Main Cast :
Kim Jong Woon a.k.a Yesung
Park Hye Kyung
Park Hye Kyung
Support Cast :
Lee Donghae
Genre :
Romance
Rate :
T
Length :
One Shoot [Maybe Long Shoot]
Warning : Typo(s) *always like*. Italic +
Bold = Flashback. Main POV is Park Hye Kyung, for another POV has attach. Happy
reading and don’t forget for comment ^__^
Tes..
tes.. tes...
Cairan bening itu dengan sukses menyambutku
pagi ini.
Huufth....
“Ya, kenapa harus hujan lagi...!”
Aku membuka tas dan merogohnya.
“Sial!!!”.
Aku sama sekali tak menemukan benda itu.
Kemana perginya! Dengan menyesal kuputuskan untuk berlari.
Air itu semakin bersemangat menghujamiku.
Ah, entahlah. Kemana lagi aku harus beteduh. Semua sudah ramai.
Langkahku terhenti di depan sebuah toko
kecil di ujung jalan Yongsan. Ya, kuakui toko itu memang yang paling kecil jika
dibanding dengan toko-toko disekitarnya.
Tapi.....
Braaakk.....
“Aaw...” Jeritku. Saat entah apa itu
menabrak punggung belakangku. Rasanya sakit.
“Ah, mianhae.”
Suaranya tidak asing bagiku. Apa pemilik
suara itu adalah.....
Aku pun membalikkan tubuhku. Mencoba
memastikan kalau tebakanku itu benar. Dan.......
~Yesung POV~
Aku benar-benar menikmati udara pagi ini.
Ya, walau turun hujan tapi aku suka. Kalian tahu seperti apa bau tanah basah?
Itu, yang menjadi salah satu alasanku menyukai hujan. Walau tak sepenuhnya aku
menyukai hujan.
Kalian pasti bisa menebak, apa yang paling
kalian benci karena efek dari hujan. Yup! Kemacetan! Itu memang benar. Kalau
sudah terjebak didalamnya, aku sudah sangat menyerah. Tapi tidak untuk hari
ini.
Kulangkahkan kakiku menyusuri pinggiran
jalan Yongsan. Menatapi mereka yang berlarian karena tak membawa sebuah benda
pelindung.
Sambil mendengarkan lagu kesukaanku yang
terputar dari ipod, aku tersenyum.
Ah, kenangan itu lagi....
Entah kenapa setiap mendengar lagu yang
satu ini aku selalu tersenyum. Ya, benar. Aku gila! Aku memang sudah gila! Dan
aku merasa kalau aku memang benar-benar sudah gila sekarang!
Kulangkahkan kakiku dengan pasti. Saat kakiku
hampir berada di ujung jalan, kedua mataku menangkap siluet tubuh yang tak
asing bagiku. Tapi siapa yeoja itu?
Braaakk.....
“Aaw...” Jeritnya, saat aku tidak sengaja
menabrak punggungnya karena aku sendiri pun tertabrak seorang ahjussi yang
tengah berlari dari arah berlawanan.
Karena takut disalahlah akhirnya aku
meminta maaf. “Ah, mianhae.”
Yeoja itu hanya terdiam. Aku jadi semakin
takut kalau-kalau yeoja itu akan memakiku.
Tak lama ia pun berbalik, perlahan tapi
pasti.
Kini mata kami saling bertemu. Kutatap
manik matanya dalam. Aneh! Darahku berdesir cepat. Dapat kurasakan sekelilingku
menjadi hening. Aku dapat merasakan degup jantungku yang mulai tak beraturan.
Ya! Perasaan aneh macam apa ini?
Aku sama sekali tak bisa melepas tatapanku
pada matanya. Mata itu begitu indah. Sangat indah. Kurasakan udara
disekelilingku menipis. Ya! Apa-apaan ini? Kenapa jadi begini?
Lidahku menjadi kelu. Rasanya sulit sekali
untuk kugerakkan. Tubuhku benar-benar bergetar sangat hebat. Bahkan aku dapat
merasakan hembusan nafasku sendiri yang sangat berat. Suara kedipan kelopak
mataku amat terasa. Apa ini?
~Yesung POV end~
~Author POV~
Begitu takjubnya seorang Kim Jong Woon
dengan yeoja dihadapannya.
Ia sudah kehilangan akal sehatnya demi
memandangi tiap lekukan wajah yeoja dihadapannya.
“Ya, agasshi! Gwaechana?” yeoja itu
menggerakkan kedua tangannya tepat dihadapan wajah seorang namja yang lebih
akrab dipanggil Yesung.
Suara lembut itu membuyarkan tatapan namja
dihadapannya. Setelahnya Yesung tersadar dari alamnya.
“Eoh?”
“Agasshi, gwaechana?” Tanya yeoja itu
-sekali lagi-.
“Ah, nde. Gwaechana. Mianhae...” Jawab
Yesung kikuk.
“Aa, syukurlah...” Bukannya marah justru
yeoja itu malah menyunggingkan senyum-termanis-nya.
“Mwoyaaa!!!” Pekik Yesung.
Yeoja itu hanya merespon dengan menautkan
kedua alisnya –tak mengerti-.
Sadar dengan ekpresinya, buru-buru Yesung
menjelaskan. “Ah, mian. Kau pasti tak mengerti.” Ucap Yesung sambil mengelus
tengkuknya.
“Wae?”
Hening.
Suara gemercik hujan jadi semakin jelas
terdengar disela keheningan mereka berdua.
Entah kenapa kesepian itu malah lebih
senang membalut mereka yang tengah berada di depan toko kecil itu.
Tidak suka dengan keheningan yang tercipta,
yeoja itu angkat bicara. “Apa agasshi merasa aneh karena aku tidak marah padamu
yang telah menabrak punggungku, eoh?”
“Ah, nde.” Ucap Yesung sambil menundukkan
kepalanya dan kembali menatapi wajah yeoja dihadapannya.
Yeoja itu hanya tertawa kecil melihat
tingkah namja dihadapannya.
“Gwaechana. Lagipula itu juga bukan salahmu,
‘kan?”
Yeoja itu tersenyum -lagi- dengan sangat
manisnya.
“Apa kau seorang peramal? Kenapa bisa
menebak apa yang tengah kupikirkan?” Ucap Yesung polos.
‘Mwo?!
Yak!!! Pabo!!! Pabo Yesung!!!’ Rutuk Yesung dalam hati.
“Ahahahaha....” Bukannya menjawab, yeoja
itu malah tertawa.
Kesal karena ditertawakan, Yesung hanya
mendengus kesal.
~Author POV end~
Haahaahaahahaha.... dia semakin terlihat
lucu saat kesal. Apa-apan namja ini? Aneh!
Kulihat ia mendengus kesal karena
kutertawakan. Baiklah, sejujurnya ini cukup lucu bagiku, melihat wajahnya yang
seperti itu.
Tebakanku salah. Dia bukan namja yang
kukenal. Kalian tahu siapa namja yang kumaksud sebelum benar-benar melihat
namja yang menabrakku? Baiklah, kurasa kalian belum tahu, akan kuceritakan.
Flashback on...
“Oppa... naega neomu bogoshipo...” Keluhku
pada seorang namja yang baru saja hadir dihadapanku. Ah, lebih tepatnya bukan
hadir, tapi muncul.
Dia, seorang namja yang kucintai. Bahkan
sangat kucintai. Dia namja yang tak tertandingi ketampanannya. Ah, dia
benar-benar tampan dimataku.
“Mian, aku baru bisa menemuimu. Kau tahu
sendiri saat ini perusahaan sedang dalam masalah besar. Aku benar-benar harus
selalu ada disana. Mianhae, jeongmal mainhae...” Ia tertunduk bersalah
dihadapanku.
Ya, aku tahu dia sangat bersalah karena
sudah beberapa kali janji lalu tiba-tiba membatalkannya secara sepihak. Kesal?
Tentu saja aku kesal! Tapi aku juga tidak boleh egois. Bagaimanapun juga dia
adalah namja yang sangat bertanggung jawab.
“Oppa...” Ucapku manja. Dia hanya mengangkat
wajahnya, mata kami saling bertemu.
Ah, hangat. Tatapannya begitu hangat.
Darahku berdesir kencang. Jantungku berdetak tidak normal. Nafasku tertahan,
terlebih dia tersenyum padaku, yang kuakui bagi siapapun yeoja yang melihat itu
pasti akan tertuduk lemah.
“...aku lapar...” Aku pun menyunggingkan
senyumku. Kurasa dia tahu apa yang kuinginkan selanjutnya.
Tanpa banyak bertanya lagi, dia langsung
menarik pergelangan tanganku lembut. Dan menyuruhku untuk mengikutinya. Aku
hanya bisa tersenyum. Dia.... Lee Donghae. Pewaris tunggal Hae Corp. Sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor terbesar se-Asia. Siapa yang
tidak mengenalnya.
Aku beruntung menjadi yang terpilih untuk
menjadi yeojachingu-nya. Kusebut ini sebuah prestasi yang membanggakan di dunia
asmaraku.
Flashback off...
Sayang itu hanya bertahan selama delapan
belas bulan saja. Pernah menjadi bagian dari kehidupan seorang Lee Donghae
adalah sesuatu yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Manis dan indah. Itu
yang membekas dihatiku. Walaupun pada akhirnya aku yang terluka karena
memergokinya bermesraan dengan yeoja lain dibelakangku.
Tapi... ya, sudahlah. Itu adalah masa
laluku. Aku harus kembali menata hidupku setelah lepas darinya. Dua tahun, ya,
dua tahun. Kurasa itu sudah sangat cukup untukku, untuk membangun kembali
kehidupanku seperti semula, jauh sebelum mengenal Lee Donghae.
Entah kenapa senyumku ini terus mengembang.
Apa ini bisa disebut dengan yang namanya cinta? Ah, tidak mungkin. Ini terlalu
cepat.
Lihatlah, dia juga tersenyum ke arahku.
Damai. Aku dapat merasakan kedamaian saat melihat senyumnya. Aku tidak mau
melewatkan kesempatan ini.
Ku tatap lekat tiap lekuk wajah namja
dihadapnku. Mulai dari rambut hitamnya, telinganya, hidung, mata, senyumnya.
Aku benar-benar ingin merekamnya di otakku.
Oh, Tuhan, cupid mana lagi yang kau utus
kali ini untuk menembakkan panah cinta padaku?
Aku benar-benar merasakna kedamaian saat
melihatnya tersenyum. Mata sipit yang sempurna, membuat lekungan –seperti bulan
sabit- saat dia tersenyum dengan leluasanya.
Lemah. Aku lemah saat ini. Senyum dan
matanya memabukkanku sekarang.
Aigoo... jam berapa ini? aku menatap jam
tanganku sekilas. Omo... aku bisa terlambat kalau begini.
Dengan berat hati, kuhentikan aktifitasku –
menatapi namja dihadapanku- dan membungkukkan tubuhku –mengundurkan diri- dan
melesat pergi dari hadapannya.
Samar kudengar, dia memanggilku. Walau
bukan memanggil namaku. Aku tidak boleh berbalik karena kau pasti akan
melakukannya lagi. Secepat mungkin aku berbalik dan berteriak....
“Naneun Park Hye Kyung imnida.....”
Walau kulakukan dengan cepat, tapi aku
masih sempat melihat seulas senyum diwajahnya.
Bahagia? Tentu saja bahagia. Rasa itu
menjalar begitu saja disekujur tubuhku. Membuatku merasa hangat ditengah jejak
suhu yang cukup dingin yang ditinggalkan rintikan hujan yang menyeruak Yongsan.
~Author POV~
Langit cerah di hari sabtu, semakin membuat
riang hati insan yang tengah dimabukkan asmara. Burung kenari bernyanyi dengan
indahnya. Warna-warna cantik bertebaran, balon sabun menari-nari bebas di
udara, menambah indahnya hari itu.
Terlihat seorang namja yang tengah berjalan
santai di sekitar Cheongyecheon. Membidikkan kamera yang mengalung di lehernya.
Merekam tiap obyek yang menurutnya menarik. Disela kegiatannya, terlihat
beberapa kali ia tersenyum uas dengan hasil bidikkannya.
Para pelukis jalanan, sekumpulan anak
kecil, warna-warni bunga liar, kupu-kupu yang bertengger tak luput dari
bidikkannya. Tak puas dengan yang sudah didapat, ia melanjutkan perburuan obyek
yang lain.
Sekumpulan manusia yang baru saja memasuki
kawasan Cheongyecheon kini menjadi sasarannya.
Ckreek...
ckreek... ckreeek....
Mata sipit itu terus membidik. Senyum tak
urung mengembang di wajahputihnya.
Ckreek....
Untuk yang kesekian kalinya ia terlihat
tersenyum sendiri.
Dan...
Ckreeek....
Sebuah siluet yang pernah ditemuinya
beberapa bulan lalu tertangkap.
Tak percaya dengan lensa kamera, ia pun
mencari kebenaran dengan lensa matanya. Tak ada siluet yang ia temukan seperti saat
membidik tadi. Masih tidak percaya, ia pun membuka kembali hasil bidikkan
terakhirnya.
“Bahkan lensa kamerakupun juga ikut-ikutan
jadi tidak waras...” Ucapnya sambil bergeleng pelan. Sebuah senyum pengejekkan
tersungging.
“Sepertinya aku sudah lelah. Ah, ani, bukan
aku. tapi kamera ini. ya, kurasa dia harus istirahat sebentar.” Ucapnya lagi
sambil mengembalikan kembali kamera ke rumah asalnya.
Berjalan menyusuri sungai Cheongyecheon
yang bening, membuatnya merasakan sensasi kesejukan. Semilir angin kecil ikut
memainkan anakan rambut hitamnya.
Tanpa disadari siluet itu menyapa lensa
matanya lagi. Kali ini rasa itu lebih kuat.
Menghabiskan satu hari bersama. Ya, dia
pernah bertemu dengan yeoja itu –lagi- untuk yang kedua kalinya. Mungkin dewi
fortuna memang tengah berpihak padanya.
Bermain sepeda bersama. Melukis. Bahkan
yeoja itu sempat menjadi objek utama bidikan kamera DSR-nya.
Rasa itu menyeruak begitu kuat. Terasa
seperti nyata. Bayangnya, senyumnya, matanya, suaranya. Semua terasa nyata.
~Author POV end~
Ya! Ini sudah teriakanku yang ketiga dan
dia sama sekali tak menoleh.
“Apa yang sedang ia pikirkan! Apa
teriakanku masih kurang kencang, eoh?”
Dengan sedikit kesal aku menghampirinya.
Ya! Pantas saja tidak dengar. Dia
menggunakan earphone. Menyebalkan!
Kutarik perlahan kabel penghubung
earphone-nya. Aneh! Dia tetap terdiam.
“Yesung-ssi...”
Dia tetap tidak bergerak. Apa dia tak
melihatku? Ish....
“Yesung-ssi...” Kali ini kupastikan suaraku
jauh lebih keras dari sebelumnya. Lagi, dia tidak meresponku.
Kalian tahu setelahnya ekpresi namja itu
seperti apa?
Entahlah, mungkin dia sudah gila atau apa.
Tiba-tiba saja dia tersenyum.
“Ya, kau tersenyum pada siapa?” ucapku
sambil celingak-celinguk. Tidak ada orang lain disana kecuali aku dan dia.
Aishh..!! Namja ini...
Kesal tak digubris, aku melayangkan
jitakkanku ke arah kepalanya.
Tuuk...
“Aw...” jeritnya tertahan. Yap! Berhasil!
~Yesung POV~
Kurasa aku sudah benar-benar gila sekarang.
Kalian tahu? Kini wajahnya terlihat jelas dimataku. Sangat jelas. Aku hafal
betul detail wajah itu. Wajah yeojaku... Ah, ani. Bukan yeojaku. Tapi lebih
tepatnya yeoja yang kucintai.
Percaya dengan cinta pandangan pertama? Ya,
baiklah. Awalnya aku memang tidak percaya dengan hal seperti itu. Tapi kurasa
aku harus menarik kembali kata-kataku. Sekarang aku percaya, kalau hal itu
benar adanya. Karena apa? Karena sekarang aku merasakannya. Indah, sangat
indah.
Ah, lagi-lagi aku melamunkannya. Entah
sudah yang keberapa ratus ribu kali aku melihat guratan wajah cantik itu.
Bahkan wangi parfumnya pun masih tetap sama. Wangi cemara. Wangi yang sangat
kusuka.
‘Yesung-ssi...’
Ah, suara itu terdengar sangat merdu.
Tunggu, kenapa suara itu terdengar sangat
nyata? Ah, sepertinya aku memang sudah gila. ‘Oh.. god... what should I do?’ Suara itu terdengar sanngat nyata.
‘Yesung-ssi...’
Ah, suara itu lagi. Bahkan saat menyebut namaku saja, suara itu begitu lembut.
Tuuk...
“Aw...” jeritku saat sesuatu menghantam
cukup kuat di kepalaku. Meringis? Tentu saja, bahkan itu sangat sakit jika
dibanding jitakkan Kyuhyun.
“Ya, Yesung-ssi...”
‘Mwo?
Dia benar-benar dihadapanku?’
Dia mengerak-garakkan tangannya
dihadapanku.
‘Benar!
Itu memang dia! Itu memang dia, yang berdiri dihadapanku!’
“Gwaechana?” Tanyanya dengan sedikit khawatir.
‘Mwo?
Setelah dia memukul kepalaku dia malah bertanya APA AKU BAIK-BAIK SAJA? Ya!!
Menyebalkan!!’
Aku mendengus kesal. “Setuluh memukul
kepalaku kau bertanya ‘Apa kau baik-baik
saja?’ Yak! Pertanyaan macam apa itu!” Gerutuku sambil mengelus kepalaku
yang masih terasa sakit.
“Ahahaha....” Bukannya minta maaf malah
menertawakanku. ‘Dia kira ini lucu, eoh?’
“Yak!! Kenapa malah menertawakanku!!! Kau
pikir lucu, eoh?” Keluhku lagi.
“Aha..haha.. Ne,ne. Mianhae...” Ucapnya
sambil mencoba menghentikan luncuran tawa dari bibir mungilnya. “Apa masih
terasa sakit, eoh?” Ia mulai duduk disampingku sambil mengulurkan tangannya ke
arah kepalaku. Kemudian mengelusnya lembut sambil sesekali meniup-niupnya.
‘Aigoo...
kenapa dia selucu ini? Dia kira aku anak kecil, huh!’
Tapi kubiarkan saja, aku tak mau protes.
Karena dengan begini, aku bisa melihat wajahnya dari dekat, sangat dekat.
Menghirup wangi cemara yang terpancar dari tubuhnya. Ah, menyenangkan.
‘Andai
bisa seperti ini setiap saat...’
~Yesung POV end~
~Author POV~
“Yesung-ssi....” Panggil yeoja yang
memiliki nama lengkap Park Hye Kyung.
“Ne?” sahut Yesung sambil menatap manik
mata yeoja dihadapannya.
“Kenapa tidak menyahut saat kupanggil?
Kenapa hanya tersenyum?” Ucapnya sambil menggembungkan pipinya.
“Kau memanggilku? Kapan?” Ucap Yesung
polos.
“Yak! Aku sudah berkali-kali memanggilmu
tapi kau sama sekali tak menggubris panggilanku. Aku harus berteriak sekeras
apa, eoh? Bukannya menyahut atau melambaikan tangan tapi kalau malah
senyum-senyum sendiri seperti orang aneh. Memang apa yang kau pikirkan, eum?”
Cibir Hye Kyung.
“Ya, Hye Kyung-ssi....” Ucap Yesung sambil
menghela nafas berat. “..mianhae, aku tidak mendengarmu tadi. Kukira kau hanya
bayangan yang terkadang muncul dikepalaku saja. Kekekeke...” Ucap Yesung tak
berdosa.
“Yak! Kau jahat sekali. Kau ingin membuatku
kehilangan pita suara, eoh?” Sungut Hye Kyung kesal.
“Anio...” Ucap yesung sambil menggerakkan
kedua tangannya refleks.
“Lalu?” Selidik Hye Kyung.
“Hanya saja.... huum... itu....” Ucap
Yesung gelagapan.
“Hanya saja apa? Teriakkanku kurang keras,
eoh?” Sungut Hye Kyung –lagi-.
Mendengarnya, Yesung hanya terkekeh geli
melihat yeoja disampingnya menggerutu kesal.
“Hye kyung-ssi....” Panggil Yesung.
“Wae?”
“Kau mau temani aku makan ice cream tidak?
Aku sedang ingin makan ice cream tapi aku tidak mau makan sendirian. Kau mau
menemaniku, eum?”
“Eoh?”
Yesung langsung berdiri dan menarik lengan
Hye Kyung tanpa menunggu jawaban darinya.
“Mwoya..!!!!” Teriak Hye Kyung.
~Author POV end~
‘Yak!
Apa-apaan namja ini? Tidak sopan sekali dia, seenaknya saja menarik lenganku!’
“Ya! Yesung-ssi.... Aku tidak mau....”
Teriakku. Tapi dia sama sekali tidak menanggapinya sedikitpun. Namja ini malah
semakin semangat menarikku untuk mengikuti langkahnya.
~oOo~
“Kau mau pesan apa Hye Kyung-ssi?” Tanya
namja yang paling menyebalkan –menurutku- di hadapanku.
“Aku tidak mau pesan apa-apa!” Tukasku.
“Aaiissh, yeoja ini...” Keluhnya tertahan.
“ Blueberry ice cream 1 dan Cochochino ice cream 1.” Ucapnya pada pelayan di
hadapan kami.
“Ya! Sudah kubilang aku tidak mau pesan
apa-apa. Kenapa malah memesan 2 ice cream, huh!” gerutuku kesal. ‘Dia itu bodoh atau apa sih! Memang tidak
mengerti dengan bahasa yang kuucapkan, eoh? Menyebalkan!’ rutukku kesal.
“Memangnya siapa yang memesankan untukmu,
keduanya untukku. Kau pikir aku bodoh, eum?” Ucapnya sambil tersenyum-yang-terlihat-sangat-mencurigakan.
“Mwo?” Aku beanr-benar terkrjut dengan
ucapan yang baru saja aku dengar barusan. Apa aku tidak salah dengar. Dia... dia
sama sekali tidak merayuku untuk menemaninya makan ice cream. Ya! Makhluk macam
apa dihadapanku ini!!!!! ‘YEESSUUUUNNGG-SSI!!!!
KAU BENAR-BENAR SANGAT MENYEBALKAAANN!!!!’
Aku menundukkan kepalaku, menatapi lantai
keramik yang kupijak. Tidak kusangka kalau makhluk dihadapanku ini sangat
menyebalkan. ‘Kupikir dia....
aarrghhh....’ Aku benar-benar kesal sekarang. Tanpa peduli dengan
teriakkannya –yang memangil namaku- aku tetap melanjutkan langkah kakiku keluar
dari toko ice cream yang kukunjungi tadi bersamanya.
Dan tibalah sekarang aku di pinggir Sungai
Han. Tapi tunggu, jangan kalian pikir aku berjalan kaki dari Cheongyecheon sampai ke Sungai Han. Ya! Aku
tidak segila itu.
Entahlah aku merasakan kenyamanan yang lain
jika sudah berada di Sungai Ini. hatiku benr-benar merasa sangat senang.
Kalian tahu tidak, selain sahabatku, tempat
curhatku yang lain adalah di Sungai ini. Semua yang tak mampu kukatakan pada
sahabatku, aku tumpahkan disini. Ya, walau sungai ini tidak menjawab semua yang
kutanyakan padanya. Tapi setidaknya, sungai ini selalu memberikan jalan keluar
yang cukup akurat, menurutku, eheheheh.
~Author POV~
Berjam-jam lamanya Park Hye Kyung berada
disana. Menikmati tiap detik waktunya tanpa sedikitpun melewatkannya.
Ya, begitulah Hye Kyung sekarang. Terduduk
dipinggir Sungai Han. Menatapi matahari yang perlahan-lahan menyembunyikan
wajahnya. Tak mengijinkan Hye Kyung untuk berlama-lama menemaninya.
Desiran angin memainkan permukaan sungai
yang nampak tenang. Menghasilkan bunyi desiran yang selalu terekam dengan baik
oleh indera pendengaran Hye Kyung. Dan itu yang selalu membuat Hye Kyung
semakin ingin lebih lama berada disana.
Tak lama yeoja itu berdiri. Sedikit
mengeratkan tangannya yang sekedar untuk mendapatkan sedikit kehangatan.
Tersenyum tipis dan menatapi permukaan sungai lagi.
Sebuah kehangatan yang hadir –tanpa ia tahu
siapa sumber kehangatan itu- tiba-tiba saja membuyarkan lamunannya.
Nafasnya terhembus dengan hangat pada leher
jenjang milik Hye Kyung.
Hye Kyung terpaku. Tak bisa berkata
apa-apa. Tak bisa menolaknya pula. Karena jujur saja, ia memang menginginkan
kehangatan itu. Sangat menginginkannya.
~oOo~
“Coklat hangat?” Tanya seorang namja.
Yeoja itu hanya mengaggukkan kepalanya
pelan sambil tersenyum tipis.
“Kurasa lebih baik kau bersihkan tubuhmu
dulu. Ini. pakai ini sebagai pengganti bajumu yang basah itu.” Ucap namja itu
sambil menyodorkan sweater yang ukurannya agak lebih besar dari perawakan yeoja
dihadapannya.
“Oh, iya. Kurasa aku hanya bisa meminjamkan
sweater itu saja. Celanaku pasti tidak ada yang pas denganmu.” Lanjut namja itu
sambil menyembulkan kepalanya dari arah dapur.
“Ne, gwaechana.” Ucap yeoja itu riang lalu
beringsut menuju kamar mandi.
Tak berselang lama yeoja itupun keluar dari
persembunyiannya.
Yesung yang sedari tadi melamun di balkon
kamarnya pun menjadi sasaran kejahilan yeoja yang satu ini.
“Ya! Hye Kyung-ssi!” Jeritnya tertahan
Hye Kyung hanya tertawa terbahak-bahak
melihat wajah Yesung yang kini sudah ternodai oleh krim dari cake yang ada di tangannya
sendiri.
“Yesung-ssi.... k.. kau lucu sekali.
Ahahahahaa....” Hye Kyung memegangi perutnya yang mulai terasa sakit, efek
terlalu banyak tertawa.
“Ya! Kau harus membayar untuk ini! Kemari
kau....” Yesung mengejar Hye Kyung yang sudah lebih dulu mengambil
ancang-ancang untuk menjauh dari darinya.
“Tangkap aku kalau bisa....” Tantang Hye
Kyung sambil menjulurkan lidahnya ke arah Yesung.
“Ya! Berhenti kau!” Seru Yesung.
“Anio. Kau pikir aku bodoh. Berhenti saat
kau menyuruhku untuk berhenti, eoh?” Sambar Hye Kyung sambil sesekali menggoda
Yesung dengan juluran lidahnya.
“Ya! Berhenti melecehkanku seperti itu!”
Ucap Yesung kesal –masih sambil mengejar Hye Kyung-.
“Tidak mau!” Sahut Hye Kyung sambil
menjulurkan lidahnya –lagi-.
~Author POV end~
“Ya! Berhenti kau!” Seru Yesung.
‘Ya!
Dia pikir aku bodoh apa! Namja aneh!’
“Ya! Berhenti melecehkanku seperti itu!”
Ucap Yesung. Kali ini kulihat wajahnya semakin kesal. Ya! Rasakan itu. siapa
suruh mengerjaiku saat ditoko tadi.
“Tidak mau!” Sahutku sambil menjulurkan
lidahku –lagi-.
Tak pernah aku merasa sesemangat ini saat
berlari.
“Berhenti!” Suara itu terdengar semakin
kencang.
Aku sudah kehabisan tenaga. Ingin rasanya
aku berhenti tapi tidak bisa. Jika dia berhasil menangkapku, wah... habislah
aku. aku menolehkan kepalaku, mencoba melihat seberapa jauh jarakku dengannya.
Nampak ia sudah kelelahan mengejarku. ‘Rasakan
itu!’
Dengan senyum evil, aku terus berlari.
Tanpa melihat sekelilingku aku terus berlari.
“Kyaaaaa!!!!” Aku kehilangan keseimbanganku.
Bruuuk....
Bokongku dengan mulusnya menghantam lantai
kayu rumah Yesung.
“Appo....” Ringisku sambil mengelus
bokongku yang terasa sangat sakit.
“Ahaa.. ahaa.. ahahahahahahahaha......”
Suara itu sukses mengalihkan perhatianku
dari rasa sakit yang mendera bagian bawah tubuhku.
“Ahahahahaahaahhaahahaaa.....”
Bukannya menghentikan tawanya dan
membantuku berdiri, dia malah semakin mempertinggi suara tawanya. Menyebalkan.
~Yesung POV~
Bruuuk....
Kalian tahu suara apa itu? Tepat, Hye Kyung
yang sedari tadi melecehkanku akhirnya kena batunya juga. Dia terjatuh karena
kehilangan keseimbangannya. Lumayan juga. Yeoja itu terjatuh tepat pada anak
tangga mini yang menghubungkan ruang tengah dengan ruang santai, tempat
favoritku.
“Appo....” Ringisnya sambil mengelus bokongnya
yang kurasa terasa-sangat-sakit.
“Ahaa.. ahaa.. ahahahahahahahaha......”
Sepertinya ia kesal mendengar tawaku ini.
Biar saja. Aku tak peduli. Rasakan itu, Hye Kyung.
“Ahahahahaahaahhaahahaaa.....”
Tawaku semakin menjadi saat melihat dia
mencibir kesal. Tak kusangka, pada saat seperti ini, wajahnya masih saja
terlihat manis. Aku semakin yakin kalau aku memang menyukainya. Benar-benar
menyukainya.
“Menyebalkan!”
Deg...
‘Apa?
Kenapa dengannya? Dia....’
~Yesung POV end~
~Author POV~
Kesal menatapi seseorang yang menertawakan
saat kita sedang merasa kesakitan adalah hal yang sangat menyebalkan. Terlebih
lagi dengan Hye Kyung, yeoja yang satu ini merasa seperti -sudah jatuh tertimpa tangga pula-, kurang lebih seperti itu
bunyinya.
Bermaksud mengerjai Yesung, malah dia yang
kena getahnya. Alih-alih menolong untuk berdiri. Namja itu hanya tertawa
terbahak-bahak melihatnya meringis kesakitan.
Belum hilang rasa sakit itu, kini Hye Kyung
dengan-tanpa-sengaja menabrak sebuah tembok dihadapannya karena terlalu sibuk
menggerutu kesal.
“Yaak!!!!” Hye Kyung hanya bisa mengelus
bagian dahinya yang mememrah akibat dicium tembok nan putih yang berdiri dengan
snagt kokohnya.
“Pabo!!!!” Tuuk... Dengan polosnya Hye Kyung menghajar tembok yang-sangat-padat-itu
dengan kepalan-tangannya-yang terbilang-kecil-dan-tak-bertenaga. “Ya!!!
Shit!!!”. Yeoja itu lagi-lagi meringis kesakitan
Mendengar ringisan Hye Kyung, Yesung makin
terbahak.
“Ya, Hye Kyung, kau itu bodoh atau polos,
eoh? Sampai matipun kau tak akan bisa menang melawan tembok itu hanya dengan
tinjuan-dari-tangan-kecilmu!” Teriak Yesung dari balik pintu yang menghubungkan
ruang dapur dengan ruang istirahat favoritnya.
“Ah, sudahlah. Aku lelah tertawa terus.”
Ucap Yesung santai. “Aku haus. Kau mau minum tidak? Kau sudah mengeluarkan
banyak energi setelah berlarian tadi.”
“Anio! Aku tidak merasa haus.” Jawab Hye
Kyung ketus dan beringsut menuju balkon yang berada di lantai dua, tepat di
bagian muka rumah Yesung.
“Haaah....” Hye Kyung menghembuskan
nafasnya dalam satu kali hentakan.
Kedua bola mata Hye Kyung menatapi langit
dengan penuh kagum. “Indah....” Gumamnya.
Yeoja itu tak pernah berhenti untuk
mendecak kagum akan ciptaan Tuhan yang sebegitu indahnya. Bisa menikmati
kapanpun ia mau tanpa perlu mengeluarkan sepeser uang. Malam ini langit nampak
begitu cerah. Bulan dan bintang tak
luput dari tatapannya. Mereka juga tak mau kalah indah dengan sederetan bunga
yang tumbuh tepat di sebuah taman kecil yang berada di sudut rumah milik
Yesung.
“Hye Kyung-ssi....” Panggil Yesung lembut.
Sayang, yeoja itu tak bergeming. Dia terlalu asik dengan keindahan alam yang
disuguhkan secara gratis untuknya.
Pelan tapi pasti, namja itu mendekati Hye
Kyung yang tengah bersandar pada besi berwarna silver yang bertengger di tiap
sisi balkon.
Dengan perlahan dan hati-hati, Yesung
menggerakkan tangannya untuk melingkar dipinggang gadis dihadapannya.
Memeluknya dari belakang dan meletakkan dagunya pada bahu sang gadis.
~Author POV end~
“Masih marah padaku, eoh?” Suaranya
terdengar lembut, lebih lembut dari yang sebelumnya. Bahkan bisa kuyakini ini
adalah suara terlembut yang pernah kudengar darinya.
Aah, lidahku kelu, aku tak bisa
menggerakkan bibirku hanya untuk mengucapkan kata tidak padanya. Aku hanya bisa menggeleng pelan, tanda kalau aku
tidak marah padanya.
Bisa kurasakan kalau dia sedang tersenyum
sekarang. Aah, andai aku bisa melihat senyum-yang-bisa-membuatku-mabuk itu.
Lengkap sudah malam indahku ini.
Hening.
Cukup lama keheningan menyelimuti kami
berdua. Dan dia sama sekali tak melepaskan pelukkannya sejak tadi. Aku tak tahu
harus berkata apa. Dia selalu berhasil membuatku membeku.
Tak lama dia melepaskan pelukannya. Aku
merasa sangat kecewa karenanya. Aku pun tertunduk menatapi lantai keramik
balkon yang berwarna putih, seputih mutiara.
Dia meraih bahuku, memutarnya hingga
membuat tubuh kami saling berhadapan satu sama lain. Ya, aku benar-benar kikuk
dengan keheningan seperti ini.
Kurasakan tangannya yang hangat menyentuh
daguku dan mengangkatnya secara perlahan. Membuat mata kami saling bertemu.
Dia menatap mataku hangat dan dalam. Kedua
mata itu selalu bisa membuat tubuhku bergetar hebat. Hanya dalam hitungan satu
detik tubuhku mendadak menggigil. Kakiku terasa sangat lemas, seperti tidak
memiliki tulang. Aku tak kuat lagi untuk berdiri dengan tegak tapi aku harus
bertahan. Aku tidak boleh melewatkan momen seperti ini. ya, aku tidak boleh
melewatkannya.
Menatapnya dengan jarak yang sangat dekat.
Mengamati tiap lekuk wajahnya. Mulai dari dahi, alis mata, batang hidung, kedua
pipinya dan yang terakhir..... bibirnya.
Dan satu anggota tubuh yang paling kusuka
darinya. Mata. Ya, mata coklatnya. Kedua bola mata itu bisa memabukkanku hanya
dalam hitungan tidak sampai satu detik. Benar-benar ciptaan Tuhan yang paling
sempurna. Tak pernah aku melihat mata seindah itu. Dan aku, aku sekarang sedang
berdiri dihadapannya. Menikmati semua keindahan yang terpancar darinya, merekam
dan menyimpannya dengan baik didalam otakku.
“Aku pasti akan merindukan kedua matamu
itu, Yesung-ssi.” Ucap Hye Kyung lirih.
Dirangkulnya pinggangku lagi, memutus jarak
antara tubuhku dan tubuhnya. Dapat kuhirup aroma mint dari tubuhnya. Aroma yang
sangat menyegarkan bagiku.
“Kenapa berkata seperti itu, Hye Kyung...”
Ah, lagi-lagi suaranya mengalun dengan sangat lembut ditelingaku. Dia menatapku
dalam. Dia terlihat sedang tidak bercanda.
“Molla...” Jawabku sambil menundukkan
kepalaku.
Dia meraih daguku dan menyejajarkan wajah
kami, membuatku kembali menatap kedua bola matanya.
“Dapat kupastikan kalau kau bisa menikmati
kedua mataku kapanpun kau mau.” Ucapnya serius.
‘Mwo??
Apa yang dia katakan? Apa aku tak salah dengar, eoh?’
Aku menunjukkan wajah-tak-mengerti padanya.
Dia hanya tersenyum padaku dan membelai lembut pipiku. Aah, halus. Kulitnya
terasa halus dan hangat.
Hanya dengan sentuhan dipipi saja, aku bisa
merasakan kehangatan menyebar didalam tubuhku. Seperti sengatan listrik.
“Tidak mengerti, eum?” Tanya Yesung sambil
tersenyum. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan kepalaku.
Kulihat dia menggigit bibir bawahnya dan
tertawa renyah. Menggerakkan tangannya dan mengusap lembut kepalaku.
“Aku benar-benar berpikir kalau kau
hanyalah seorang anak kecil.” Kali ini aku melihat matanya membentuk lekukan
seperti bulan sabit.
‘Ish,
kenapa suhu disini semakin terasa memanas...’
“Pipimu memerah, Hye Kyung.” Aku tercengang
mendengarnya. Kurasa kalimat itu meluncur begitu saja dari bibirnya.
Aku tak bisa berkata apa-apa. Aku
benar-benar malu sekarang. ‘Ya, Tuhan....
apalagi ini’. Jantungku berdegup semakin tak menentu.
“Ya, kenapa menyembunyikan wajahmu seperti
itu, eum? Wae?” Ucapnya lembut.
Aku hanya diam.
“Aku ingin melihat wajahmu yang memerah
seperti itu, Hye Kyung. Kau tetap terlihat sangat manis jika seperti itu.
jangan disembunyikan lagi. Aku ingin melihatnya, Kyungie.” Entah kenapa
sekarang nada bicaranya seperti sedang merajuk manja.
Aku hanya bisa semakin terdiam. Aku tak
berani menatap matanya walau hanya sekilas.
“Ya, kenapa kau tidak mau menatap mataku.
Bukankah tadi kau yang bilang sendiri kalau kau akan merindukan kedua mataku
setelah hari ini, eoh?” Ucapnya lembut.
Tak sanggup. Aku sungguh tak sanggup. Aku
tak memiliki keberanian yang cukup untuk melakukannya saat ini. Dia... dia
sudah melumpuhkanku.
“Ya, Kyungie...” Ucapnya yang terdengar
lirih. Tapi aku tetap tak melihat ke arahnya. Aku mendengar dia mendengus kesal
setelah beberapa kali mencoba membuatku untuk menatapnya yang tak kunjung
berhasil dia lakukan.
“YA! ANAK KECIL!” Ucapnya setengah
berteriak yang tentu saja membuatku terkejut sekaligus marah padanya.
‘Apa-apan
dia? Anak kecil?? Apa! Anak kecil??!!!’ Runtukku. Aku menggembungkan kedua
pipiku, kesal. Bisa-bisanya dia mengganti namaku dengan sebutan ANAK KECIL.
‘Payah.
Benar-benar namja payah. Kupikir dia akan bersikap romantis padaku. Tapi apa
ini? dia malah membuatku kesal. Aah, dasar namja payah.’
Aku terlalu sibuk menggerutu kesal karena
sikapnya yang menjengkelkan. Tanpa kusadari, dia meraih daguku dan mendaratkan
kecupan tepat dibibirku. Lembut, kecupannya terasa sangat lembut.
Apa kalian tahu bagaimana rasanya menikmati
sesuap cake yang sangat lezat? Kurasa kalian pasti tahu. Manis dan lembut.
Seperti itulah rasanya. Itulah yang kurasakan sekarang. Bahkan rasanya jauh
lebih manis dan jauh lebih lembut dari sesuap cake.
Bibirnya bergerak lembut tepat dibibirku.
Membuatku merasakan ingin, ingin, dan ingin merasakan lagi kecupannya. Rasanya
aku ingin membuat waktu berjalan lebih lambat, hanya agar aku bisa merasakan
lebih lama tiap kecupan lembut yang dia berikan tepat dibibirku. Terdengar
cukup egois,’kah? Ah, aku tak peduli dengan pendapat kalian.
Setelah cukup lama ia melumat bibirku, ia
pun melepaskannya. Membuat hatiku kecewa lagi. Apa aku tak bisa merasakannya
lebih lama lagi?
“Naega neomu saranghae.... Kyungie...” Dan
lagi, dia menunjukkan senyum dengan tulusnya padaku yang membuat hatiku yang
sudah luluh menjadi lebih luluh lagi.
Chuup....
Sebuah kecupan hangat singgah didahiku.
“Otte?” Matanya memancarkan sebuah
pengharapan. Pengharapan untuk kehidupan masa depannya bersamaku. Aku bisa
melihat itu dengan sangat jelas dari kedua matanya.
Kutekankan lagi, SANGAT JELAS.
~E N D~
0 comments:
Posting Komentar