Boyfriend
FanFiction | The Next Love? - Part 5
Main Cast :
Song Eun Soo
No Minwoo
Support Cast :
Kim Hyoyeon
Jo Kwangmin
Jo Youngmin
Genre :
Romance
Rate :
T
Length :
Chaptered
Warning : Typo(s) *always like*. Italic +
Bold = Flasback.
Chapter
5 : Just Looking at You...
Entah
kenapa jantungnya berdegub begitu kencang. Hari itu, hari yang selalu
dinantikannya selama bertahun-tahun. Wajah serta senyum yang sangat ia
rindukan. Sosok itu, ya, akhirnya sosok itu bisa ia sentuh lagi.
------
Ia pun menarik panjang nafasnya
berkali-kali. Melangkah dengan pasti mendekati sebuah rumah yang mungkin akan
terasa sedikit asing baginya.
Ia pun menatap arlojinya, mencoba membuat
skenario waktu kedatangan yang tepat.
Tepat pukul 11 siang, saat dimana tak ada
siapa-siapa di rumah itu, kecuali seorang yeoja yang kini berusia 21 tahun.
Deg
deg.. deg deg..
Degup jantungnya terasa semakin kencang
ketika jarinya menyentuh tombol bel rumah.
“Siapa disana...?” Ucap seseorang dari dalam
sana.
“Ini aku... Jo Youngmin...” Sahutnya.
“Kau rupanya, silahkan masuk...” Ucap
seseorang dari dalam sana yang terdengar ceria.
Ia pun melangkahkan kakinya dan membuka
pintu pagar.
“Ah, hampir saja...” Keluh seorang namja
dari balik sisi tembok rumah Eun Soo. Ia terus menatap punggung namja yang
masuk ke dalamnya.
Saat itu, di waktu yang nyaris bersamaan,
seorang namja yang misterius dan Youngmin, tiba di waktu bersamaan. Dengan
cepatnya ia menghindar, setelah ia mengetahui kedatangan namja yang bernama
Youngmin.
.
.
Kwangmin tenggelam dalam alunan musik yang
berdentum di telinganya. Kepalanya terangguk mengikuti alunan irama musik.
Duduk dan bersandar pada bingkai jendela, dengan selembar foto di tangannya.
“Ini sangat mustahil...” Ucap Kwangmin setelah
menatap foto yang dipegangnya.
Menggigit bibir bawahnya dan menatap ragu
foto itu lagi.
“Kau...” Ia terlihat sangat stres. Diletakkan
begitu saja foto yang ia pegang tadi tepat di depan jemari kakinya.
‘Tak ada satupun darimu yang masuk dalam daftar
yeoja kriteriaku, tapi kenapa kau...” Lagi-lagi Kwangmin menggantungkan
kalimatnya.
Ingin rasanya menyalahkan yeoja itu. Yeoja
itu memang terlihat biasa-biasanya saja. Tak ada yang mencolok darinya. Tapi
justru karena kesederhanaanya, yeoja itu mampu membuat Kwangmin terus
memikirkannya.
Kwangmin tertawa sendiri saat melihat foto
itu, “Kurasa, aku sudah gila...”. Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya sambil
terus tertawa.
“Gelap...” Ucap Kwangmin sambil menatapi
langit yang mulai mendung. Ia terus menatapi langit mendung itu.
Butiran air jatuh tepat di wajah Kwangmin.
Ia pun menyentuh pipinya.
“Hujan... akan turun hujan...” Ucapnya
sambil terus memandangi langit yang semakin gelap.
“Hyung...” Ia teringat dengan saudara
kembarannya yang mungkin masih berada di luar sana.
Hujan turun dengan lebatnya secara
tiba-tiba. Kwangmin berlari keluar dari kamarnya dan menuju ruang tv yang
terletak di lantai dasar.
“Kenapa tergesa-gesa seperti itu? Ada apa?”
Ucap Youngmin heran.
“Kau... kau sudah kembali...” Ucap
Kwangmin.
“Iya, aku memang sudah kembali. Ada apa?”
Youngmin terlihat makin heran.
“A.. hhm, gwaechana. Ne, gwaechana...”
Ucapnya sambil tersenyum simpul.
Youngmin semakin heran dekat sikap
dongsaeng 6 menitnya itu. Tidak biasa-biasanya Kwangmin bersikap seperti itu,
seperti mengkhawatirkan keadaannya. Sekalipun dongsaengnya sudah terduduk
santai di sebelahnya, ia masih menatapnya heran.
“Ya, waeyo? Kenapa menatapku seperti itu?”
Keluh Kwangmin yang mulai merasa risih.
“Memangnya kenapa?” Youngmin berbalik
bertanya.
“Iissh...” Desis Kwangmin, yang langsung
disambut kekehan Youngmin.
“Aku itu memang jauh lebih tampan darimu,
hyung. Kau baru menyadari itu, eum?” Ucap Kwangmin dengan penuh percaya diri.
Tuuk...
Sebuah jitakan mendarat mulus di kepala Kwangmin.
Ia pun meringis kesakitan dan menatap hyungnya tajam.
“Sepertinya kau terlalu banyak mengkonsumsi
obatmu itu, Kwang...” Ucap Youngmin datar sambil menatap layar ponselnya.
“Iissh, menyebalkan.” Cibir Kwangmin yang
kemudian merebut remote dan mengganti saluran televisi secara acak.
Tingkah Kwangmin yang terlihat
kekanak-kanakan itu mampu membuat hyungnya tersenyum senang.
“Akui
saja kalau kau mengkhawatirkanku, Kwang... Dugaanku itu sudah pasti benar,
’kan? Buktinya saat hujan turun lebat dengan cepatnya, kau langsung berlari ke
bawah, hanya untuk melihatku sudah kembali atau belum. Bahkan kau membahayakan
dirimu sendiri. Kau tahu, kau bisa terjatuh kalau berlarian di tangga...” Gerutu Youngmin dalam hati sambil menatap
dongsaengnya yang sudah asik dengan salah satu acara yang disiarkan oleh
stasiun televisi lokal.
.
.
“Kau...” Eun Soo terpekik melihat sosok
namja dihadapannya.
“Annyeong... bolehkah aku...” Belum sempat
menyelesaikan kalimatnya, namja itu jatuh tersungkur dihadapan Eun Soo tiba-tiba.
Refleks, Eun Soo pun terduduk, mencoba
melihat keadaan namja itu.
“Omo... kenapa tubuhnya sedingin ini...”
Ucap Eun Soo setelah ia memegang lengan namja itu.
Dengan susah payah, ia mencoba memindahkan
tubuh namja itu sendirian. Karena tak mampu mengangkatnya, ia pun memutuskan
untuk menggeret tubuh itu ke ruang tengah dan segera mencari bantuan.
“Bagaimana, apa dia baik-baik saja?” Tanya
Eun Soo khawatir setelah melihat uisa keluar dari dalam kamarnya.
“Dia tidak apa-apa. Hanya kedinginan saja.
Jika sudah siuman, berikan secangkir teh hangat untuknya.” Jelas uisa.
Eun Soo pun mengantar uisa hingga pintu
depan dan bergegas ke dapur untuk membuatkan teh sesuai saran dari uisa.
“Kau sudah sadar rupanya...” ucap Eun Soo
sambil tersenyum ramah, mendapati namja yang tertidur di ranjangnya sudah
terjaga.
Ia pun berjalan mendekatinya dan
menyodorkan teh hangat buatannya.
“Ini akan membuatmu agak sedikit baikan,
kurasa...” Eun Soo pun tersenyum lagi.
Namja itu menerima dan mulai meniup-niup
teh yang terlihat sedikit mengepul lalu menyeruputnya pelan.
“Hangat...”
Gerutu namja itu dalam hati.
“Merasa baikan?” Tanya Eun Soo ramah.
“Jauh lebih baik...” Namja itu tersenyum
padanya. “Mian, sudah membuatmu terkejut tadi...” Ucapnya sambil sedikit
menundukkan kepalanya.
“Gwaechana...” Ucap Eun Soo sambil meraih
cangkir dari tangan namja itu dan meletakkannya pada meja kecil di samping
ranjangnya.
“Apa kabarmu? Sudah lama tidak bertemu,
‘kan?” Lagi-lagi namja itu tersenyum padanya.
“Bukankah sangat lama?” Eun Soo tersenyum
ceria. “Aku baik-baik saja, seperti yang kau lihat sekarang. Kenapa baru
muncul? Kemana saja?” Pertanyaan itu sontak merubah raut wajah namja
dihadapannya seketika. Eun Soo mengernyitkan dahinya.
“Aku
selalu disampingmu, Song Eun Soo. Apa kau tak menyadarinya?” Gerutu namja
itu dalam hati. Terpancar sedikit rasa kecewa diwajahnya.
“Waeyo...?” Tanya Eun Soo penasaran.
“A..ani. Gwaechanayo. Tiba-tiba, saat itu, aku
harus kembali ke Paris, ada sedikit masalah dengan nilai kuliahku.” Kini wajah
Eun Soo yang terlihat khawatir.
“Ta..tapi tenang saja. Semuanya sudah
beres. Aku tak akan menghilang lagi.” Ucapnya sambil tersenyum manis.
“Benarkah itu?” Ucap Eun Soo memastikan
yang disertai anggukan dari namja dihadapannya.
“Berjanjilah
untuk tidak menghilang lagi, Han Dong Woo...” Gumam Eun Soo dalam hati
sambil memamerkan sederetan gigi putihnya.
“Setidaknya,
aku akan menepati janjiku untuk tetap disampingmu, walau hanya 21 hari...” Gumam
Dong Woo sambil membalas senyuman Eun Soo.
“Baiklah, karena sudah agak larut, jadi
kurasa...” Eun Soo agak sedikit memaksakan senyumnya. “akan jauh lebih baik,
jika kau menginap disini, setidaknya untuk malam ini, eotte..?” Eun Soo nampak
sedikit ragu dengan tawarannya, takut ditolak mentah-mentah oleh Dong Woo.
“Khawatir atau merindukanku?” Tanya Dong
Woo cepat.
Mendengar pernyataan itu, sontak mata Eun
Soo terbelalak kaget. Jantungnya berdegup sangat kencang. Tubuhnya seperti
memproduksi cairan dingin. Ia tak mampu berkata apapun.
Dong Woo mendekatkan wajahnya. “Menawarkan
atau mengharuskan?” Sebuah senyum menyeringai menghiasi wajah Dong Woo yang
masih sedikit terlihat pucat.
Eun Soo sama sekali tak berkutik, masih
sama seperti saat Dong Woo melontarkan pertanyaan pertamanya.
Dong Woo lebih mendekatkan wajahnya lagi,
membuat Eun Soo semakin sulit untuk bernafas. Hidung mereka sling bersentuhan
satu sama lain. Bola mata Eun Soo berkeliaran, mencoba menghindari tatapan
tajam Dong Woo yang mematikan.
“Berikan aku jawaban serta penjelasan yang
tepat untuk tetap tinggal disini, malam ini.” Dong Woo tersenyum lagi, kali ini
senyum yang berbeda, senyum yang mampu membius para yeoja menjadi jatuh hati
padanya.
Wajahnya berkeringat, tangannya gemetar,
panik? Ia tak tahu apa yang harus dikatakannya. Alasan? Sama sekali tak
terlintas dalam benaknya untuk menyiapkan sebuah alasan yang sangat tepat agar
ia tetap tinggal, hanya untuk satu malam.
Eun Soo menggigit bibir bawahnya, mencoba
menutupi rasa gelisah yang menderanya.
Dong Woo menarik wajahnya, mencoba
memberikan sebuah ruang untuk Eun Soo bernafas. Ia paham betul kalau yeoja
dihadapannya sekarang sedang gelisah karenanya. Lama mereka terdiam, hingga
akhirnya Eun Soo angkat bicara.
“Aku...aku...” Lagi-lagi Eun Soo menggigit
bibir bawahnya. Dong Woo menatapnya sambil tersenyum. Ia sangat suka sekali
dengan wajah Eun Soo yang sekarang. Ditatapnya lekat wajah gelisah Eun Soo.
“Kyeopta...”
Gumam Dong Woo dalam hati.
Eun Soo terlihat menarik nafas panjang.
“Aku mengkhawatirkanmu, nanti jika tiba-tiba kau pingsan ditengah jalan dan tak
ada satupun orang yang menolongmu, bagaimana? Walau kau sudah merasa agak
baikan, tapi bukankah akan jauh lebih baik jika kau beristirahat dan menginap
semalam saja dirumahku, sampai aku benar-benar yakin kalau kau memang sudah
baikan. Tentu saja ini bukan hanya sekedar tawaran, hhm, tapi kurasa juga bukan
sebuah keharusan. Tapi ini semua demi kebaikanmu juga, ‘kan? Hhm, memang
terdengar agak memaksa, ehm, ani. Memang benar-benar memaksa, bukan sekedar
memaksa. Ya, aku memaksamu untuk menginap dirumahku malam ini. Demi
kesehatanmu, demi kebaikanmu dan juga....” Eun Soo menggantungkan kalimat
panjang lebarnya yang terucap hanya dalam satu tarikan nafasnya. Ia pun
terlihat menarik nafas panjang lagi dan terdiam.
“Kenapa tidak kau lanjutkan, kenapa jadi
diam?” Ucap Dong Woo sambil menunjukkan sedikit sikap manisnya.
“Aku lelah...” Ucap Eun Soo manja sambil
mengerucutkan bibirnya.
Dong Woo terkekeh mendengar pengakuannya.
“Kau harus melatih hitungan tiap kata yang akan kau ucapkan. Kau tahu? Kau berbicara
seperti kereta. Tidak ada jeda sama sekali. Tentu saja kau merasa lelah.” Ucap
Dong Woo berkomentar. “Ayo, lanjutkan.. dan juga apa...?”
Eun Soo hanya bisa terdiam. Ia tak bisa
berucap lagi. Lidahnya menjadi kaku. Apalagi, Dong Woo mulai mendekatkan
wajahnya, lagi, sama seperti tadi.
“Apa...” Ucap Dong Woo lembut. Hembusan
nafasnya terasa hangat di wajah Eun Soo. “Kenapa tidak dilanjutkan? Sesulit itukah?
Atau... biar aku saja yang melanjutkannya?” Dong Woo tersenyum nakal.
Eun Soo tidak berkutik, tetap diam pada
posisinya.
“Baiklah, biar aku yang melanjutkannya
kalau begitu.” Dong Woo memundurkan sedikit wajahnya dan langsung menarik tubuh
Eun Soo kedalam dekapannya. “Demi kesehatanku, demi kebaikanku dan juga....
demi dirimu yang sangat mengkhatirkanku. Benar begitu bukan?”
“Mwo?”
Dong Woo tersenyum. “Gomawoyo, sudah
mengkhawatirkan keadaanku. Gomawoyo, sudah memberikan alasan yang sangat tepat
untuk tetap tinggal disini walau hanya semalam, dan juga...” Dong Woo
mempererat pelukannya. Terdengar desahan nafas panjang darinya. “gomawoyo...
sudah merindukanku.” Dong Woo tersenyum dengan sangat manisnya.
“Mwo?” Eun Soo tak sanggup menutupi
perasaannya yang tengah kacau balau.
“Kya,
kenapa jadi seperti ini...” Batin Eun Soo. Mati-matian sudah ia mencoba
menangani degup jantungnya yang mulai berdetak tak karuan, sia-sia pula
usahanya itu. Kini wajahnya terasa memanas.
“Gugup?” Mata Eun Soo membulat lagi, Dong
Woo pandai sekali mengejutkannya hari itu.
Dong Woo melepaskan pelukannya dan meraih
dagu Eun Soo dan sedikit mengangkatnya agar sejajar dengan wajahnya.
“Lihatlah! Wajahmu tidak ada bedanya dengan
kepiting rebus...” Goda Dong Woo sambil tertawa mengejek.
“Ya, Dong Woo!” Eun Soo menepuk bahu Dong
Woo berkali-kali. Ia kesal karena Dong Woo menggodanya tadi.
“Ya, appo...” Ucap Dong Woo sambil
terbatuk.
Refleks Eun Soo menghentikannya. “Kau
kenapa?” Wajahnya berbalik panik sekarang.
Dong Woo tertawa kecil. “Gwaechanayo...” Ia
pun mengacak lembut rambut Eun Soo.
“Ya, kau mengerjaiku lagi, hah?!” Eun Soo
menggembungkan pipinya.
Dong Woo mencium kilat bibir Eun Soo.
“Sedikit menggoda tidak apa-apa, ‘kan?” Dong Woo tersenyum jahil sekarang. “Aku
suka melihatmu cemberut seperti ini...” Dong Woo menirukan wajah Eun Soo yang
sedang cemberut lalu terkekeh. “kyeopta...” Dong Woo tersenyum manis lagi untuk
yang kesekian kalinya.
Eun Soo pun luluh, dan membalas senyuman
manis itu. Ia pun bergelayut manja pada dada bidang milik Dong Woo. Ia
merasakan kalau Dong Woo sedang tersenyum sekarang karena sikap manjanya. Tanpa
perlu berlama-lama, Dong Woo pun memeluk yeoja dihadapannya sambil mengelus
lembut rambut hitam milik Eun Soo.
“Saat mengganti pakaianku, bagian mana dari
tubuhku yang sudah kau sentuh tanpa seizinku? Kukira kau yeoja baik-baik? Tapi
ternyata kau yadong juga.” Ucap Dong Woo santai.
Eun Soo mendorong tubuhnya, tak menerima
pernyataan Dong Woo. Ia pun mendengus kesal. “Ya, siapa yang kau bilang yadong?
Aku?” Ucapnya sambil menunjuk wajahnya sendiri. “Bukan aku yang mengganti
pakaianmu.” Umpat Eun Soo.
“Kalau bukan kau, lalu siapa?” Tanya Dong
Woo polos.
“Aku meminta tolong pada uisa untuk
mengganti pakaianmu yang basah. Enak saja menuduhku yadong.”
Dong Woo terkekeh. Ia terlihat sangat puas
sekali.
“Kau?” Ucap Eun Soo kesal. “Kau mengerjaiku
lagi, ‘kan?” Tuduh Eun Soo. Dong Woo hanya tertawa dengan puasnya karena
berhasil membuat Eun Soo mendengus kesal. “Ya.. kau?!” Eun Soo melempar bantal
tepat ke wajah Dong Woo. Dong Woo hanya menepisnya. Kesal tak mengenai sasaran,
Eun Soo mengulangi serangannya berkali-kali.
Terjadilah perang bantal malam itu. Dengan
tanpa ampun, Eun Soo melancarkan serangannya bertubi-tubi pada Dong Woo. Dong
Woo hanya tertawa dengan puas melihat kekesalan pada wajah Eun Soo. Dan tanpa
menyesalinya sedikitpun, ia akan terus menggoda Eun Soo, mencoba memancing
kekesalannya dan melihat wajah kyeoptanya dibalik raut wajah kesalnya.
.
.
Kedua tangan itu melingkar di pinggang Eun
Soo. “Pagi...” Sapanya lembut dan tak lupa memberikan kecupan hangat di pipi
Eun Soo.
“Eh, kau sudah bangun rupanya.” Sahut Eun
Soo. Dong Woo pun melepaskan pelukannya. Eun Soo berbalik dan mencoba memeriksa
keadaannya. Dong Woo hanya menutup kedua matanya saat Eun Soo menempelkan
punggung tangannya tepat di keningnya. “Hhm, sepertinya kau sudah jauh lebih
baik dari terakhir yang kulihat.” Ucap Eun Soo sambil membuat sebuah garis
lengkung, seperti bulan sabit. Ia tersenyum ceria.
Kruucuuuk....
Eun Soo menganga mendengar suara itu. Dong
Woo hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
“Rupanya tamuku ini sudah lapar, ya?” Telunjuk
Eun Soo menelusuri batang hidung Dong Woo dan seperti membuat titik pada
ujungnya sambil tersenyum menggoda.
Dong Woo tersipu dibuatnya. Ia benar-benar
malu.
“Memalukan...”
Batin Dong Woo.
Eun Soo menarik tangannya lembut dan
menyuruhnya untuk duduk di meja makan.
“Kurasa, setidaknya, ini bisa sedikit
menghilangkan rasa jenuh, sambil menunggu sarapannya siap...” Eun Soo
memberikannya koran pagi ini sambil tersenyum dan berlari kecil menuju dapur.
Dong Woo hanya tersenyum. Ia terlihat
sedang memikirkan sesuatu.
“Andai
saja kau tahu siapa aku sebenarnya, Eun Soo. Ini akan sangat mudah bagiku,
walau hanya sekedar memanjakanmu...” Gerutu Dong Woo dalam hati.
“Bisakah kita menghabiskan akhir pekan ini
bersama?” Tanya Dong Woo yang masih sibuk dengan sarapannya.
“Memangnya kau mau mengajakku kemana, eum?”
Eun Soo menopang dagunya dengan kedua tangannya.
“Kemana saja. Yang penting bisa membuatmu
senang.” Ucap Dong Woo yang menikmati suapan terakhirnya. “Ah, selesai. Wah,
perutku sudah kenyang.” Ia mengelus-elus perutnya.
Deg...
Eun Soo tercengang melihat tingkahnya. Ia
mulai merasakan sebuah kemiripin dari
namja di hadapannya. Film itu terputar lagi, membuat Eun Soo sedikit sesak. Ia
berusaha menutupinya, takut, Han Dong Woo jadi khawatir.
“Sambil menungguku berbenah, bagaimana
kalau kau mandi dulu.” Usul Eun Soo.
“Baiklah, tapi... bagaimana dengan
bajuku...” Keluh Dong Woo.
“A, itu. Kau pakai saja baju yang ada di
dalam lemari coklat di sebelah lemari
putih di kamarku. Bajumu belum kering benar, jadi kau tidak bisa
mengenakannya.” Ucap Eun Soo sedikit berteriak dari arah dapur.
“Arasso.” Dong Woo segera menuju kamar Eun
Soo dan mencari lemari yang dimaksud olehnya.
Dong Woo membuka lemari itu.
Deg...
“Ini...” namja itu terpaku ketika melihat
kemeja hitam yang biasa dia pakai dulu, terlipat rapi di lemari milik Eun Soo.
“Dia masih menyimpan baju-bajuku?” Dong Woo
menatap heran semua baju yang terlipat rapi disana. Semua baju itu memang
miliknya.
......
“Eun Soo-ya... apa kau sudah selesai?” Dong
Woo berteriak untuk yang kesekian kalinya pada Eun Soo yang masih berbenah diri
di kamar.
“Chamkanman, Dong Woo-ya...” Terdengar
sahutan dari atas.
“Apa yang kau lakukan? Kenapa lama sekali?”
Teriak Dong Woo mengeluh.
“Ne, chamkanman. Aku sedang mencari sepatu
flat coklatku. Apa kau melihatnya di sudut ruang tamu? Aku tidak menemukannya
di dalam kamarku...” Teriak Eun Soo. Terdengar langkah kaki yang berlari keluar
dari kamar.
Dug
dug dug...
Eun Soo menuruni tangga dengan
terburu-buru.
“Yang ini maksudmu?” Dong Woo mengangkat
sepatu yang dicari-cari oleh Eun Soo sejak tadi.
“Ne. Akhirnya ketemu...” Eun Soo berlari
kecil menghampiri Dong Woo.
“Ini.” Dong Woo tersenyum manis padanya.
“Gomawoyo...” Eun Soo meraih sepatu itu dan
memakainya. “Selesai. Aku siap. Kajja...” Ucapnya ceria.
“Sepetinya
sudah lama sekali tidak pergi kencan berdua denganmu...” Gumam Dong Woo
dalam hati.
“Kajja...” Eun Soo mengguncang-guncangkan
bahu Dong Woo.
“Eh, mian. Aku malah melamun.” Dong Woo
tersadar. “Yeppeuda...” Dong Woo membelai lembut pipi Eun Soo.
Eun Soo terdiam polos. Tak lama ia pun
tersenyum. Matanya terlihat membentuk lengkung garis seperti bulan sabit.
Sungguh sangat manis. Dong Woo menggerakkan sedikit kepalanya seperti
mengajaknya untuk segera beranjak. Eun Soo paham betul maksud itu. Ia pun
mengangguk pelan dan mengikuti langkah Dong Woo dari belakang.
.
.
Eun Soo terlihat meniup-niup pelan
genggaman tangan di depan wajahnya. Ia terlihat sedikit itdak nyaman dengan temperatur
suhu di ruang teater.
“Dingin, eum?” Dong Woo menatapnya lekat
lalu meraih kedua tangan Eun Soo dan menggenggamnya erat. “Kenapa diam saja
daritadi? Dingin sekali tanganmu.” Dong Woo meniup-niupkan udara ke
genggamannya.
“Aku tidak mau mengganggumu. Kau terlihat
serius sekali.” Gerutu Eun Soo manja sambil mengerucutkan bibirnya.
Dong Woo terkekeh kecil dan mencubit lembut
pipi Eun Soo. “Kyeopta...” Dong Woo tersenyum dan menarik kepala Eun Soo untuk
bersandar di bahunya.
“Nyamannya...”
Gumam Eun Soo dalam hati sambil tersenyum penuh arti.
“Kenapa tidak seperti ini sejak tadi. Kalau
begini, kau tidak akan merasa kedinginan, ‘kan?” Dong Woo sedikit memiringkan
rendah kepalanya, mencoba melihat ekspresi Eun Soo. Eun Soo hanya tersenyum
manis. Diusapnya pipi Eun Soo lembut dengan tangan kirinya. Eun Soo hanya
mengusel manja, membuat Dong Woo semakin bersemangat memperlakukannya dengan
manja.
“Setelah ini, kita kemana lagi?” Tanya Eun
Soo disela-sela pertengahan film.
Dong Woo terlihat berpikir. “Entahlah...”
Ia menggelengkan kepalanya pelan.
Eun Soo kembali menikmati tiap gerak tokoh
pada layar dihadapannya.
“Dong Woo-ya...” Panggil Eun Soo manja. Ia
pun menengadahkan wajahnya, menatapi Dong Woo.
“Hmm...” Gumam Dong Woo dan memalingkan
matanya pada yeoja yang asyik bersandar di bahunya. Mata mereka saling bertemu.
“Dong
Woo-ya... tahukah kau. Kau... kau mirip sekali dengannya...” Gumam Eun Soo manja dalam hati. “Tuhan... apa ini memang dia... Wajahnya
serta sikapnya mirip sekali...” Eun Soo mengerjapkan matanya berkali-kali.
Seperti diantara di dua alam, dunia khayalnya dan dunia nyatanya.
Dong Woo mendekatkan wajahnya. “ Waeyo?
Kenapa menatapku seperti itu? Mengingatkan pada seseorang, eum?” Ucapnya
lembut.
Eun Soo mengangguk pelan. “Kau mirip sekali
dengannya. Sangat mirip...” Eun Soo memincingkan matanya.
“Kau mencintainya?” Dong Woo berusaha
mencari kebenaran dari tiap gerak bola mata Eun Soo.
“Ne. Sangat.” Eun Soo mempertegas
tatapannya.
Mendengar kalimat itu, hati Dong Woo sangat
senang. Bahkan, sampai sekarangpun, yeoja itu belum berpaling. Sekalipun ia
tahu, sudah ada beberapa namja yang siap untuk merebut hati yeojanya, ia
sungguh tak peduli. Yang jelas dia masih yang utama bagi yeojanhya.
“Anggaplah aku sebagai dirinya...” Ucap
Dong Woo lirih sambil membelai lembut rambut Eun Soo.
Nafas Eun Soo memberat. Ingin rasanya
tangan itu menyentuh pipinya, membelainya lembut dan mengungkapkan isi hatinya.
Ia sudah tak kuasa membendung hasrat rindunya yang sangat menggebu.
Eun Soo menelan ludahnya dan menatap lekat
wajah namja di hadapannya yang hanya berjarak satu centi. Dia pun menutup kedua
matanya perlahan dan berharap saat matanya terbuka nanti, Dong Woo adalah
namjanya. Namja yang sudah merebut ciuman pertamanya, dulu.
Ia pun merasakan sesuatu yang hangat dan
lembut menempel di bibirnya. Ia pun membuka matanya perlahan. Jelas, sangat
jelas. Setiap lekuk wajahnya diperhatikan dengan lekat. Jantungnya berdegub
kencang seperti mau copot. Nafasnya kian memberat. Tubuhnya mulai mendingin
secara perlahan. Lagi-lagi, dia menelan ludahnya sendiri.
Dong Woo tersenyum di balik kecupannya. Eun
Soo meyakinkan dirinya untuk sedikit membuka mulutnya. Tanpa perlu basa-basi
lagi, Dong Woo menekan bibirnya hingga melekat pada bibir Eun Soo. Eun Soo
hanya bisa terdiam, ia merasa belum siap dengan kecupan itu tapi sepertinya
Dong Woo tidak mempedulikannya. Bibirnya mulai asik mengulum lembut bibir atas
dan bibir bawah Eun Soo bergantian.
Dong Woo menggenggam tangan Eun Soo,
seperti meyakinkan kalau ia adalah namja baik-baik. Hasrat Eun Soo yang sedari
ia tahan, akhirnya runtuh. Ia benar-benar tak sanggup untuk berdiam diri,
menikmati kecupan lembut yang diberikan Dong Woo. Refleks, tangan kanannya
menyentuh dan menekan erat leher belakang Dong Woo.
Eun Soo merasakan sebuah senyuman
disela-sela kecupan mereka. Kepala Eun Soo bergerak ke kanan dan ke kiri,
mengikuti irama kecupan yang di berikan Dong Woo. Namja itu pun memberikan
kesempatan padanya untuk bergantian mengulum bibir atas dan bawahnya. Nafas Eun
Soo semakin memburu. Ia seperti kehausan. Haus akan tiap kecupan di bibirnya.
Di pun membuka mulutnya lebih lebar lagi, yang membuat Dong Woo semakin dalam
menciuminya.
Cukup lama bibir mereka terpaut satu sama
lain. Mereka tak memperdulikan lagi di mana mereka berada sekarang. Dong Woo
semakin liar mencium bibir Eun Soo. Ia pun memasukkan lidahnya ke dalam mulut
Eun Soo, yang langsung saja disambut oleh lidahnya. Dengan bebasnya kedua lidah
itu menari-nari di dalam mulut mereka secara bergantian. Mereka saling menekan
satu sama lain.
Eun Soo menarik tubuhnya sendiri. Mencoba
mencari udara untuk bernafas. Dong Woo masih saja terus mengincar bibir manis
Eun Soo.
“Dadaku sesak...” Ucap Eun Soo dengan nafas
tak beraturan sambil memegangi dadanya.
Dong Woo menjauhkan wajahnya, memberikan
ruang pada Eun Soo untuk menghirup udara segar. Ia pun tersenyum. Meraih tangan
Eun Soo, dan menciumi punggung tangan Eun Soo dengan lembut.
Eun Soo mulai bisa mengatur nafasnya lagi
dengan benar. Wajahnya terlihat datar.
“Menyesal?” Ucap Dong Woo menggoda.
Eun Soo mendekatkan wajahnya lalu tersenyum
tipis. “Sama sekali tidak.” Bisiknya. “Mungkin kau bisa membohongi kedua mataku
dengan penampilanmu. Tapi kau tak cukup hebat untuk membohongi perasaan
sensitifku, No Minwoo....” Eun Soo tersenyum puas setelah mengucapkan kalimat
itu. Kalimat yang ingin sekali ia katakan sejak pagi tadi, saat sarapan.
“Mwo?” Dong Woo membelalakkan matanya. Ia
tak percaya kalau yeojanya masih mengenali jati dirinya sekalipun ia sudah
sedikit merubah penampilannya. “Kau... kau masih mengenaliku?” Ucap Dong Woo
tak percaya.
Eun Soo tersenyum manis padanya. “Tentu
saja, No Minwoo...” Ia menatap lekat wajah namjanya. “Setelah ini, kau harus
memberikanku penjelasan yang sejelas-jelasnya. Arasso?” Eun Soo mencium kilat
bibir Dong Woo yang sejatinya adalah No Minwoo.
Minwoo hanya mengangguk pelan dan
merebahkan kepala yeojanya di bahunya. Menggenggamnya erat, seolah tak mau
kekasihnya beranjak dari pelukannya.
Menghabiskan akhir pekan bersama, bukanlah
ide yang buruk. Ini adalah akhir pekan yang sangat membahagiakan bagi Eun Soo.
Sosok Minwoo yang selama ini telah tiada, kini dengan sendirinya muncul
dihadapannya. Mungkin ini terdengar sangat tidak masuk akal bagi siapapun yang
mendengar dan melihatnya. Tapi dibalik itu semua, pasti akan ada sebuah
penjelasan yang tepat untuk hal aneh seperti ini..
.
.
“...pasti sangat tidak masuk akal.” Ucap
Minwoo setelah menjelaskan semua permasalahan yang ia hadapai saat ini.
“Jujur, ini diluar daya nalarku. Aku tak bisa
menerimanya. Ini... ini benar-benar diluar ekspektasiku. Tapi...” Eun Soo
menggantungkan kalimatnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Ia
mneghela nafas panjang. “Apa bisa dikatakan seperti sebuah reinkarnasi?” Tanya
Eun Soo polos.
“Ini tidak seperti itu. Ahh, entahlah, aku
sulit menjelaskannya. Aku diberi amnesti, dan aku di berikan sebuah hadiah yang
jauh dari apa yang kubayangkan. Aku diizinkan untuk menampakkan diriku di
hadapanmu. Ya, selayaknya manusia seutuhnya. Walau sebenarnya, aku terpisah
dari ragaku sendiri.” Jelas Minwoo sambil berjalan mondar-mandir di hadapan Eun
Soo.
Eun Soo terlihat masih belum mengerti
dengan penjelasan rumit Minwoo. Tapi walau begitu, ia sama sekali tak terlalu
memusingkan penjelasan itu. Yang penting baginya, kini, Minwoo, sudah ada di
hadapannya, walau ia sadar, sewaktu-waktu Minwoo bisa pergi begitu saja dari
sisinya, lagi.
Melewati hari-hari bersama Minwoo, bisa
dikatakan seperti sebuah keajaiban. Eun Soo menjalani kehidupannya seperti
biasa. Pergi ke universitas, belajar, berbaur dengan teman-temannya, bekerja
paruh waktu, tidak ada sedikitpun yang berbeda darinya. Hanya satu yang
berbeda, ya, kini Minwoo menemani hari-harinya. Mengikutinya kemanapun ia
melangkah, walau terkadang harus menyembunyikan diri dari beberapa orang yang
mengenalinya. Ia paham betul, ini akan sulit diterima oleh mereka jika
mengetahui yang sebenarnya terjadi pada dirinya.
.
.
Sebuah kecupan hangat mendarat mulus di
wajah Minwoo pagi itu.
“Kebetulan sekali kau sudah bangun. Bagaimana tidurmu, nyenyak?” Minwoo menghentikan kegiatannya membuat sarapan dan berbalik menatap Eun Soo.
Eun Soo mengangguk dan tersenyum manis.
Dipeluknya namja dihadapannya. “Bukankah, kalau akhir pekan, jam segini kau
masih terlelap. Kenapa sekarang berbeda?” Tanya Eun Soo heran.
“Sesekali bangun lebih awal darimu tidak
apa-apa, ‘kan?”Ucap Minwoo sambil mempererat pelukannya. “Ini seperti mimpi.
Iya, ‘kan?” Ucapnya lagi yang langsung disambut oleh anggukkan Eun Soo.
“Chagia, kau membuat sarapan apa untukku
pagi ini?” Tanya Eun Soo sesaat setelah mereka melepaskan pelukannya.
“Hanya ini...” Minwoo menunjukkan semangkuk
cream soup hasil ciptaannya.
“Cream soup?” Ucap Eun So mempertegas,
Minwoo hanya tersenyum kecil.
Mereka pun berjalan menuju ruang makan.
“Enak tidak?” Tanya Minwoo ragu.
“Hhm, lumayan.” Komentar Eun Soo singkat.
“Singkat, padat dan sangat jelas.” Ucap
Minwoo datar. Eun Soo terkekeh mendengarnya.
“Hah, sepertinya tubuhku terasa lengket.
Aku mau mandi.” Ucap Eun Soo sambil beranjak dari meja makan.
“Ya, sudah. Mandi sana. Oiya, aku sudah
menyiapkan pakaian untuk kau kenakan. Pakai saja. Aku menggantungkannya di
kamar mandi.” Ucap Minwoo yang mulai sibuk merapikan meja makan.
“Ne, arasso. Gomawo...” Eun Soo berlari
kecil menuju kamar Minwoo.
Semalam Eun Soo memang menginap di
apartemen Minwoo. Itu terjadi karena ia terlalu asik mengerjakan tugas
kuliahnya bersama Minwoo hingga larut. Jadi terpaksa ia menginap di apartemen
milik Minwoo.
“Merasa segar?” Tanya Minwoo yang sudah
berdiri di balkon apartemen miliknya.
“Sepertinya, aku terlihat seperti boneka
sawah...” Komentar Eun Soo setelah mengenakan kemeja putih milik Minwoo yang
memang kebesaran untukknya.
“Bukankah jauh lebih baik mengenakan kemeja
itu daripada tidak berpakaian?” Ucap Minwoo menggoda.
“Ya, Minwoo-ya....” Eun Soo berlari
menghampirinya dan memukuli bahu Minwoo berkali-kali. Minwoo hanya terkekeh
geli, menikmati sikap kekanak-kanakan Eun Soo.
“Ya, appo... Hentikan!” Protes Minwoo. Eun
Soo menghentikan pukulannya.
“Wah bagus sekali...” Ia baru menyadari
pemandangan di sekitarnya.
“Kau menyukainya?” Selidik Minwoo.
“Benar-benar terlihat bagus. Kenapa tidak
pernah mengajakku kesini sebelumnya. Kenapa baru sekarang?” Protes Eun Soo
layaknya protes seorang anak kecil.
“Kejutan yang tertunda...” Ucap Minwoo
sambil memeluk Eun Soo dari belakang. “Kau tahu tidak, jika musim dingin,
disebelah sana, terlihat seperti gunung salju. Dan saat musim semi, disana
terihat seperti... seperti apa ya?” Minwoo mencoba menjelaskan situasi dari pemandangan
balkonnya.
“Seperti apa?” Potong Eun Soo.
“Aku bingung menjelaskannya.” Minwoo
tertawa kecil.
“Aku suka tempat ini.” Eun Soo menatap
penuh kekaguman akan pemandangan di depan matanya.
“Kalau begitu, kau harus setiap hari
menginap disini.”
“Mwo?” Ucap Eun Soo kaget.
“Tadi kau sendiri yang bilang, kalau kau
menyukai tempat ini. Jadi, sebaiknya tinggallah disini bersamaku setiap
harinya. Eotte?” Eun Soo sama sekali tak menduga kalau Minwoo akan berkata
seperti itu padanya.
Lama Eun Soo mencerna pernyataan itu. Ia
merasa tidak yakin untuk tinggal satu atap dengan Minwoo, yang statusnya hanya
namjachingunya, bukan saudara ataupun suaminya. Ia pun termenung. Hatinya
berlawanan, satu sisi menginginkan untuk tinggal bersama Minwoo tapi sisi lain
menolaknya karena alasan status hubungan mereka yang akan memancing kabar yang
tak sedap jika tinggal satu atap dengan Minwoo.
Hari mulai gelap, tapi Eun Soo masih duduk
terpaku di balkon apartemen. Menyadari Eun Soo tak ada di ruang tv, Minwoo pun
berkeliling mencarinya.
“Masih disini rupanya.” Minwoo menghela
nafas lega setelah menemukan yeojanya.
Eun Soo menoleh dan menatapnya dengan
tatapan polos. “Wae?”
Minwoo menghampirinya dan tersenyum. “Ini
sudah malam. Sampai kapan kau akan duduk disini, eum?”
“Sudah malam?” Merasa tidak yakin dengan
perkataan Minwoo, Eun Soo menatap sekelilingnya dan tersenyum kecil. “Iya, sudah malam.” Eun Soo
mengaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal.
“Kajja, lama-lama duduk disini bisa demam
nanti.” Minwoo menarik lembut tangan Eun Soo.
Waktu menunjukkan tepat pukul 7 malam.
Suasana di apartemen terasa semakin sepi. Mungkin karena akhir pekan. Jadi,
banyak dari para penghuni apartemen yang lebih memilih untuk menghabiskan
weekdays mereka diluar apartemen dibanding untuk tetap tinggal.
Minwoo menatap kalender di ruang tv dengan
serius, sampai tak menyadari kehadiran Eun Soo disana.
“7 hari lagi...” Gumam Minwoo.
Eun Soo menatap aneh sikap Minwoo yang
terdiam terpaku di depan kalender.
“Apa
dia sedang menghitung sisa waktunya bersamaku?” Kini Eun Soo terlihat gelisah.
Ia tidak ingin cepat-cepat berakhir. Ia masih ingin berlama-lama disamping
Minwoo.
Eun Soo menghampirinya. Tapi sama sekali
tak ada reaksi dari Minwoo. Eun Soo pun terbatuk kecil. Sontak Minwoo
membalikkan tubuhnya dan terlihat agak sedikit gugup, melihat Eun Soo sudah
berdiri di belakangnya sejak tadi.
“Apa akan segera berakhir?” Tanya Eun Soo
sambil menunjukkan senyum yang dipaksakan.
“Ne.” Jawab Minwoo singkat.
“Berapa lama lagi?” Eun Soo berjalan menuju
sofa. Dan terduduk disana.
“1 minggu.” Tak ada ekspresi dari wajah
Minwoo.
Eun Soo menghela nafas panjang, mencoba
menahan kesedihannya.
“Kalau begitu, kita harus lebih sering
bersama. Sisa waktumu hanya tinggal 7 hari, ‘kan? Kalau perlu selama 24 jam
kita harus terus bersama.” Ucap Eun Soo berpura-pura senang.
“Jangan membohongiku. Dasar pabo.” Minwoo
menghampirinya dan duduk disampingnya.
“Bohong? Apa maksudmu?” Ucap Eun Soo kesal.
“Kau tak akan pernah berhasil
membohongiku.” Ucap Minwoo sedikit ketus.
Eun Soo terdiam. Melihat ekpresi Eun Soo
yang tidak karuan, Minwoo pun terdiam. Mencari akal untuk mencoba menghibur
yeojanya yang sebenarnya rapuh. Dan semuanya pun berakhir sunyi hingga tepat
pukul 10 malam.
.
.
“Minwoo-ya...” Tak ada satu pun jawaban
dari teriakannya itu.
“Iissh, kemana dia...” Eun Soo sudah
mencarinya hingga ke seluruh ruangan dan hasilnya nihil.
Eun Soo meraih ponselnya dan mencoba unutk
menghubunginya, lagi. Tapi percuma saja, ponsel itu tidak aktif sejak pagi
tadi.
“Ya, kemana dia. Kenapa tidak pamit padaku.
Membuatku cemas saja.” Eun Soo menggigit bibir bawahnya. Matanya tak
henti-hentinya menatap tiap namja yang melewati gedung apartemen dari
balkonnnya.
Berjam-jam memperhatikan tiap namja yang
lewat, sangat membuatnya lelah. Ia pun memutuskan untuk menunggu kedatangan
Minwoo di ruang tengah. Berjam-jam pula ia habisnya hanya terduduk diam sambil
membolak-balikan halaman majalah secara acak hingga bosan, dan lagi-lagi Minwoo
belum datang.
Kesal, bosan dan lelah menunggu, semuanya tercampur
menjadi satu. Bosan menggerutu, menunggu Minwoo yang tak kunjung datang, dan
akhirnya, Eun Soo pun terlelap.
.
.
Namja itu tersenyum kecil memandangi dress
pilihannya. Ia berniat untuk menghadiahkan dress itu untuk yeoja yang amat
dicintainya.
“Pasti dia menyukai pilihanku...” Gumam
namja itu sambil terus memandangi bag paper yang dipegangnya.
Ia pun melangkah dengan penuh kebahagiaan,
meninggalkan salah satu mall terbesar di Korea.
“Sudah waktunya....” Ucapnya setelah
celingak-celinguk melihat keadaan sekitarnya, dan pufh... menghilang.
.
.
Sentuhan lembut yang terarah pada pipi Eun
Soo dari tangan Minwoo, membuatnya terbangun dan membuka matanya secara
perlahan.
“Kau kemana saja?” Ucap Eun Soo sambil
menggenggam tangan namja dihadapannya.
Minwoo hanya tersenyum, tersenyum hangat.
Salah satu tangan lainnya meraih paper bag yang tak jauh darinya dan
mengacungkannya tinggi.
“Ini, untukmu...” Ucap Minwoo, masih sambil
menatapnya dengan penuh kehangatan.
“Untukku? Apa ini?” Ucap Eun Soo sambil mengerjapkan
matanya berkali-kali.
“Buka, lihat dan cobalah. Aku yakin, kau
pasti akan menyukainya.” Ucap Minwoo sambil dengan manisnya.
Eun Soo pun membuka, melihat dan
mencobanya.
“Yepeudda...” Ucap Minwoo setengah berbisik
sesaat setelah Eun Soo keluar dari kamar mandi.
“Jinjjayo?” Ucap Eun Soo polos.
“Ne...” Ucap Minwoo mantap sambil
menganggukan kepalanya.
.
.
“Apa aku tak salah dengar?” Seketika
Youngmin menghentikan langkahnya saat melintasi kamar dongsaengnya, Kwangmin.
Sayup-sayup terdengar Kwangmin tengah
memanggil-manggil nama seseorang yang sudah tak asing lagi baginya.
“Ada apa dengannya?” Perlahan Youngmin
melangkah mendekati pintu kamar Kwangmin.
Kreek...
“Song Eun Soo....”
------
**
~*TO
BE CONTINUE*~
0 comments:
Posting Komentar