Boyfriend
FanFiction | The Next Love? - Part 4
Main Cast :
Song Eun Soo
No Minwoo
Support Cast :
Kim Hyoyeon
Jo Kwangmin
Jo Youngmin
Genre :
Romance
Rate :
T
Length :
Chaptered
Warning : Typo(s) *always like*. Italic +
Bold = Flasback.
Chapter
4 : Another Love
Rasa
bahagia terpancar dari rona merah pipinya. Menatapi langit biru nan luas dengan
seulas senyum yang terkembang di wajahnya. Sebuah pengakuan telah menantinya,
akankah ia mengetahuinya...?
------
Sakit. Satu kata yang penuh arti. Mencoba
menjabarkan pengertiannya yang terlalu sulit untuk diartikan. Nanar tatapan itu
ikut turut meramaikan suasana penghujung musim semi di pertengahan tahun.
Deru ombak menyapa telapak kakinya.
Membasahi sisa-sisa pasir yang tertinggal disana. Menunduk, menatapi pasir
putih pantai dengan tatapan kosong.
Rindu, kata yang sangat simple untuk
diucapkan... tapi memiliki arti sungguh dalam baginya. Satu kata yang mungkin
tak akan pernah bisa terucap lagi di bibir mungilnya.
Di pantai ini, semua kenangan tentang yeoja
yang di cintainya terputar kembali. Saat-saat dimana ia pertama kali bertemu
dengannya. Wajah itu mampu mengalihkan perhatiannya dari langit luas di atas
lautan biru.
Tempatnya bertengkar, tempatnya
bercengkrama dengan para sahabat, dan disini jugalah yang menjadi saksi
pernyataan cintanya pada yeoja itu.
Menyakitkan, sungguh sangat menyakitkan
jika dalam waktu yang sama, kedua memori terputar beriringan.
Bayangan itu jelas terlihat oleh kedua
matanya. Saat yeoja itu marah karena kesibukannya dan saat yeoja itu berada di
taman bersama dengan namja lain yang baru beberapa puluh menit lalu ia lihat.
Semua terputar ulang terus menerus hingga
dadanya terasa sesak.
Butiran bening itu jatuh lagi lewat sudut
matanya. Mencoba menahan kesedihan yang ia rasakan, yang sebenarnya tak akan
pernah ia mampu lakukan.
Hati itu terus menerus memanggil nama yeoja
itu. Berharap yeoja itu muncul di hadapannya. Bukan hanya sekali ini saja
batinnya menjerit memanggil nama yeoja itu. Ini sudah seperti sebuah kebiasaaan
yang tak akan pernah bisa ia hapus dari dirinya.
Ini sudah seperti sebuah kenangan, yang
jika mencoba untuk melupakannya, justru ia malah berbalik menyerang otak untuk
tetap meletakkan kenangan itu. Sulit, terlalu sulit.
~o*0*o~
Namja itu menatapnya tajam. Sebuah senyum
tersungging di wajahnya, yang tentu saja berhasil membuat yeoja di hadapannya
tersipu.
Rona merah terpancar dari pipi yeoja itu.
Membuat jantungnya berdegup begitu kencang saat namja itu menyentuh lembut
pipinya.
Matanya... wajahnya... senyumnya... mampu
membius hatinya. Menusuk hingga bagian terdalam.
Terus menerus menatapinya dengan senyum yang
tak henti-hentinya ia pamerkan pada yeoja itu hingga membuat yeoja itu menjadi
risih.
“Ya, kenapa terus menatapiku seperti
itu...?” Protes yeoja itu sambil menggembungkan pipinya.
Tentu saja sikapnya menjadi bahan kekehan
namja di hadapannya.
“Kau tahu...?! Itu terdengar sangat
mengejekku...” Ucap yeoja itu dengan nada meninggi.
“Dasar anak kecil...” Kalimat itu meluncur
dengan santainya dari mulut namja dihadapannya.
“Ya, Youngmin-ah... aku bukan anak kecil
tahu...?! huh, dasar menyebalkan...!” Yeoja yang memiliki nama lengkap Song Eun
Soo itu berbalik, memunggungi Youngmin.
“Eun Soo-ya... kau terlihat semakin lucu
jika bersikap seperti itu...” Ucap Youngmin yang sibuk terkekeh.
Mendengar kekehan Youngmin yang semakin
menjadi, hal itu membuat Eun Soo semakin memanas, kesal.
Lama, butuh waktu yang cukup lama agar
membuat Eun Soo berbalik dan memandanginya.
“...sampai kapan kau akan memunggungiku
seperti itu...?” Protes Youngmin.
Eun Soo hanya terdiam, sama sekali tak menoleh
ataupun bicara.
Youngmin pun bangkit dan memandangi punggung
yeoja itu.
“Jika kau mau masih seperti itu lagi, kurasa
sebaiknya aku pergi saja.” Ucap Youngmin tegas dan mulai memantapkan
langkahnya.
“Oppa...” Panggil Eun Soo lirih, yang sukses
menghentikan langkah Youngmin.
Dengan segera ia berbalik dan mendapati Eun
Soo menatapnya nanar. Youngmin pun mulai mendekat, perlahan.
Perih hati Youngmin saat melihat dengan
jelas butiran-butiran bening itu terjatuh dari sudut matanya. Tak butuh waktu
lama baginya. Meraih dan menarik yeoja itu ke dalam pelukannya.
“Menangislah, Eun Soo...” Ucap Youngmin
sambil mengelus lembut kepala Eun Soo.
Bukannya berhenti, isakkan itu terdengar
makin jelas. Air mata itu terus membasahi baju Youngmin. Youngmin semakin erat
memeluknya, berharap itu akan membuatnya merasa sedikit membaik.
“Ceritakan padaku jika kau sudah siap.
Arraso...?” Ucap Youngmin hangat.
Eun Soo hanya mengangguk dalam pelukannya.
Hangat, itulah yang dirasakan Eun Soo dalam
dekapan Youngmin. Ini memang pertama kalinya namja itu memeluknya erat. Eun Soo
merasakan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang bergejolak di dalam hatinya.
Apalagi saat mata besar Youngmin menatapnya hangat. Sesuatu mengalir dengan
hangatnya di relung hati Eun Soo.
Tanpa disadari, bola mata mereka saling
bertemu. Menatap jeli tiap inchi wajah dihadapannya dan tersenyum hangat.
Saat itu, taman memang terlihat cukup sepi.
Bermodalkan keberanian yang dirasakan sangat cukup, Youngmin menarik wajah Eun
Soo untuk mendekati wajahnya. Hanya dalam hitungan detik, bibir mereka saling
bertemu.
Memeluk pinggang Eun Soo dengan tangan
kanannya dan yang sebelah kiri memegangi wajah putih Eun Soo, berharap yeoja
itu merasa nyaman dalam pelukannya.
Ini adalah pengalaman pertamanya, mencium
bibir seorang yeoja yang notabene bukan yeojachingunya. Dan ini bukanlah
sesuatu yang sangat buruk, karena yeoja itu sama sekali tak menghindarinya tapi
malah justru membalas tiap kecupan hangat yang ia berikan.
“Kukira kau akan menghindar...” Ucap
Youngmin lembut sesaat setelah mereka menyelesaikan ciuman mereka.
“Tidak bisa...” Ucap yeoja itu menunduk
sambil memandangi rerumputan yang ia pijak.
Takut, sedikit merasa kalau ia melakukan
kesalahan, namja itu pun meminta maaf.
“Mianhae... aku sudah bersikap tidak sopan
padamu...” Ucap Youngmin nyaris bebisik.
Eun Soo mengangkat wajahnya.
“Ani, kau tidak salah oppa... Kau sama
sekali tidak bersalah...” Ucap Eun Soo, berusaha menampilkan senyum termanis
yang ia miliki.
“Lalu, kenapa kau tertunduk lemah seperti
itu, tadi...” Ucap Youngmin hati-hati.
“Anio... geunyang...” Eun Soo menghentikan
kalimatnya.
Youngmin hanya bisa mengernyitkan keningnya.
“Wae...?”
“Geunyang... eum... naneun...” Eun Soo
nampak ragu untuk mengutarakannya.
“Choa... jika masih ragu, sebaiknya nanti
saja kau ucapkan.” Potong Youngmin dengan nada memelas.
“A, anio, ani, gwaechana. Aku bisa
mengatakannya, ya, aku bisa mengatakannya.” Ucap Eun Soo sambil menganggukkan
kepalanya berkali-kali.
“Mwo...? Sebenarnya kau itu kenapa...”
Selidik Youngmin, penasaran.
“Eum, maeume ssok deureo. Nde,
maume ssok deuroeo...” Ucap Eun Soo sambil tersenyum.
“Geuraeyo...?” Youngmin mendekatkan wajahnya lagi
dan berhasil membuat Eun Soo menutupi mulutya sendiri dengan kedua telapak
tangannya dan mengangguk berkali-kali.
Youngmin terkekeh melihatnya, dan mengacak-acak
lembut rambut Eun Soo.
“Kyeopta...” Ucapnya sambil tersenyum manis.
“Ya, oppa... andwae... aku bukan anak kecil
lagi tahu...” Protes Eun Soo sambil menggembungkan kedua pipinya.
“Kau itu memang anak kecil, Eun Soo-ya...”
Youngmin terkekeh lagi.
“Oppa... hentikan kekehanmu itu...” proten
Eun Soo lagi.
“Kau terlalu banyak protes, anak kecil...”
Youngmin memencet ujung batang hidung Eun Soo dengan ibu jari dan jari
telunjuknya.
“Oppa... appo...” Ucap Eun Soo sambil
mengelus-elus ujung hidungnya.
Melihat wajah cemberut Eun Soo, Youngmin
langsung menariknya ke dalam pelukannya dan menciumnya, lagi. Dengan sigap, Eun
Soo melingkarkan kedua tangannya pada leher Youngmin sambil sedikit berjinjit.
~o*0*o~
Nanar wajah itu belum juga sirnah. Matanya
mulai terlihat sembab. Wajahnya terlihat kusam, seperti tak terawat.
“Apa
kau tidak bisa menungguku sedikit lebih lama...” Batin namja itu yang masih
terduduk di hamparan pasir yang putih.
”Sebentar,
hanya sebentar...” Menatap kelam lautan yang mulai terlihat berwarna
jingga.
Terlalu lama, ya memang terlalu lama.
Baginya, waktu berputar sangat lama. Yeoja itu sudah melupakannya. Waktu, ia
hanya bisa menyalahkan waktu.
.
.
Waktu menunjukkan pukul 4 pagi dan Eun Soo
sudah terjaga sepagi itu. sedikit olahraga kecil ia lakukan di depan halaman
rumahnya yang cukup luas.
Ya, hari itu adalah hari Senin. Hari
pertempuran pertamanya. Ia harus berusaha hingga tetes keringat terakhir.
Tepat pukul 6 enam, Eun Soo sudah terduduk
manis di ruang makan. Menikmati sepotong roti gandum, sebuah telur mata sapi
yang bagian tengahnya masih terlihat mengkilap dan segelas susu coklat untuk
sarapannya pagi ini.
“Ahjuma...” Teriak Eun Soo lembut.
Tak lama sosok itu muncul di hadapannya.
seorang pelayan sudah siap melayaninya.
“Ahjuma... piringnya sudah kuletakkan di
tempat biasa. Mejanya juga sudah kurapikan. Terima kasih untuk sarapannya,
mashita...” Ucap Eun Soo manis sambil mengacungkan kedua ibu jarinya ke hadapan
sang pelayan.
“Ya, nona Eun Soo pandai sekali memuji. Aku
jadi tersipu...” Sahut pelayan itu sambil tersenyum.
“Aku berangkat, ne... annyeong...” Ucap Eun
Soo lembut sambil melambaikan tangannya.
“Ne, hati-hati nona.” Sahut pelayan itu
sambil membalas lambaian nona mudanya.
“Nona.. nona Eun Soo...” Teriak pelayan
itu.
Eun Soo menghentikan langkahnya dan
berbalik.
“Fighting..!” Ucap pelayan itu sambil
menggenggam tangannya dan menunjukkannya pada Eun Soo.
“A, ne, fighting...” Eun Soo tersenyum
gembira mendapati ucapan semangat dari pelayannya yang sangat memperhatikannya.
Melangkah dengan percaya diri dan seulas
senyum yang menghiasi wajah imutnya. Eun Soo mendapati sosok eomma yang tengah
asyik menyirami bunga-bunga kesayangannya.
“Eomma... aku berangkat ya... doakan
aku....” Teriak Eun Soo sambil melambaikan tangannya.
“Ne... yang semangat, ya....” Balas eomma
sambil tersenyum.
Terus menatapi punggung sang anak tercinta
hingga menghilang di balik pintu kayu disisi taman.
“Eun Soo... kau sudah besar sekarang...
kelak, kau akan sukses nantinya. Buat kami bangga padamu...” Sebuah senyum ikut
menghiasi cerahnya pagi ini.
.
.
“Ya, bukankah itu...” Kwangmin melihat
sosok yang ia kenal.
Ia pun memicingkankan matanya, mencoba
menegaskan kebenaran sosok yang ia lihat.
“Kenapa dia terlihat kusut sekali...”
Kwangmin jadi khawatir dengan keadaan Eun Soo yang tidak terlihat seperti
biasanya dan ia pun menghampiri Eun Soo yang terduduk lemah tak berdaya di
halte.
“Eun Soo-ya...” Panggil Kwangmin.
Eun Soo pun mengangkat kepalanya dan
menoleh ke arah suara yang sanagt ia kenal.
“Sedang apa kau disini...” Ucap Eun Soo
ketus.
“Ya, kenapa kau selalu berbicara seketus
itu padaku. Tak bisakah kau berbicara sedikit lembut padaku, hah...?!” Ucap Kwangmin
kesal.
Eun Soo hanya menghela nafas panjang dan
berusaha untuk senormal mungkin berbicara dengan Kwangmin.
“Mianhae... suasana hatiku sedang buruk
hari ini...” Jelas Eun Soo memelas.
“Tidak ada hubungannya. Mau suasana hatimu
sedang kacau atau bahagia, kau tetap saja berbicara ketus padaku...” Sambar
Kwangmin.
Eun Soo hanya tersenyum pahit padanya.
“Tidak pulang...?” Tanya Kwangmin.
“Sejak kapan kau memperhatikanku seperti
itu...” Ucap Eun Soo ketus.
“Ya, aku hanya bertanya. Jangan berlebihan
seperti itu.” Ucap Kwangmin tak kalah ketus.
Suasana jadi hening sesaat.
“Kwangmin-ah
ada benarnya juga... kenapa setiap berbicara dengannya aku jadi ketus seperti
ini...” Gumam Eun Soo dalam hati.
“Aku sedang tak ingin pulang cepat. Bisakah
kau membawaku ke suatu tempat, kemana saja Kwanmin-ah... jebal...” Rengek Eun
Soo.
“Mwo...?” Kwangmin membulatkan matanya tak
percaya.
“Eun
Soo... dia... dia merengek padaku...” Batin Kwangmin tak percaya.
Ia pun terdiam. Mencoba menelaah tiap kata
yang terucap dari bibir Eun Soo barusan. Eun Soo menatapnya sedikit ragu.
“Apa
dia mau mengajakku pergi bersamanya, setelah apa yang kulakukan padanya selama
ini...” Gumam Eun Soo. Wajahnya terlihat tak percaya diri.
Kwangmin berdiri tanpa sepatah kata pun.
Merapikan kemeja yang dikenakannya dan berbalik menatap Eun Soo dengan tatapan
dingin.
Eun Soo memperhatikannya lekat, siap dengan
segala macam ocehan yang akan terlontar dari bibir Kwangmin.
Tanpa perlu menunggu persetujuan darinya,
Kwangmin langsung menarik tangan Eun Soo dan berjalan meninggalkan halte.
“Mwo...?
Apa-apaan ini...” Eun Soo tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.
Berjalan hingga terhenti di depan sebuah
motor yang tak jauh terparkir dari halte.
“Pakailah dan naik...” Ucap Kwangmin datar
setelah ia menaiki motor kesayangannya.
Eun Soo hanya menganggukan kepalanya tanda
mengerti dan menuruti apa yang diperintahkan oleh Kwangmin padanya, seperti
sebuah robot.
.
.
“Setahuku... ice cream bisa mengobati
suasana hati yang sedang tidak baik...” Ungkap Kwangmin sambil menatapi
menulist di hadapannya. “Rainbow ice cream sepertinya pilihan yang cukup bagus,
eotte...?” Kwangmin melemparkan pandangannya pada Eun Soo yang sedari tadi
hanya terdiam.
Tak siap menerima pandangan itu, Eun Soo
langsung tertunduk malu.
“Omo...
apa yang kulakukan...” Gumam Eun Soo dalam hati sambil menutup kedua
matanya.
Kwangmin menatapnya aneh.
“Ya,
ada apa dengan diriku... kenapa malah menatapinya terus... Eun Soo-ya...
paboyo... neomu paboyo...” Eun Soo malah sibuk menyalahkan dirinya saat
tangan Kwangmin tiba-tiba saja menyentuh jemarinya.
“Hey, kau kenapa...?”
“Hah... a..anio...” Eun Soo terkekeh sambil
memaksakan senyumnya.
“Berapa lama lagi kau akan membuat pelayan
itu berdiri di samping meja kita...” Prote Kwangmin yang kembali menatap
menulist.
“Oh, mianhae...” Ucap Eun Soo tak enak hati
pada pelayan yang sudah menunggu dari tadi.
“1 rainbow ice cream, 1 banana milkshake
dan 1 vanchoberry ice cream. Itu saja...” Ucap Kwangmin, memotong kalimat Eun
Soo dengan cepat.
“Iissh..
kenapa tidak dari tadi saja kau pesan. Kenapa harus protes dulu terhadapku.
Menyebalkan...!” Gerutu Eun Soo, kesal.
Menunggu pesanan datang sambil sibuk dengan
pikiran masing-masing. Suasana yang sangat dingin. Tak satupun dari mereka yang
angkat bicara.
Eun Soo sibuk memikirkan hasil akhir dari
ujian kelulusannya, sedangkan Kwangmin, dia malah asyik mendengarkan lagu yang
terdengar dari earphone hitam kesayangannya.
Sangat lama mereka terdiam dan sibuk dengan
dunia mereka masing-masing. Bahkan hingga menu dihadapannya habis mereka
santap, mereka masih terdiam.
“Sepertinya, pertanyaanku tadi belum kau
jawab.” Ucap Kwangmin sambil melepas earphone dari telinganya dan membiarkannya
menggantung di lehernya.
“Mwo...? Pertanyaan...?” Seru Eun Soo ambil
mengelus keningnya.
“Saat aku menghampirimu di halte...” Jelas
Kwangmin cepat.
“Oh, yang itu...” Eun Soo menggaruk
kepalanya yang tidak gatal. “Itu...” Eun Soo menggantungkan kalimatnya, ragu,
apa dia harus memberitahukan kepada namja dihadapannya atau tidak.
“...entahlah, aku juga bingung... aku... aku khawatir dengan hasil ujianku...”
Akhirnya Eun Soo pun menceritakannya.
“Kau kan sudah belajar dengan hyungku...
kenapa jadi sekhawatir itu... bukankah, kata hyungku, nilai-nilaimu itu, tidak
akan bermasalah...” Ucap Kwangmin.
“Entahlah, aku sangat tidak percaya diri
sekali...” Ucap Eun Soo sambil tertunduk lemas.
Kwangmin menatapnya sedih. Baru kali ini
dia melihat yeoja yang menyebalkan itu, terlihat sangat terpuruk. Berbeda 180
derajat dari kebiasaannya yang selalu bebicara ketus padanya.
“Aku bosan disini, bisakah kau membawaku ke
tempat lain...” Ucap Eun Soo datar sambil beranjak bangun dari kursinya.
Kwangmin hanya berdiri dan berjalan
mengikuti langkah yeoja yang sudah terlebih dahulu meninggalkan tempat itu.
.
.
~o*0*o~
...
“Aww...” Eun Soo meringis, menggigiti bibir
bawahnya. Diayun-ayunkannya jari yang terkena goresan pisau.
“Ya, apa yang kau laku...kan...” Ucap Eun
Soo setelah melihat namja dihadapannya menghisap jarinya.
Eun Soo hanya terdiam terpaku. Dengan
telatennya namja itu mengobati jari Eun Soo yang tergores.
“Sudah kukatakan, agar berhati-hati. Kenapa
kau ceroboh sekali...” Komentar namja itu yang masih sibuk membalut jemari
milik Eun Soo.
Eun Soo sama sekali tak menanggapinya. Ia
semakin mantap, menatapi namja dihadapannya yang masih serius pada jarinya itu.
“Tahu akan terjadi seperti ini, sebaiknya
kularang saja kau untuk turun ke dapur...” Komentar namja itu lagi tanpa
memperhatikan wajah Eun Soo.
“Yang terluka hanya jariku... kenapa harus
sepanik itu...” Batin Eun Soo.
“Kau tahu, jari itu juga termasuk anggota
tubuh yang sangat penting. Kau tahu kenapa...?” Kali ini namja itu menatap
wajah Eun Soo.
Eun Soo hanya menggeleng pelan.
Namja itu terlihat menarik nafas panjang dan
menghempaskannya dalam satu hentakan.
“Yang lainnya juga sangat penting, tapi jari
juga tak kalah penting... kau selalu menggunakannya setiap saat. Saat kau
menyentuh sesuatu, memegang sesuatu, mengetik, menulis, menghapus, memasak,
bukankah itu semua membutuhkan bantuan dari jari. Bahkan saat kau memainkan
alat musik. Jika kau seorang pianist, kau harus benar-benar menjaga jarimu
dengan sangat ekstra, kau mengerti maksudku,’kan...” Wajahnya masih terlihat
sangat khawatir.
“Arasso. Kau juga tak perlu sekhawatir itu
denganku. Lihat...!” Ucap Eun Soo sambil mengacungkan jarinya yang terluka.
“Jariku hanya tergores. Sebentar lagi juga akan sembuh. Kau tak perlu
sekhawatir itu. Lagipula, aku juga bukan siapa-siapa. Aku hanya seorang yeoja
yang biasa-biasa saja. Jadi kau tak
perlu khawatir.” Ucap Eun Soo sambil tersenyum manis.
“Kau itu...” Namja itu menjitak pelan kepala
Eun Soo. Eun Soo hanya tersenyum meringis.
“Selalu saja mencari-cari alasan jika aku
sedang menasehatimu. Tak bisakah kau mendengarkan nasehatku tanpa membantahnya
sedikitpun, eum...?!” Namja itu meletakkan kembali kotak P3K-nya.
“Ya, tak bisakah kau bersikap manis padaku,
saat aku terluka seperti ini. Sedikit saja...” Ucap Eun Soo sambil membuat
rongga yang sangat tipis dari kedua jarinya.
“Tidak bisa.” Jawab namja itu dingin.
“Iisshh...” Eun Soo mendengus kesal dan
menghentakkan salah satu kakinya ke lantai.
“Ya, kenapa malah dia yang marah padaku.
Harusnya aku yang marah padanya. Kenapa jadi seperti ini...” Batin namja yang
bernama No Minwoo, sesaat setelah melihat yeojanya pergi begitu saja dengan
wajah yang kesal.
“Ya, Eun Soo...” Panggil Minwoo, berharap
yeoja itu akan berhenti dan berbalik menatapnya.
“Sepertinya, ia benar-benar sangat kesal.”
Minwoo hanya mengerucutkan bibirnya. Di tatapnya sebuah piring yang berisi
dengan sayur-sayuran segar yang tertata dengan cantiknya.
“Salad...” Ia pun menatapi sisa-sisa
bayangan samar Eun Soo.
Ia mengambil sumpit berwarna keemasan yang
letaknya tak jauh dari piring. Menjepitnya dan memasukkannya kedalam mulut.
Ia pun kembali termenung.
“Harusnya kau menyelesaikan salad ini dulu,
baru pergi...” Ucapnya pelan.
Ia pun menarik bangku dan terduduk di
atasnya. Menikmati salad yang belum selesai diracik oleh Eun Soo.
“Hanya masalah kecil saja, kau sekesal itu.
Bagaimana kalau masalahnya terlalu rumit? Akan sekesal apa dirimu?” Minwoo
memainkan sumpit itu dengan membenturkannya pada pinggiran piring. Ia pun
mendesah pelan.
“Apa aku bisa meninggalkanmu dengan tenang,
jika temperamenmu naik turun seperti itu?” Minwoo kembali mendesah pelan.
~o*0*o~
“Jika tidak mau memakannya, jangan
diacak-acak seperti itu...” Gerutu Kwangmin yang membawa Eun Soo kembali ke
dunia nyatanya.
“Hey, kenapa reaksimu seperti itu...?” Ucap
Kwangmin kesal.
“Ehm? Mwo?” Eun Soo terlihat seperti tak
mendengarkan ucapan Kwangmin.
“Apa yang kau pikirkan, hah?!” Ucap
Kwangmin sambil mengetuk kening Eun Soo.
Eun soo hanya bisa meringis. Lalu menatap
Kwangmin dengan tatapan aneh.
“Kenapa mengajakku kesini? Bukankah tadi
sudah kukatakan, untuk membawaku ketempat yang jauh lebih nyaman?” Celoteh Eun
Soo sambil mengacak-acak salad dihadapannya.
Dengan wajah kesal, Kwangmin merebut piring
berisi salad itu dari hadapan Eun Soo. Eun Soo hanya termangu melihatnya.
“Sudah kukatakan, jangan diacak-acak. Apa
kau tak dengar, hah...?!”Ucap Kwangmin ketus.
Raut wajah Eun Soo berubah seketika itu
juga. Terkejut, takut dan sedih, semua tergambar jelas dari tatapan matanya.
“Kenapa
seperti itu..? Apa aku terlihat seperti
membentaknya...?” Batin Kwangmin.
Tak sanggup menahan bendungan air matanya,
Eun Soo pun berlari meninggalkan Kwangmin dengan sejuta pertanyaan dibenaknya.
“Eun Soo-ya...” Teriak Kwangmin, yang sama
sekali tak digubris oleh Eun Soo.
Entah apa yang sedang ia pikirkan. Ia pun
menaiki bus dengan sangat tergesa-gesa. Hanya dalam hitungan detik, air mata
yang sudah ia tahan sejak tadi, tertumpah begitu saja, membasahi pipinya.
Kwangmin terus mencari sosok Eun Soo.
Khawatir, takut terjadi apa-apa dengan yeoja itu, ia pun melarikan motor kesayangannya
menembus keramaian kota.
Sore itu terasa begitu indah bagi sebagian
orang yang merasakan kebahagiaan, tapi tidak untuk sebagiannya lagi. Bagi
mereka, sore itu terlihat sangat membosankan. Terlalu banyak beban yang mereka
tanggung setiap harinya, hanya untuk mengais sisa-sisa kebahagiaan yang jarang
sekali mereka rasakan.
Seorang namja terlihat begitu antusias. Tak
lelahnya berkeliling di sebuah mall yang cukup besar. Matanya tak
henti-hentinya menatap jeli jejeran tiap barang yang tertata apik pada etalase.
“Kenapa tidak ada satupun toko yang
menjualnya...? Bukankah itu bukan termasuk barang langka...? Ada apa dengan
toko-toko di mall ini...” Youngmin menggerutu kesal sambil terus melangkahkan
kakinya melewati jejeran toko yang memamerkan pajangan-pajangan yang terbuat
dari tanah liat yang terlihat sangat unik.
Merasa putus asa dengan pencariannya selama
setengah hari, ia pun berbalik bergegas dari mall tersebut. Mencoba mencari
peruntungan di toko aksesoris di luar sana.
.
.
Isakan itu malah semakin menjadi saat dia
berada dalam pelukan Kwangmin. Kwangmin yang sudah berhasil menemukan tempat
pelariannya, kini hanya bisa membelai lembut rambutnya sambil sesekali
berkomentar.
“Ya, kenapa malah semakin kencang...”
Protes Kwangmin sambil melepaskan pelukannya.
“Kau menginjak kakiku...” Teriak Eun Soo.
Ia pun langsung memegangi kakinya yang terasa sakit.
“Mi..mianhae.. A..aku tidak sengaja,
sungguh...” Ucap Kwangmin yang ikut-ikutan terjongkok di hadapan Eun Soo, ia
pun menghembuskan udara berkali-kali ke arah kaki Eun Soo yang tidak sengaja
terinjak olehnya.
“Kau kira aku anak kecil yang jika terluka
harus ditiup-tiup seperti itu...” Gerutu Eun Soo sambil mengerucutkan bibirnya.
“Bukannya memang seperti itu...” Kwangmin
mengangkat sedikit wajahnya dan memandangi Eun Soo.
Lama ia memperhatikan tiap lekuk wajah dari
yeoja di hadapannya hingga si pemilik wajah itu merasa risih.
“Apa yang kau lihat...” Eun Soo
menyilangkan kedua tangannya tepat didepan wajahnya.
“Iissh, dasar yeoja aneh...” Gerutu
Kwangmin sambil menegakkan tubuhnya kembali dan melangkah meninggalkan Eun Soo.
Eun Soo masih mengelus lembut kakinya yang
masih terasa sedikit sakit. Sadar kalau Kwangmin tidak dihadapannya lagi, ia pu
menengadahkan wajahnya. Sosok itu memang benar tidak ada dihadapannya, sosok
itu sudah menjauh darinya.
“Hey, Kwangmin-ah, jahat sekali kau...”
Teriak Eun Soo yang berhasil menghentikan langkahnya. Dan ia pun terdiam
disana.
“Hey, kau tak memiliki perasaan, ya...?
Tega sekali kau meninggalkan seorang yeoja sendirian di pinggir pantai seperti
ini...” Ucap Eun Soo dengan nada meninggi.
Kwangmin pun berbalik. Tanpa perlu menunggu
lama, ia sudah ada dihadapan Eun Soo. Menariknya, dan menjatuhkan tubuh Eun Soo
di punggungnya. Tanpa sedikitpun berkata-kata, ia pun berdiri dan membawa Eun
Soo.
Hembusan angin malam membuat tubuh Eun Soo
sedikit merinding kedinginan. Ia pun mempererat pelukannya. Ia sama sekali tak
menyadari kalau seorang namja tengah tesenyum senang di balik topi hitamnya.
Sepanjang perjalanan, Eun Soo tak
henti-hentinya berbicara. Ia selalu mengeluhkan udara dingin malam itu. Belum
lagi tentang kegalauannya soal nilai ujian akhirnya yang benar-benar membuatnya
ketakutan. Banyak, terlalu banyak yang ia ucapkan. Kwangmin hanya terdiam,
entah mendengarkan atau tidak. Ia sama sekali tak berkomentar sedikitpun.
Sepertinya ia sangat berkonsentrasi saat mengemudi.
Kwangmin menghentikan laju sepeda motornya.
Membuka helm dan menggantungkannya pada spion.
“Sudah sampai...” Ucapnya datar.
“Oh, sudah sampai, ya. Cepat sekali.
Perjalanan yang sangat singkat.” Ucap Eun Soo sambil beranjak turun dan
memberikan helm yang ia kenakan pada Kwangmin.
Ia pun bergegas menghampiri pintu pagar
yang berdiri dengan kokohnya. Mengamati sang majikan yang baru kembali sejak
kepergiannya pagi tadi.
“Iissh, hampir saja lupa...” Eun Soo
menepuk keningnya dan berbalik, menghampiri Kwangmin yang siap menstarter
motornya.
“Wae...” Ucap Kwangmin yang tersadar kalau
yeoja itu belum masuk ke dalam rumah.
“Aku sangat berterima kasih sekali padamu.
Kurasa jika kau tak mneghampiriku saat di halte tadi, entahlah, apa yang akan
kulakukan. Terima kasih sudah mentraktirku makan ice cream dan salad. Apalagi
ya...” Eun Soo menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal.
Kwangmin melirik arlojinya. Menyadari ia
seperti diberi waktu beberapa menit saja untuk menyampaikan rasa terima
kasihnya, Eun Soo melanjutkannya dengan sedikit tergesa-gesa, bahkan terdengar
seperti cerewet. Banyak sekali yang ia ucapkan hanya untuk sekedar salam perpisahan.
“Kurasa itu satu-satunya jalan untuk
menghentikan ocehanmu...” Ucap Kwangmin sesaat setelah melepaskan ciumannya.
Eun Soo hanya terdiam terpaku. Ia pun
mengerjapkan matanya berkali-kali. Seolah seperti sebuah mimpi baginya.
“Kau sudah mengucapkannya berkali-kali
selama perjalanan pulang. Dan sekarang kau mengulanginya lagi. Apa tidak lelah,
eum...?” Wajah itu sangat dekat dengan Eun Soo, hingga hembusan nafasnya terasa
begitu hangat di pipi Eun Soo.
“Masuk sana, kau bisa sakit jika terlalu
lama berdiri di luar seperti ini...” Ucap Kwangmin sambil mengacak-acak rambut
Eun Soo dan berjalan kembali menuju motornya.
“Omo... kenapa jantungku berdetak sangat
kencang. Apa yang terjadi denganku...” Gerutu Eun Soo setelah Kwangmin beranjak
dari hadapannya.
------
* *
~*TO
BE CONTINUE*~
0 comments:
Posting Komentar