15 Desember 2012

Boyfriend FanFiction | The Next Love? - Part 3



Boyfriend FanFiction | The Next Love? - Part 3
Main Cast            : Song Eun Soo
                              No Minwoo
Support Cast       : Kim Hyoyeon
                              Jo Kwangmin
                             Jo Youngmin
Genre                  : Romance
Rate                    : T
Length               : Chaptered

Warning : Typo(s) *always like*. Italic + Bold = Flasback.

Chapter 3 : It’me... remember it..?

Semuanya berubah. Setelah kejadian itu, ia menghadapi situasi yang baru. Sebuah catatan kecil, yang mungkin bisa mengembalikan semuanya ke awal.

------
Namja itu menatapi sosok di hadapannya. Dia terlihat sangat sedih.

“Paboyo....” Ucapnya datar. “Neomu paboyo...” Ia memukuli kepalanya sendiri.


Namja itu merasa sangat bersalah sekali karena tak dapat menjaga sosok itu dengan baik. Harusnya ia lebih ekstra menjaga sosok itu. Kini, hanya lewat butiran bening yang mampu ia ungkapkan atas kekesalan serta kecerobohannya.
.
.
“Annyeong...” Sapa seorang namja dengan ramahnya saat memasuki ruang rawat Eun Soo.

Eun Soo hanya menundukkan sedikit kepalanya. Menatap namja itu dengan rasa aneh dan asing.

“Bagaimana kabarmu hari ini...? Sudah merasa baikan,’kah...?” Lagi-lagi namja itu terlihat ramah sekali pada Eun Soo.
“Sudah merasa baikan. Terima kasih sudah mau datang menjengukku. Tapi...” Eun Soo masih menatap heran namja itu.

Sadar kalau sedang diperhatikan lekat oleh yeoja yang dikunjunginya, namja itu mendekati Eun Soo.

“Pasti... kau tak ingat denganku...” Ucap namja itu sambil menunjuk wajahnya sendiri.

Eun Soo hanya mengangguk pelan. Tentu saja dia tak ingat. Bahkan ia sama sekali tidak ingat dengan orang-orang yang sudah datang mengunjunginya selama seminggu terakhir ini setelah kesadarannya pulih.

“Hhm, baiklah kalau begitu. Kurasa... aku harus memperkenalkan diriku, kau terlihat sangat bingung sekali. Eotte...?” Namja itu mulai merapikan detail tiap lekukan kemeja yang ia kenakan.

Lagi-lagi Eun Soo hanya menjawab lewat sebuah anggukkan kepala.

“Annyeong... jeoneun Han Dong Woo imnida. Ada yang kau ingat dariku...?” Namja itu memutar-mutarkan jarinya dekat pelipis kepala.
“Han... Dong... Woo...” Eun Soo mengeja nama namja itu.
“Ne...” Namja itu terlihat bersemangat karena sepertinya Eun Soo mengingat sesuatu.
“Wajahmu sangat tidak asing bagiku. Sepertinya kita sangat dekat. Apa itu benar...?” Tanya Eun Soo dengan wajah polosnya.
“Ne, tentu saja. Kita memang dekat.” Namja itu mengayun-ayunkan tangannya tanda kalau mereka bedua memang kenal dekat.
“Tapi, aku masih belum bisa ingat apa-apa tentangmu. Mianhae...” Ucap Eun Soo dengan rasa bersalah.
“Gwaechana... mungkin terlalu sulit untuk mengingatnya. Janga terlalu dipaksakan nanti....” Kalimat namja itu berhenti seketika saat mendengar rintihan Eun Soo yang kesakitan.
“...kepalaku....” Eun Soo memegangi kepalanya.

Sontak, namja itu jadi panik melihatnya.

“Chamkanman... akan segera kupanggilkan uisa. Chamkanman....” Namja itu sangat panik, bahkan jadi lebih panik karena Eun Soo terus saja mengeluhkan rasa sakit di kepalanya.
.
.
“Bagaimana dengan keadaannya...?” Namja itu langsung bertanya sesaat setelah uisa keluar dari ruang rawat Eun Soo.
“Sebenarnya, temanmu baik-baik saja. Itu hanya efek dari benturan di kepalanya. Sepertinya ia berusaha untuk mengingat sesuatu. Ia terlalu keras untuk mencoba mengingatnya, maka daripada itu, rasa sakitnya muncul. Kuharap, kau bisa sedikit membantunya untuk tidak melakukan hal itu lagi. Itu masih cukup berbahaya bagi kondisi tubuhnya yang masih sedikit lemah.” Ujar uisa panjang lebar.
“Aa, ne, araso. Kamsahamnida...” Ucap namja itu sambil sedikit membungkukkan tubuhnya.

“Ya, Eun Soo, kau benar-benar tak ingat padaku. Tidak adil, benar-benar tidak adil.” Namja itu menggerutu kesal.

Melangkahkan kembali kakinya menuju ruang rawat Eun Soo. Saat hendak memasuki ruang, namja itu melihat Eun Soo tengah menikmati wangi harum dari rangkaian bunga yang di bawanya.

“Walau terlihat pucat, kau tetap saja terlihat cantik.” Namja itu mengamatinya dari kaca kecil yang terdapat di pintu.

Memandanginya sambil tersenyum manis.

“Haruskah aku menjadi orang lain, hanya untuk dekat denganmu...” Namja itu menghela nafas panjang, sebelum akhirnya memutuskan untuk melanjutkan langkahnya memasuki ruangan.

Kreek...

Eun Soo menoleh ke arah pintu.

“Apa kata uisa...? Aku baik-baik saja,’kan, Dong Woo...?” Tanya Eun Soo sambil tersenyum manis padanya.

“Dong Woo... Ya, Eun Soo, tahukah kau... itu bukan aku...” Namja itu menatapnya kosong.

“Ya, Dong Woo... gwaechana...” Eun Soo mengibaskan kedua tangannya.

“Kenapa terasa sangat perih sekali saat kau mengucapkan nama Dong Woo...” Namja itu hanya tersenyum tipis.

“Aa... kata uisa.. kau harus lebih banyak beristirahat. Kau tidak boleh memaksakan otakmu untuk bekerja ekstra. Kau mengerti maksudku,’kan...?” Namja itu mengulang sebagian pesan uisa sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Geuraeyo?” Tanya Eun Soo memastikan.
“Ne...” Namja itu melangkah lagi mendekati Eun Soo.
“Ini darimu...?” Tanya Eun Soo sambil menunjukkan bucket bunga yang ia genggam.
“Choayo...?” Tanya namja itu sambil menggigit bibir bawahnya.
“Neomu choa... yeppeuda...” Ucap Eun Soo sambil tersenyum manis.

“Akhirnya aku bisa melihat senyum manismu lagi, Eun Soo...” Ucap namja itu dalam hati.

Mereka menghabiskan sore itu bersama. Dan lihatlah... kini sebuah senyum manis sudah menghiasi wajah Eun Soo. Seorang pasien yang koma selama 17 hari. Dan ini, hari ke-7-nya setelah sadar dari komanya.

“...kau tahu... aku sangat bersyukur sekali, Dong Woo...” Ucap Eun Soo sambil menikmati pemandangan langit di sore hari.
“Wae...?” Tanya namja itu singkat.
“Ternyata... masih banyak orang yang masih peduli dengan keberadaanku. Bukankah itu hal yang sangat indah...?” Eun Soo memalingkan wajahnya, memandangi sosok namja yang terduduk di sampingnya.
“Indah. Memang sangat indah.” Ujar namja itu sambil menatap luas langit berwarna jingga di atas sana.
“Dong Woo...” Panggil Eun Soo sedikit manja.

Namja itu hanya memalingkan wajahnya, menatapi yeoja di sebelahnya dengan tatapan hangat.

“Maukah kau menghabiskan sore hari bersamaku, setiap hari...” Tanya Eun Soo ragu.
“Apa sudah ingat tentangku...?” Namja itu balik bertanya.
“Ani, tapi...” Eun Soo menghela nafas panjang. “..Entahlah, aku sendiri juga tidak mengerti. Tapi yang jelas, aku sangat nyaman sekali berada disisimu. Kau mau menemaniku sampai ingatanku pulih,’kan...?” Tanya Eun Soo lagi.
“Baiklah. Aku akan selalu disimu hingga ingatanmu pulih.” Namja itu mengelus lembut rambut Eun Soo yang tergerai panjang.

“Eun Soo... tahukah kau...” Namja itu menatap teduh wajah Eun Soo.
“Neomu bogoshipo... Hal seperti ini yang sangat kurindukan.” Namja itu melemparkan arah pandangannya ke langit luas berwarna jingga sambil tersenyum.
“Duduk berdua hanya beralaskan karpet hijau segar. Beratapkan langit jingga. Berselimut udara hangat. Ya, ini yang sangat kurindukan semenjak... kepergianku hari itu...” Lagi-lagi ia hanya mencurahkan isi hatinya pada langit sore.

“Dong Woo....” Suara Eun Soo membuyarkan ratapan sorenya dan beralih memandangi Eun Soo.

“Aku ingin kembali ke kamar. Bisa tolong aku...?” Eun Soo memamerkan sederetan gigi putihnya.

Namja yang beralibi memiliki nama Han Dong Woo itu hanya tersenyum. Beranjak dan mengulurkan tangannya tepat di hadapan wajah Eun Soo. Mencoba membantunya untuk berdiri dan memapahnya kembali menuju kamar.

“Masih cukup banyak waktu untukku. Setidaknya hingga kau benar-benar pulih. Walau setelahnya, aku harus meninggalkanmu lagi, Eun Soo...” Namja itu mengusap lembut pipi Eun Soo, menyalurkan seluruh hasrat kerinduannya yang selama ini terpendam.

Yeoja di hadapannya tak bergeming sedikitpun. Hanya sesekali membenarkan posisi kepalanya. Terlelap, ya, Eun Soo sudah terlelap. Dan sudah terbuai dalam alam mimpinya... yang indah.
.
.
Cukup lama, ya, sudah sangat cukup lama Eun Soo di rawat dirumah sakit. Ia mulai merasa jenuh dengan suasana rumah sakit. Sangat ingin sekali segera kembali ke rumahnya. Terutama kamarnya, ya, dia merindukan ruang kamarnya.

“Ya, uisa... sampai kapan aku harus terus berada di ruangan ini... aku bosan...” Gerutu Eun Soo manja sesaat setelah uisa memeriksa kondisi tubuhnya.

Uisa terkekeh kecil, “ Kukira... kau tidak pernah bosan berada di kamar ini. Kau itu kan jarang sekali keluar dari kamar, kenapa kau bisa bilang kalau kau bosan berada di sini...?” Uisa itu masih saja terkekeh mendengar gerutuan Eun Soo.

“Ya, uisa...” Kini wajah Eun Soo terlihat memelas, meminta belas kasih dari uisa, agar bisa segera di pulangkan ke rumahnya.

Uisa hanya tersenyum menatapi wajahnya.

“Ya, ya, ya... kau sudah bisa pulang besok pagi. Tapi ingat pesanku, ingatanmu belum sepenuhnya pulih. Jadi, jika ada yang terlewatkan dari otakmu, jangan sesekali memaksakannya untuk mengingat. Jika itu sampai terjadi, kau bisa terpenjara lagi disini.” Jelas uisa mengingatkan, layaknya seorang songsaenim berpesan pada muridnya.

“Aa, ne. Araso... aku pasti akan mengingatnya.’ Ucap Eun Soo dengan percaya dirinya sambil tersenyum dengan manisnya pada uisa.
“Kalau begitu, kau istirahatlah. Supaya besok, kau punya cukup banyak tenaga. Sepertinya kau akan mendapatkan banyak kejutan di hari pertama kepulanganmu ke rumah.” Uisa mengusap lembut kepala Eun Soo.
“Ne...” Sahut Eun Soo girang.
“Sillyehamnida, annyeong...” Uisa pun beranjak dari ruangan Eun Soo.

Eun Soo hanya senyum-senyum kegirangan, mendapati berita yang sangat ingin dia dengar selama beberapa terakhir ini.

“Yeay... akhirnya besok aku bisa kembali kerumah.” Eun Soo menghela nafas panjang. “Kembali lagi dengan aktifitasku, omo... sudah lama tidak pergi ke sekolah lagi.” Eun Soo memegangi kedua pipinya. “Memulai dari awal lagi. Ya, dari awal. Aku pasti bisa. Ya, Song Eun Soo, kau pasti bisa. Fighting..!!” Eun Soo menyemangati dirinya sendiri.

Hari mulai gelap, dan besok adalah hari yang ditunggu-tunggu. Memulai semuanya dari awal. Seperti orang yang baru kembali dari tempat perasingan. Buta akan semuanya. Akankah dia mampu melewatinya... entahlah, hanya waktu yang bisa menjawabnya.
.
.
Eoseowa (selamat datang), Eun Soo......” Semua orang yang ada disana berteriak bersama, menyambut datangnya kembali Eun Soo ke rumah.

Door.. taar.. tarr.. tuk..tuk.. plup...

Terdengar suara kemeriahan dari rumah minimalis itu. Tawa ceria ikut meramaikan pesta kejutan kecil yang memang sudah di persiapkan oleh orang terdekatnya.

“Kalian menyambutku...” Ucap Eun Soo polos.

Dalam seketika, gelak tawa terkuak lagi. Mereka benar-benar terlihat sangat bahagia. Ada appa, eomma, Hyoyeon dan teman-teman dekat Eun Soo lainnya.

“Tentu saja... kami sangat merindukanmu, Eun Soo...” Sahut Hyoyeon samil mencubit kedua pipi milik Eun Soo.

Eun Soo bahagia, sangat bahagia. Bisa bertemu dan melihat mereka lagi, bahkan sesuka yang ia mau.

“Dong Woo... mana dia...kenapa tidak datang...” Eun Soo ingat akan sosok itu.

Sosok yang selalu menemaninya setiap sore. Menghabiskan sore hari bersamanya, setiap harinya. Walau ia belum ingat betul, tapi ia merasa sangat senang.

Dong Woo, ya, namja itu hanya memandangi Eun Soo dari kejauhan. Ikut merasakan kebahagiaan yang terdengar dan terlihat oleh kedua bola matanya. Tersenyum menatapi Eun Soo dari balik tirai coklat muda di ruang depan.

“Chukkae... Eun Soo...” Namja itu tersenyum tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya dari yeoja itu.

Semilir angin bertiup. Memainkan anak rambut seorang namja yang mengaku bernama Han Dong Woo.

Eun Soo masih sibuk mencari sosoknya di dalam sana. Meraih ponsel dan mencoba menghubungi namja itu.

“Nomor yang anda tuju sedang....” Customer service berkicau dengan santainya.

“Ya, Dong Woo. Kau kemana...? Kenapa tak datang...? Aku ingin menceritakan sesuatu padamu...?” Ucap Eun Soo lirih.

Mata indahnya menangkap sesosok tubuh tengah berdiri di depan halaman rumahnya. Ia pun sedikit berlari menuju jendela, memastikan namja yang berdiri disana.

Tepat di depan jendela, ia sama sekali tak melihat sosok namja yang ia lihat sekilas.

“Sepertinya tadi ada yang berdiri disana. Dia menatap ke arahku sambil tersenyum manis. Tapi kemana...?” Karena penasaran Eun Soo pun berjalan menuju pintu lalu membukanya.

Tidak ada, ya, namja itu memang tidak ada. Tapi satu hal pasti yang ia yakini. Wangi parfum itu.

Eun Soo menghirup dalam-dalam wangi itu.

“Aku seperti mengenal wangi ini...” Eun Soo melayangkan jauh pandangannya.

Berjalan perlahan melewati ambang pintu rumahnya. Dan saat teringat, ia pun berteriak.

“Dong Woo... Han Dong Woo...” Eun Soo sedikit berlari mencari sosok itu.

Berlari hilir mudik mencari namja yang selalu menemani akhir sorenya.

“Han Dong Woo... aku tahu itu kau... Kau dimana...?” Eun Soo mulai berteriak lagi.

“Aku disini, Eun Soo...” Batin Dong Woo.

“Han Dong Woo...” Ia masih saja belum menyerah untuk mencarinya.

“Eun Soo... aku disini... dan aku... aku...” Kini mata Dong Woo terlihat mulai berkaca-kaca.

“Dong Woo... aku tahu kau masih disini.... Han Dong Woo...” Eun Soo sama sekali tak memperhatikan langkahnya. Dan....

Buugh...

Refleks, Dong Woo beranjak dari tempat persembunyiannya. Tersadar ia harus meninggalkan yeoja itu, ia pun membatalkan niatnya untuk menolong Eun Soo.

“Mianhae, Eun Soo...” Butiran bening itu mulai jatuh membasahi pipi Dong Woo.

“Aaargh.. kakiku...” Ucap Eun Soo lirih sambil memegangi lututnya yang tergores.

“Mianhae... aku sudah harus meninggalkanmu.” Ia menatapi yeoja itu tengah di tolong oleh Hyoyeon.

“Kajja... kita bersihkan lukamu dengan alkohol, ne. Nanti bisa iritasi...” Paksa Hyoyeon.
“Tapi aku... aku...” Eun Soo nyaris memberontak.
“Kau tidak mau membuat yang lain khawatir lagi, bukan...” Tukas Hyoyeon memperingatkan.
“Ne... araso...” Dengan berjalan sambil dipapah oleh Hyoyeon, Eun Soo masih menoleh ke belakang, memastikan kalau Dong Woo memang berada disana. Dan alhasil, semua itu sia-sia.

“Eun Soo...” Namja itu menatap nanar punggung Eun Soo yang kian lama makin tak terlihat oleh matanya.

“Mianhae... harus muncul bukan sebagai diriku yang sebenarnya. Dan mianhae... harus pergi tanpa pamit.” Cukup lama ia terpatung disana, memandangi kesedihan yang terpancar di wajah Eun Soo.

~o*0*o~
...
“Ya, Dong Woo... berikan apel itu padaku...” Rengek Eun Soo.
“Ani. Apel ini hanya untukku...” Dong Woo mulai berlari lagi menghindari Eun Soo.
“Ya, sudahlah... aku lelah tahu....” Eun Soo terdiam sambil memegangi kedua lututnya.
“Payah, baru segitu saja sudah lelah.” Goda Dong Woo sambil menjulurkan lidahnya ke arah Eun Soo.
“Ya, liat saja nanti. Akan kubalas kau setelah aku sembuh.” Ucap Eun Soo ketus.

Dong Woo hanya tertawa melihat Eun Soo yang tengah kesal karena sikapnya.

“Ya... kau lucu sekali kalau sedang kesal seperti itu, Eun Soo...” Namja itu terkekeh melihat Eun Soo yang semakin kesal.
“Iissh... menyebalkan...” Ucap Eun Soo sambil mengerucutkan bibirnya.

Dong Woo menatapi jam tangannya.

“Sepertinya harus segera kembali ke ruangan lagi. Sebentar lagi kau harus diperiksa. Kajja...” Dong Woo berjalan lebih dulu.

“Ya, Dong Woo... kenapa aku ditinggal...” Teriak Eun Soo manja.
“Aaiissh... aku lupa...” Dong Woo berbalik dan menghampiri Eun Soo.
“Kau jahat sekali...” Gerutu Eun Soo manja.
“Mianhae...” Sederetan gigi putih menghiasi wajah tampannya. “Kajja...” Namja itu langsung menggandeng tangan Eun Soo.

Eun Soo hanya tersenyum dan mengikuti langkah kaki namja yang menggenggam tangannya.
.
.
“Dong Woo-ya...” Panggil Eun Soo lembut.

Dong Woo mengalihkan pandangannya ke paras cantik yeoja disampingnya.

“Gomawoyo...” Eun Soo tersenyum dengan manisnya malam itu.
“Untuk apa...?” Dong Woo sedikit mendekatkan wajahnya pada Eun Soo, menatapi mata yeoja itu lekat.
“Hhm... untuk apa ya...” Eun Soo menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, salah tingkah ditatapi seperti itu oleh namja yang tengah menemaninya.
“Apa...?” Dong Woo menyunggingkan senyumnya sambil terus mendesak Eun Soo dengan tatapannya.

Eun Soo hanya bisa terdiam. Ia tak tahu harus berkata apa.

“Ya... hentikan tatapan dan senyumanmu itu...” Ungkap Eun Soo ketus, mengerucutkan bibir tipisnya.

Dong Woo hanya terkekeh.

“Sudah kubilang hentikan...” Lanjutnya Eun Soo yang memberikan penekanan pada akhir ucapannya. “...aku...aku merasa terpojok tahu...” Eun Soo melengkapi kalimatnya lagi.

Mendengar pengakuan yeoja di sebelahnya, Dong Woo terkekeh. Ia benar-benar tak pernah menyangka kalau Eun Soo akan berkata seperti itu.

“Kenapa harus merasa seperti itu, hah?!” Ucap Dong Woo sambil tersenyum tipis kearahnya.
“Bukankah sudah kukatakan, apa kau tidak dengar, hah?!” Ucap Eun Soo ketus, wajahnya memerah karena kesal sekaligus malu.

Malu, ya, malu. Ia akui namja disampingnya itu sangatlah manis dan tampan. Yeoja mana yang tak luluh hatinya saat melihat namja itu tersenyum. Oh, God... benar-benar sangat manis.

“Cepat akui saja...” Ucap Dong Woo yang seraya membuat Eun Soo mengernyitkan keningnya.

“Apa maksudmu...?” Ucap Eun Soo yang terdengar sedikit tersipu.

Ketahuan, ya, tentu saja ketahuan. Semuanya tergambar jelas di wajah dan mata Eun Soo. Namja itu mengetahui perasaan Eun Soo yang setidaknya sudah mulai menyukainya.

“Yang kau katakan tadi itu bukan sebuah alasan. Kau mau menghindarinya...?” Lagi-lagi Namja itu mendekatkan wajahnya lagi.

Eun Soo menahan nafasnya sekuat yang ia mampu. Jantungnya berdetak tak karuan. Nafasnya mulai terasa berat. Saat kedua pasang mata bola itu saling bertemu, entah seperti apa wajah Eun Soo.

Hanya hitungan detik, Dong Woo berhasil mendapatkan bibir tipis yeoja dihadapannya. Sontak, Eun Soo membulatkan matanya. Terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Dong Woo.

“Dong Woo...” Ucapnya lirih dalam hati.

Ada rasa yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata saat bibir Dong Woo tepat menyentuh bibirnya.

“Rasa ini... rasa ini...” Batin Eun Soo yang seraya mengingatkannya pada seseorang.

Film itu terputar dengan cepatnya di dalam otak Eun Soo.

“Minwoo... No Minwoo... apa ini kau...?” Batin Eun Soo rasanya ingin berteriak.

Entah apa yang ada dalam otaknya. Nama itu terlintas begitu saja di dalam benaknya.

“Ya, Eun Soo... kau itu sekarang sudah menjadi yeojachinguku... apa aku tak boleh memelukmu, eum...” Kata-kata No Minwoo terdengar dengan beningnya di telinga Eun Soo.

“Kenapa aku merasa kalau kalian sangatlah mirip...” Batin Eun Soo.

Entah mendapat instruksi dari mana, Eun Soo membalas kecupan Dong Woo. Bahkan mereka terlarut  semakin dalam, hingga terdengar samar-samar suara dercikan yang tercipta dari ‘aktifitas’ yang tengah mereka lakukan.

“Eun Soo... apa kau sudah mengingatku...” Batin Dong Woo setelah beberapa lama mereka melakukan aktifitas itu.

Perih, ya seperti terisis. Itu yang dirasakan Dong Woo. Sekalipun ia mencurahkan isi hati yang sebenarnya lewat kecupan bibirnya, ia tak yakin kalau Eun Soo akan mengingatnya.

Suara dercikan terakhir dari kecupan mereka terdengar begitu jelas di telinga keduanya.

Masih dengan tangannya yang memegangi wajah Eun Soo dan jarak wajah yang sangat dekat Dong Woo tersenyum tipis.

“Bibirmu ternyata terasa sangat manis. Seperti sebuah ‘dessert’. Kau tahu itu...” Dong Woo menatapnya nakal.
“Mwoya...?!” Eun Soo kaget mendengar pengakuan Dong Woo.

Tak lama ia tertunduk. Mencoba menutupi wajahnya yang menurutnya mulai memerah.

“Ya... lihatlah wajahmu... “ Ucap Dong Woo sambil tertawa.

Eun Soo hanya bergeming, sama sekali tak bersuara. Pipinya bersemu merah karena godaan Dong Woo.

Mengetahui Eun Soo tengah tersipu malu karenanya, ia pun ‘beraksi’ lagi.

“Jika besok aku meminta ‘dessert’ seperti itu lagi padamu, apa kau akan memberikannya lagi padaku...?” Ucap Dong Woo dengan wajah menggodanya.

Tuuk...

Sebuah ketukan berhasil mendarat dengan mulusnya di kepala Dong Woo.

“Apa maksudmu itu, hah...?!” Ucap Eun Soo ketus.

Dong Woo hanya terkekeh, memegangi kepalanya yang sakit sambil melihat sikap Eun Soo yang berusaha menutupi rasa groginya.
~o*0*o~
.
.
2 bulan sudah Eun Soo menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Selama itu pula, ia tak pernah menemukan sosok Dong Woo. Ponselnya pun tak pernah berhasil ia hubungi.

Sudah selama itu pula, ingatannya mulai pulih. Sebuah kemajuan yang sangat signifikan dari daya kerja otaknya.

“Chaa...” Sontak Eun Soo terkaget dengan kehadirannya yang tiba-tiba.
“Ya, apa yang kau lakukan... Kau hampir membuat jantungku mau copot tahu...” Ucap Eun Soo ketus.
“Salahmu sendiri, siapa suruh melamun di tempat seperti ini...” Ucap namja itu tak mau kalah.
“Kau... iisshh...” Eun Soo selalu kesal jika bertemu dengan sosok yang satu itu, entah kenapa.

Cukup lama mereka terdiam setelahnya. Tak ada satupun yang mau memulai membuka percakapan di siang yang cukup terik itu.

“Hey, apa kau sudah siap menghadapi ujian kelulusan nanti...?” Ucap Kwangmin membuka perbincangan mereka lebih dulu.
“Kenapa harus tidak siap...” Ucap Eun Soo datar.

Kwangmin hanya mengernyitkan dahinya. Kalimat itu terdegar sangat menggantung di telinganya.

“Apa gunanya belajar dengan hyungmu...” Ucap Eun Soo dengan mimik yang berbeda dengan sebelumnya.
“Selalu saja tidak pernah tertebak...” Gerutu Kwangmin jelas.

Eun Soo menghela nafas panjang.

“Hey, Eun Soo-ya... apa kau sudah ingat semuanya...” Selidik Kwangmin yang berhasil menghancurkan kedamaian hati Eun Soo.

Eun Soo menatapnya tajam.

“Kau tidak mungkin tidak mengerti perkataanku,’kan...?” Ucap Kwangmin ketus.
“Untuk apa kau tanyakan itu...?” Ucap Eun Soo sambil bangkit, berdiri dari bangku taman, dekat sekolahnya.
“Jawab dulu, baru pergi.” Ucap Kwangmin datar sambil memegang tangan Eun Soo yang berhasil ia raih.
“Belum hingga bagian terkecilnya.” Ucap Eun Soo dingin.

Entah kenapa, setiap ada yang menanyakan tentang daya ingatnya, Eun Soo berubah menjadi yeoja yang dingin.

“Ya, kenapa menjawab sedingin itu...?! Apa aku salah bicara...” Protes Kwangmin.

Eun soo hanya terdiam. Menepis tangan Kwangmin yang bertengger di lengannya dan pergi. Menjauh, sejauh mungkin dari namja itu.

“Ya, Eun Soo-ya... kenapa tiba-tiba kau sedingin itu padaku... Bukankah, kau biasanya akan marah-marah jika aku bertanya soal ingatanmu... Apa yang sebenarnya terjadi denganmu...” Batin Kwangmin bertanya-tanya.
.
.
Kwangmin menatap pilu langit cerah malam ini.

“Ya, Eun Soo-ya... kenapa kau selalu menari-nari di otakku...” Gerutu Kwangmin dalam hati sambil mengusap-usap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Langit gelap malam itu, terasa semakin gelap bagi Kwangmin. Semenjak hari itu, dimana ia mendapati sosok Eun Soo yang mendingin padanya, hatinya terasa sedikit perih. Setiap mengingatnya, hatinya pasti merasa perih.

Di sisi ruang lain, hyungnya, Youngmin, sedang senyum-senyum sendiri sambil menatapi langit gelap yang terasa begitu terang baginya.

Ya, dia sedang bahagia. Akhir pekan nanti, ia akan mengajak Eun Soo berjalan-jalan. Setidaknya untuk me-refresh-kan otak Eun Soo sebelum menghadapi ujian kelulusan di hari senin.

“Eun Soo-ya... aku jadi tidak sabar menunggu hari sabtu nanti...” Batin Youngmin sambil tersenyum sipu.

Kembali menatapi langit dan terpejam.

“Waktu... cepatlah berganti...” Youngmin membuka kembali kelopak matanya, kiranya, itulah yang diharapkan Youngmin.
.
.
“Menatapmu tersenyum seperti itu, membuah hatiku terasa damai...” Diam-diam namja itu memperhatikan Eun Soo yang tengah tersenyum di balik tirai kamarnya.

Eun Soo terlihat membuka kaca jendelanya. Menghirup angin malam sebisa yang ia hirup. Menatapi langit malam sambil tersenyum.

“Kau lebih bersinar terang dibanding terangnya sinar malam ini...” Lagi-lagi namja itu berbicara pada dirinya sendiri.

Menatap luas langit malam, sejauh yang bisa ia jangkau.

“Apa kau merindukanku...?” Ucap namja itu lagi.

“Bisakah aku memutar waktu agar lebih cepat berganti...?” Ungkap Eun Soo.

“Ingin sekali rasanya berada disisimu, sekarang...” Tanpa sadar air mata telah terbendung di mata namja itu.

“Mungkin ini sudah saatnya, aku harus bisa...” Ucap Eun Soo menyemangati dirinya.

“Apa masih ada sedikit ruang di hatimu, untukku...” Butiran itu jatuh begitu saja tanpa permisi. Ia sudah tak sanggup lagi untuk melihatnya. “...sepertinya kau sudah melupakanku, Eun Soo...” Namja itu pun terlihat pilu.

Yeoja yang masih ia cintai sampai detik ini, sudah tak mengingatnya lagi. Apakah posisinya sudah tergeser oleh namja lain...?
.
.
Berjalan, menyusuri jalan setapak yang masih tertutup oleh sisa salju. Langit begitu cerahnya. Kicauan burung terdengar merdu. Semilir angin memainkan anak rambutnya, mengajaknya menari menyambut datangnya musim semi.

Rerumputan hijau tersembul di balik tumpukan salju yang mulai mencair. Lihatlah, taman itu begitu indah. Kupu-kupu, kumbang, menari-nari tanpa henti. Mencari setangkai bunga yang mekar untuk menghisap sarinya. Terdiam, tertegun. Menatapi betapa indahnya ciptaan sang Tuhan.

Wajah cerah menghiasi setiap insan di penghujung musim semi. Tak sabar, menanti bergantinya wajah baru yang akan menghiasi setiap langkah mereka kelak.

Dari kejauhan nampak 2 anak adam tengah bermesraan. Tak sadar, mereka sedang dimata-matai.

“Kenapa harus seperti ini...” Ucap namja itu lirih sambil memegangi dadanya yang mulai terasa sesak.

2 sosok anak adam yang sedang ia intai terlihat begitu mesra. Sungguh, pemandangan yang menyakitkan baginya.

“Jadi... aku sudah tergeser...” Keluh namja itu.

Binar-binar kristal muncul dari matanya. Ia sudah tak sanggup melihat kemesraan mereka. Bening-bening air mata pun tumpah, membasahi wajahnya yang sedikit bersemu merah karena tersorot sinar matahari.

Tak adil. Ia berpikir Tuhan memang tidak adil.Kenapa harusdia yang lebih dulu pergi  meninggalkan seseorang yang dincintainya begitu cepat.

“Kenapa Kau memberikan semua hal ini padaku...” Protes namja itu.

Air mata itu masih saja membasahi wajah imutnya.

“Jika memang sudah tak ada, ya, tak ada...” Ucapnya yang mulai terdengar serak. “...Kau tak adil...” Ia memegangi dadanya yang mulai terasa sakit, nafasnya makin memberat, hingga terdengar isakkan dari mulutnya.

“Kenapa kau harus memberikanku sebuah keistimewaan jika pada akhirnya aku harus melihatnya bermesraan dengan namja lain...” Suaranya nyaris tak terdengar.

Walau terasa makin sakit, tetap saja dia melihat 2 anak adam itu bermesraan.

“Haruskah aku muncul di tengah-tengah mereka...” gumam namja itu lagi.

Mata namja itu pun terbelalak. Bola matanya terlihat seperti membesar. Mereka yang sedari tadi ia intai, mengulangi hal yang sama untuk ke-2 kalinya, yang membuat hati namja itu makin tersayat cukup dalam.
------



*Apa yang akan dilakukan namja itu...? Berlari untuk menghindar...? Marah...? Mencoba menghentikannya...? Atau menerimanya walau hatinya terasa sangat sakit...?*
~*TO BE CONTINUE*~

0 comments:

Posting Komentar