangat.

Saat itu, taman memang terlihat cukup sepi. Bermodalkan keberanian yang dirasakan sangat cukup, Youngmin menarik wajah Eun Soo untuk mendekati wajahnya. Hanya dalam hitungan detik, bibir mereka saling bertemu.

Memeluk pinggang Eun Soo dengan tangan kanannya dan yang sebelah kiri memegangi wajah putih Eun Soo, berharap yeoja itu merasa nyaman dalam pelukannya.

Ini adalah pengalaman pertamanya, mencium bibir seorang yeoja yang notabene bukan yeojachingunya. Dan ini bukanlah sesuatu yang sangat buruk, karena yeoja itu sama sekali tak menghindarinya tapi malah justru membalas tiap kecupan hangat yang ia berikan.

“Kukira kau akan menghindar...” Ucap Youngmin lembut sesaat setelah mereka menyelesaikan ciuman mereka.
“Tidak bisa...” Ucap yeoja itu menunduk sambil memandangi rerumputan yang ia pijak.

Takut, sedikit merasa kalau ia melakukan kesalahan, namja itu pun meminta maaf.

“Mianhae... aku sudah bersikap tidak sopan padamu...” Ucap Youngmin nyaris bebisik.

Eun Soo mengangkat wajahnya.

“Ani, kau tidak salah oppa... Kau sama sekali tidak bersalah...” Ucap Eun Soo, berusaha menampilkan senyum termanis yang ia miliki.
“Lalu, kenapa kau tertunduk lemah seperti itu, tadi...” Ucap Youngmin hati-hati.
“Anio... geunyang...” Eun Soo menghentikan kalimatnya.

Youngmin hanya bisa mengernyitkan keningnya.

“Wae...?”
“Geunyang... eum... naneun...” Eun Soo nampak ragu untuk mengutarakannya.
“Choa... jika masih ragu, sebaiknya nanti saja kau ucapkan.” Potong Youngmin dengan nada memelas.
“A, anio, ani, gwaechana. Aku bisa mengatakannya, ya, aku bisa mengatakannya.” Ucap Eun Soo sambil menganggukkan kepalanya berkali-kali.
“Mwo...? Sebenarnya kau itu kenapa...” Selidik Youngmin, penasaran.
Eum, maeume ssok deureo. Nde, maume ssok deuroeo...” Ucap Eun Soo sambil tersenyum.
“Geuraeyo...?” Youngmin mendekatkan wajahnya lagi dan berhasil membuat Eun Soo menutupi mulutya sendiri dengan kedua telapak tangannya dan mengangguk berkali-kali.

Youngmin terkekeh melihatnya, dan mengacak-acak lembut rambut Eun Soo.

“Kyeopta...” Ucapnya sambil tersenyum manis.
“Ya, oppa... andwae... aku bukan anak kecil lagi tahu...” Protes Eun Soo sambil menggembungkan kedua pipinya.
“Kau itu memang anak kecil, Eun Soo-ya...” Youngmin terkekeh lagi.
“Oppa... hentikan kekehanmu itu...” proten Eun Soo lagi.
“Kau terlalu banyak protes, anak kecil...” Youngmin memencet ujung batang hidung Eun Soo dengan ibu jari dan jari telunjuknya.
“Oppa... appo...” Ucap Eun Soo sambil mengelus-elus ujung hidungnya.

Melihat wajah cemberut Eun Soo, Youngmin langsung menariknya ke dalam pelukannya dan menciumnya, lagi. Dengan sigap, Eun Soo melingkarkan kedua tangannya pada leher Youngmin sambil sedikit berjinjit.
~o*0*o~

Nanar wajah itu belum juga sirnah. Matanya mulai terlihat sembab. Wajahnya terlihat kusam, seperti tak terawat.

“Apa kau tidak bisa menungguku sedikit lebih lama...” Batin namja itu yang masih terduduk di hamparan pasir yang putih.

”Sebentar, hanya sebentar...” Menatap kelam lautan yang mulai terlihat berwarna jingga.

Terlalu lama, ya memang terlalu lama. Baginya, waktu berputar sangat lama. Yeoja itu sudah melupakannya. Waktu, ia hanya bisa menyalahkan waktu.
.
.
Waktu menunjukkan pukul 4 pagi dan Eun Soo sudah terjaga sepagi itu. sedikit olahraga kecil ia lakukan di depan halaman rumahnya yang cukup luas.

Ya, hari itu adalah hari Senin. Hari pertempuran pertamanya. Ia harus berusaha hingga tetes keringat terakhir.

Tepat pukul 6 enam, Eun Soo sudah terduduk manis di ruang makan. Menikmati sepotong roti gandum, sebuah telur mata sapi yang bagian tengahnya masih terlihat mengkilap dan segelas susu coklat untuk sarapannya pagi ini.

“Ahjuma...” Teriak Eun Soo lembut.

Tak lama sosok itu muncul di hadapannya. seorang pelayan sudah siap melayaninya.

“Ahjuma... piringnya sudah kuletakkan di tempat biasa. Mejanya juga sudah kurapikan. Terima kasih untuk sarapannya, mashita...” Ucap Eun Soo manis sambil mengacungkan kedua ibu jarinya ke hadapan sang pelayan.
“Ya, nona Eun Soo pandai sekali memuji. Aku jadi tersipu...” Sahut pelayan itu sambil tersenyum.
“Aku berangkat, ne... annyeong...” Ucap Eun Soo lembut sambil melambaikan tangannya.
“Ne, hati-hati nona.” Sahut pelayan itu sambil membalas lambaian nona mudanya.

“Nona.. nona Eun Soo...” Teriak pelayan itu.

Eun Soo menghentikan langkahnya dan berbalik.

“Fighting..!” Ucap pelayan itu sambil menggenggam tangannya dan menunjukkannya pada Eun Soo.
“A, ne, fighting...” Eun Soo tersenyum gembira mendapati ucapan semangat dari pelayannya yang sangat memperhatikannya.

Melangkah dengan percaya diri dan seulas senyum yang menghiasi wajah imutnya. Eun Soo mendapati sosok eomma yang tengah asyik menyirami bunga-bunga kesayangannya.

“Eomma... aku berangkat ya... doakan aku....” Teriak Eun Soo sambil melambaikan tangannya.
“Ne... yang semangat, ya....” Balas eomma sambil tersenyum.

Terus menatapi punggung sang anak tercinta hingga menghilang di balik pintu kayu disisi taman.

“Eun Soo... kau sudah besar sekarang... kelak, kau akan sukses nantinya. Buat kami bangga padamu...” Sebuah senyum ikut menghiasi cerahnya pagi ini.
.
.
“Ya, bukankah itu...” Kwangmin melihat sosok yang ia kenal.

Ia pun memicingkankan matanya, mencoba menegaskan kebenaran sosok yang ia lihat.

“Kenapa dia terlihat kusut sekali...” Kwangmin jadi khawatir dengan keadaan Eun Soo yang tidak terlihat seperti biasanya dan ia pun menghampiri Eun Soo yang terduduk lemah tak berdaya di halte.

“Eun Soo-ya...” Panggil Kwangmin.

Eun Soo pun mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah suara yang sanagt ia kenal.

“Sedang apa kau disini...” Ucap Eun Soo ketus.
“Ya, kenapa kau selalu berbicara seketus itu padaku. Tak bisakah kau berbicara sedikit lembut padaku, hah...?!” Ucap Kwangmin kesal.

Eun Soo hanya menghela nafas panjang dan berusaha untuk senormal mungkin berbicara dengan Kwangmin.

“Mianhae... suasana hatiku sedang buruk hari ini...” Jelas Eun Soo memelas.
“Tidak ada hubungannya. Mau suasana hatimu sedang kacau atau bahagia, kau tetap saja berbicara ketus padaku...” Sambar Kwangmin.

Eun Soo hanya tersenyum pahit padanya.

“Tidak pulang...?” Tanya Kwangmin.
“Sejak kapan kau memperhatikanku seperti itu...” Ucap Eun Soo ketus.
“Ya, aku hanya bertanya. Jangan berlebihan seperti itu.” Ucap Kwangmin tak kalah ketus.

Suasana jadi hening sesaat.

“Kwangmin-ah ada benarnya juga... kenapa setiap berbicara dengannya aku jadi ketus seperti ini...” Gumam Eun Soo dalam hati.

“Aku sedang tak ingin pulang cepat. Bisakah kau membawaku ke suatu tempat, kemana saja Kwanmin-ah... jebal...” Rengek Eun Soo.
“Mwo...?” Kwangmin membulatkan matanya tak percaya.

“Eun Soo... dia... dia merengek padaku...” Batin Kwangmin tak percaya.

Ia pun terdiam. Mencoba menelaah tiap kata yang terucap dari bibir Eun Soo barusan. Eun Soo menatapnya sedikit ragu.

“Apa dia mau mengajakku pergi bersamanya, setelah apa yang kulakukan padanya selama ini...” Gumam Eun Soo. Wajahnya terlihat tak percaya diri.

Kwangmin berdiri tanpa sepatah kata pun. Merapikan kemeja yang dikenakannya dan berbalik menatap Eun Soo dengan tatapan dingin.

Eun Soo memperhatikannya lekat, siap dengan segala macam ocehan yang akan terlontar dari bibir Kwangmin.

Tanpa perlu menunggu persetujuan darinya, Kwangmin langsung menarik tangan Eun Soo dan berjalan meninggalkan halte.

“Mwo...? Apa-apaan ini...” Eun Soo tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.

Berjalan hingga terhenti di depan sebuah motor yang tak jauh terparkir dari halte.

“Pakailah dan naik...” Ucap Kwangmin datar setelah ia menaiki motor kesayangannya.

Eun Soo hanya menganggukan kepalanya tanda mengerti dan menuruti apa yang diperintahkan oleh Kwangmin padanya, seperti sebuah robot.
.
.
“Setahuku... ice cream bisa mengobati suasana hati yang sedang tidak baik...” Ungkap Kwangmin sambil menatapi menulist di hadapannya. “Rainbow ice cream sepertinya pilihan yang cukup bagus, eotte...?” Kwangmin melemparkan pandangannya pada Eun Soo yang sedari tadi hanya terdiam.

Tak siap menerima pandangan itu, Eun Soo langsung tertunduk malu.

“Omo... apa yang kulakukan...” Gumam Eun Soo dalam hati sambil menutup kedua matanya.

Kwangmin menatapnya aneh.

“Ya, ada apa dengan diriku... kenapa malah menatapinya terus... Eun Soo-ya... paboyo... neomu paboyo...” Eun Soo malah sibuk menyalahkan dirinya saat tangan Kwangmin tiba-tiba saja menyentuh jemarinya.

“Hey, kau kenapa...?”
“Hah... a..anio...” Eun Soo terkekeh sambil memaksakan senyumnya.
“Berapa lama lagi kau akan membuat pelayan itu berdiri di samping meja kita...” Prote Kwangmin yang kembali menatap menulist.
“Oh, mianhae...” Ucap Eun Soo tak enak hati pada pelayan yang sudah menunggu dari tadi.
“1 rainbow ice cream, 1 banana milkshake dan 1 vanchoberry ice cream. Itu saja...” Ucap Kwangmin, memotong kalimat Eun Soo dengan cepat.

“Iissh.. kenapa tidak dari tadi saja kau pesan. Kenapa harus protes dulu terhadapku. Menyebalkan...!” Gerutu Eun Soo, kesal.

Menunggu pesanan datang sambil sibuk dengan pikiran masing-masing. Suasana yang sangat dingin. Tak satupun dari mereka yang angkat bicara.

Eun Soo sibuk memikirkan hasil akhir dari ujian kelulusannya, sedangkan Kwangmin, dia malah asyik mendengarkan lagu yang terdengar dari earphone hitam kesayangannya.

Sangat lama mereka terdiam dan sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Bahkan hingga menu dihadapannya habis mereka santap, mereka masih terdiam.

“Sepertinya, pertanyaanku tadi belum kau jawab.” Ucap Kwangmin sambil melepas earphone dari telinganya dan membiarkannya menggantung di lehernya.
“Mwo...? Pertanyaan...?” Seru Eun Soo ambil mengelus keningnya.
“Saat aku menghampirimu di halte...” Jelas Kwangmin cepat.
“Oh, yang itu...” Eun Soo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Itu...” Eun Soo menggantungkan kalimatnya, ragu, apa dia harus memberitahukan kepada namja dihadapannya atau tidak. “...entahlah, aku juga bingung... aku... aku khawatir dengan hasil ujianku...” Akhirnya Eun Soo pun menceritakannya.
“Kau kan sudah belajar dengan hyungku... kenapa jadi sekhawatir itu... bukankah, kata hyungku, nilai-nilaimu itu, tidak akan bermasalah...” Ucap Kwangmin.
“Entahlah, aku sangat tidak percaya diri sekali...” Ucap Eun Soo sambil tertunduk lemas.

Kwangmin menatapnya sedih. Baru kali ini dia melihat yeoja yang menyebalkan itu, terlihat sangat terpuruk. Berbeda 180 derajat dari kebiasaannya yang selalu bebicara ketus padanya.

“Aku bosan disini, bisakah kau membawaku ke tempat lain...” Ucap Eun Soo datar sambil beranjak bangun dari kursinya.

Kwangmin hanya berdiri dan berjalan mengikuti langkah yeoja yang sudah terlebih dahulu meninggalkan tempat itu.
.
.
~o*0*o~
...
“Aww...” Eun Soo meringis, menggigiti bibir bawahnya. Diayun-ayunkannya jari yang terkena goresan pisau.

“Ya, apa yang kau laku...kan...” Ucap Eun Soo setelah melihat namja dihadapannya menghisap jarinya.

Eun Soo hanya terdiam terpaku. Dengan telatennya namja itu mengobati jari Eun Soo yang tergores.

“Sudah kukatakan, agar berhati-hati. Kenapa kau ceroboh sekali...” Komentar namja itu yang masih sibuk membalut jemari milik Eun Soo.

Eun Soo sama sekali tak menanggapinya. Ia semakin mantap, menatapi namja dihadapannya yang masih serius pada jarinya itu.

“Tahu akan terjadi seperti ini, sebaiknya kularang saja kau untuk turun ke dapur...” Komentar namja itu lagi tanpa memperhatikan wajah Eun Soo.

“Yang terluka hanya jariku... kenapa harus sepanik itu...” Batin Eun Soo.

“Kau tahu, jari itu juga termasuk anggota tubuh yang sangat penting. Kau tahu kenapa...?” Kali ini namja itu menatap wajah Eun Soo.

Eun Soo hanya menggeleng pelan.

Namja itu terlihat menarik nafas panjang dan menghempaskannya dalam satu hentakan.

“Yang lainnya juga sangat penting, tapi jari juga tak kalah penting... kau selalu menggunakannya setiap saat. Saat kau menyentuh sesuatu, memegang sesuatu, mengetik, menulis, menghapus, memasak, bukankah itu semua membutuhkan bantuan dari jari. Bahkan saat kau memainkan alat musik. Jika kau seorang pianist, kau harus benar-benar menjaga jarimu dengan sangat ekstra, kau mengerti maksudku,’kan...” Wajahnya masih terlihat sangat khawatir.

“Arasso. Kau juga tak perlu sekhawatir itu denganku. Lihat...!” Ucap Eun Soo sambil mengacungkan jarinya yang terluka. “Jariku hanya tergores. Sebentar lagi juga akan sembuh. Kau tak perlu sekhawatir itu. Lagipula, aku juga bukan siapa-siapa. Aku hanya seorang yeoja yang biasa-biasa saja.  Jadi kau tak perlu khawatir.” Ucap Eun Soo sambil tersenyum manis.

“Kau itu...” Namja itu menjitak pelan kepala Eun Soo. Eun Soo hanya tersenyum meringis.

“Selalu saja mencari-cari alasan jika aku sedang menasehatimu. Tak bisakah kau mendengarkan nasehatku tanpa membantahnya sedikitpun, eum...?!” Namja itu meletakkan kembali kotak P3K-nya.

“Ya, tak bisakah kau bersikap manis padaku, saat aku terluka seperti ini. Sedikit saja...” Ucap Eun Soo sambil membuat rongga yang sangat tipis dari kedua jarinya.
“Tidak bisa.” Jawab namja itu dingin.
“Iisshh...” Eun Soo mendengus kesal dan menghentakkan salah satu kakinya ke lantai.

“Ya, kenapa malah dia yang marah padaku. Harusnya aku yang marah padanya. Kenapa jadi seperti ini...” Batin namja yang bernama No Minwoo, sesaat setelah melihat yeojanya pergi begitu saja dengan wajah yang kesal.

“Ya, Eun Soo...” Panggil Minwoo, berharap yeoja itu akan berhenti dan berbalik menatapnya.

“Sepertinya, ia benar-benar sangat kesal.” Minwoo hanya mengerucutkan bibirnya. Di tatapnya sebuah piring yang berisi dengan sayur-sayuran segar yang tertata dengan cantiknya.

“Salad...” Ia pun menatapi sisa-sisa bayangan samar Eun Soo.

Ia mengambil sumpit berwarna keemasan yang letaknya tak jauh dari piring. Menjepitnya dan memasukkannya kedalam mulut.

Ia pun kembali termenung.

“Harusnya kau menyelesaikan salad ini dulu, baru pergi...” Ucapnya pelan.

Ia pun menarik bangku dan terduduk di atasnya. Menikmati salad yang belum selesai diracik oleh Eun Soo.

“Hanya masalah kecil saja, kau sekesal itu. Bagaimana kalau masalahnya terlalu rumit? Akan sekesal apa dirimu?” Minwoo memainkan sumpit itu dengan membenturkannya pada pinggiran piring. Ia pun mendesah pelan.

“Apa aku bisa meninggalkanmu dengan tenang, jika temperamenmu naik turun seperti itu?” Minwoo kembali mendesah pelan.
~o*0*o~

“Jika tidak mau memakannya, jangan diacak-acak seperti itu...” Gerutu Kwangmin yang membawa Eun Soo kembali ke dunia nyatanya.

“Hey, kenapa reaksimu seperti itu...?” Ucap Kwangmin kesal.
“Ehm? Mwo?” Eun Soo terlihat seperti tak mendengarkan ucapan Kwangmin.
“Apa yang kau pikirkan, hah?!” Ucap Kwangmin sambil mengetuk kening Eun Soo.

Eun soo hanya bisa meringis. Lalu menatap Kwangmin dengan tatapan aneh.

“Kenapa mengajakku kesini? Bukankah tadi sudah kukatakan, untuk membawaku ketempat yang jauh lebih nyaman?” Celoteh Eun Soo sambil mengacak-acak salad dihadapannya.

Dengan wajah kesal, Kwangmin merebut piring berisi salad itu dari hadapan Eun Soo. Eun Soo hanya termangu melihatnya.

“Sudah kukatakan, jangan diacak-acak. Apa kau tak dengar, hah...?!”Ucap Kwangmin ketus.

Raut wajah Eun Soo berubah seketika itu juga. Terkejut, takut dan sedih, semua tergambar jelas dari tatapan matanya.

“Kenapa seperti itu..? Apa aku terlihat seperti  membentaknya...?” Batin Kwangmin.

Tak sanggup menahan bendungan air matanya, Eun Soo pun berlari meninggalkan Kwangmin dengan sejuta pertanyaan dibenaknya.

“Eun Soo-ya...” Teriak Kwangmin, yang sama sekali tak digubris oleh Eun Soo.

Entah apa yang sedang ia pikirkan. Ia pun menaiki bus dengan sangat tergesa-gesa. Hanya dalam hitungan detik, air mata yang sudah ia tahan sejak tadi, tertumpah begitu saja, membasahi pipinya.

Kwangmin terus mencari sosok Eun Soo. Khawatir, takut terjadi apa-apa dengan yeoja itu, ia pun melarikan motor kesayangannya menembus keramaian kota.

Sore itu terasa begitu indah bagi sebagian orang yang merasakan kebahagiaan, tapi tidak untuk sebagiannya lagi. Bagi mereka, sore itu terlihat sangat membosankan. Terlalu banyak beban yang mereka tanggung setiap harinya, hanya untuk mengais sisa-sisa kebahagiaan yang jarang sekali mereka rasakan.

Seorang namja terlihat begitu antusias. Tak lelahnya berkeliling di sebuah mall yang cukup besar. Matanya tak henti-hentinya menatap jeli jejeran tiap barang yang tertata apik pada etalase.

“Kenapa tidak ada satupun toko yang menjualnya...? Bukankah itu bukan termasuk barang langka...? Ada apa dengan toko-toko di mall ini...” Youngmin menggerutu kesal sambil terus melangkahkan kakinya melewati jejeran toko yang memamerkan pajangan-pajangan yang terbuat dari tanah liat yang terlihat sangat unik.

Merasa putus asa dengan pencariannya selama setengah hari, ia pun berbalik bergegas dari mall tersebut. Mencoba mencari peruntungan di toko aksesoris di luar sana.
.
.
Isakan itu malah semakin menjadi saat dia berada dalam pelukan Kwangmin. Kwangmin yang sudah berhasil menemukan tempat pelariannya, kini hanya bisa membelai lembut rambutnya sambil sesekali berkomentar.

“Ya, kenapa malah semakin kencang...” Protes Kwangmin sambil melepaskan pelukannya.
“Kau menginjak kakiku...” Teriak Eun Soo. Ia pun langsung memegangi kakinya yang terasa sakit.
“Mi..mianhae.. A..aku tidak sengaja, sungguh...” Ucap Kwangmin yang ikut-ikutan terjongkok di hadapan Eun Soo, ia pun menghembuskan udara berkali-kali ke arah kaki Eun Soo yang tidak sengaja terinjak olehnya.
“Kau kira aku anak kecil yang jika terluka harus ditiup-tiup seperti itu...” Gerutu Eun Soo sambil mengerucutkan bibirnya.
“Bukannya memang seperti itu...” Kwangmin mengangkat sedikit wajahnya dan memandangi Eun Soo.

Lama ia memperhatikan tiap lekuk wajah dari yeoja di hadapannya hingga si pemilik wajah itu merasa risih.

“Apa yang kau lihat...” Eun Soo menyilangkan kedua tangannya tepat didepan wajahnya.
“Iissh, dasar yeoja aneh...” Gerutu Kwangmin sambil menegakkan tubuhnya kembali dan melangkah meninggalkan Eun Soo.

Eun Soo masih mengelus lembut kakinya yang masih terasa sedikit sakit. Sadar kalau Kwangmin tidak dihadapannya lagi, ia pu menengadahkan wajahnya. Sosok itu memang benar tidak ada dihadapannya, sosok itu sudah menjauh darinya.

“Hey, Kwangmin-ah, jahat sekali kau...” Teriak Eun Soo yang berhasil menghentikan langkahnya. Dan ia pun terdiam disana.
“Hey, kau tak memiliki perasaan, ya...? Tega sekali kau meninggalkan seorang yeoja sendirian di pinggir pantai seperti ini...” Ucap Eun Soo dengan nada meninggi.

Kwangmin pun berbalik. Tanpa perlu menunggu lama, ia sudah ada dihadapan Eun Soo. Menariknya, dan menjatuhkan tubuh Eun Soo di punggungnya. Tanpa sedikitpun berkata-kata, ia pun berdiri dan membawa Eun Soo.

Hembusan angin malam membuat tubuh Eun Soo sedikit merinding kedinginan. Ia pun mempererat pelukannya. Ia sama sekali tak menyadari kalau seorang namja tengah tesenyum senang di balik topi hitamnya.

Sepanjang perjalanan, Eun Soo tak henti-hentinya berbicara. Ia selalu mengeluhkan udara dingin malam itu. Belum lagi tentang kegalauannya soal nilai ujian akhirnya yang benar-benar membuatnya ketakutan. Banyak, terlalu banyak yang ia ucapkan. Kwangmin hanya terdiam, entah mendengarkan atau tidak. Ia sama sekali tak berkomentar sedikitpun. Sepertinya ia sangat berkonsentrasi saat mengemudi.

Kwangmin menghentikan laju sepeda motornya. Membuka helm dan menggantungkannya pada spion.

“Sudah sampai...” Ucapnya datar.
“Oh, sudah sampai, ya. Cepat sekali. Perjalanan yang sangat singkat.” Ucap Eun Soo sambil beranjak turun dan memberikan helm yang ia kenakan pada Kwangmin.

Ia pun bergegas menghampiri pintu pagar yang berdiri dengan kokohnya. Mengamati sang majikan yang baru kembali sejak kepergiannya pagi tadi.

“Iissh, hampir saja lupa...” Eun Soo menepuk keningnya dan berbalik, menghampiri Kwangmin yang siap menstarter motornya.
“Wae...” Ucap Kwangmin yang tersadar kalau yeoja itu belum masuk ke dalam rumah.
“Aku sangat berterima kasih sekali padamu. Kurasa jika kau tak mneghampiriku saat di halte tadi, entahlah, apa yang akan kulakukan. Terima kasih sudah mentraktirku makan ice cream dan salad. Apalagi ya...” Eun Soo menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal.

Kwangmin melirik arlojinya. Menyadari ia seperti diberi waktu beberapa menit saja untuk menyampaikan rasa terima kasihnya, Eun Soo melanjutkannya dengan sedikit tergesa-gesa, bahkan terdengar seperti cerewet. Banyak sekali yang ia ucapkan hanya untuk sekedar salam perpisahan.

“Kurasa itu satu-satunya jalan untuk menghentikan ocehanmu...” Ucap Kwangmin sesaat setelah melepaskan ciumannya.

Eun Soo hanya terdiam terpaku. Ia pun mengerjapkan matanya berkali-kali. Seolah seperti sebuah mimpi baginya.

“Kau sudah mengucapkannya berkali-kali selama perjalanan pulang. Dan sekarang kau mengulanginya lagi. Apa tidak lelah, eum...?” Wajah itu sangat dekat dengan Eun Soo, hingga hembusan nafasnya terasa begitu hangat di pipi Eun Soo.

“Masuk sana, kau bisa sakit jika terlalu lama berdiri di luar seperti ini...” Ucap Kwangmin sambil mengacak-acak rambut Eun Soo dan berjalan kembali menuju motornya.

“Omo... kenapa jantungku berdetak sangat kencang. Apa yang terjadi denganku...” Gerutu Eun Soo setelah Kwangmin beranjak dari hadapannya.
------



* *
~*TO BE CONTINUE*~

0 comments:

Posting Komentar