Super
Junior FanFiction | Fallin’ with Mokpo Boy’s
Main Cast :
Park Hye Kyung
Lee Donghae
Genre :
Romance
Rate :
T
Length :
Oneshot
Warning : Typo(s) always be like it ^^ .
Happy reading but don’t be silent ok ^^
Ddrrttt
ddrrtt....
Seorang yeoja membuka matanya secara
perlahan. Menghirup udara sebanyak yang bisa ia tampung dan menyentakkannya
dalam satu kali hembusan.
“Ya! Siapa yang sudah mengganggu liburanku,
eoh!!!” Gerutu yeoja itu kesal.
Ddrrttt
ddrrtt....
Lagi-lagi ponselnya bergetar. Dengan malas
yeoja itu teringsut dari tempat tidurnya, meraih ponsel dan menatap layar
ponselnya singkat. Bahkan sangat singkat lalu melemparnya asal ke tempat tidur
miliknya.
“Mengganggu saja!!” Dengan malas ia
melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk mendapatkan sebuah penyegaran
pada tubuhnya.
Dilain
tempat...
“Ya! Dasar yeoja pemalas! Jam segini belum
juga bangun, eoh!” Gerutu seorang namja kesal.
Ditelponnya lagi yeoja itu. Nihil. Tak ada
jawaban sama sekali dari yeoja itu.
“Ya! Kenapa aku bisa segila ini pada yeoja
pemalas seperti dia!!!” Gerutu namja itu lagi sambil membuang ponselnya yang
entah dia lemparkan kemana.
Kesal dengan yeoja yang tak kunjung
mengangkat telpon darinya, ia pun melangkahkan kakinya menuju meja kerja kecil
yang berada di sudut kamar. Tenggelam mengetikkan sesuatu dari keyboard
notebook dihadapannya.
~Hye Kyung POV~
“Aah, segarnya....” Ucapku sambil
membentangkan kedua tanganku.
“Ponselku...”
Ya, aku baru sadar sekarang. Mungkin lebih
tepatnya jiwaku secara utuh sudah menyatu dengan ragaku. Dengan cepat aku
meraih ponsel yang kulemparkan ke atas ranjangku.
“Benar dugaanku. Panggilan tak terjawab
berkali-kali. Ah, setelah ini kupastikan dia akan meracau lagi.” Gerutuku
kesal.
Ah, biarkan saja. Nanti dia juga pasti akan
menghubungiku lagi.
Kalian tahu siapa yang kumaksud? Ya,
baiklah akan kuberitahu. Dia adalah Lee Donghae. Entahlah kenapa sampai sejauh
ini aku semakin dekat dengannya.
Aku mengenalnya lewat sahabatku. Kebetulan
namjachingu sahabatku itu adalah teman dekatnya. Jadilah aku diperkenalkan
kepadanya. Ah, ani. Tapi Lee Donghae-lah yang meminta dikenalkan padaku. Itu
pun aku tahu dari sahabatku. Hehehehehe....
Singkat cerita, kurang lebih dekat selama 2
tahun dengan namja yang satu ini, entah kenapa selama 2 bulan terakhir ini dia
agak sering menjengkelkanku. Entahlah, atau aku yang terlalu cuek padanya.
Tapi.... ya, sudahlah. Itu tidak penting. Yang perlu kalian tahu adalah kalau
aku sebenarnya mulai menyukai namja yang bernama Lee Donghae ini. Uupss, ya! Dasar
yeoja pabo. Kenapa aku tidak bisa membungkam sedikit mulutku untuk hal
se-sensitif ini. Ah, pabo.... neomu pabo. Ah, sudah. Lupakan. Anggap aku tak
pernah memberitahukannya pada kalian. Arasseo..!!!!
Sudah pukul 5 sore dan dia tidak
menghubungiku lagi? Ya! Apa-apaan ini!
Kesal? Tentu saja! Seenaknya saja dia.
Ddrrttt
ddrrtt....
From
: Mokpo Boy’s
Mianhae,
aku tidak bisa datang. Aku ada keperluan mendadak.
~Hye Kyung POV end~
“Ya! Kenapa baru bilang sekarang saat aku
sudah menunggunya selama 2 jam di cafe! Dasar pria mokpo menyebalkan.” Umpat
Hye Kyung kesal.
Beruntung dia berada di salah satu ruangan
yang sudah dipesan oleh Lee Donghae, sebuah meeting roon yang tidak terlalu
besar memang. Jadi dia tidak perlu merasa khawatir dengan tatapan mata tajam
dari para pengunjung cafe yang sudah dipastikan akan terganggu dengan suaranya
yang menggelegar.
Dengan ganas, Hye Kyung menyantap makanan
dihadapannya, yang sebelumnya memang sudah dipesan Lee Donghae tanpa ampun.
“Dasar Lee Donghae menyebalkan!” Racau Hye Kyung
dengan mulut penuh makanan.
Wajahnya terlihat menyeramkan. Seperti
seekor binatang yang tak akan melepaskan hasil buruannnya. Menyantapnya dengan
ganas dan tanpa tersissa. Mungkin lebih tepatnya, jika kau berada di dekat
yeoja ini, kau akan disantap mentah-mentah olehnya. Ya, seperti itulah gambaran
suasana hati seorang Park Hye Kyung sekarang. Sangat menyeramkan!
Dari kejauhan seorang namja memperhatikan
Hye Kyung dengan tatapan ketakutan. Menelan ludahnya sendiri dengan susah
payah. Keringat dingin mulai mengucur dari dahinya.
“Menyeramkan sekali yeoja itu!” Ucapnya
sambil bergidik ngeri. “Habislah aku kalau ada disampingnya.” Glek... Lagi-lagi namja itu menelan
ludahnya sendiri.
“Mianhae... salahmu sendiri yang sudah
mengacuhkanku pagi tadi.” Gerutu Donghae lalu berlalu dari cafe setelah
sebelumnya membayar semua tagihan yang sudah dipesannya pada pelayan cafe untuk
melayani Hye Kyung.
~Donghae POV~
Aku melangkahkan kakiku keluar dari cafe
yang tiba-tiba menyeramkan bagiku. Kucoba untuk menunjukkan senyum terbaikku,
sia-sia saja. Tak berhasil. Bahkan aku mulai merasakan bulu kudukku
merinding. Apa ada sesuatu di
balakangku.
Aku menoleh ke arah belakang. “Tidak ada
apa-apa.” Ucapku sambil memegangi tengkukku yang masih merinding. “Mungkin efek
di cafe tadi masih berlanjut.” Gumamku santai.
Aku kembali melangkahkan kakiku santai
sambil sesekali bersenandung kecil.
Kini tibalah aku di pinggir sungai Han.
Tempat pertama kali aku bertemu yeoja menyeramkan tadi, Park Hye Kyung.
Saat itu, secara tidak sengaja lensa
kameraku menangkap sesosok yeoja yang telihat sangat lembut dan lucu. Dia
tertawa dengan lepasnya. Berkali-kali aku melihat senyumnya yang menurutku
sangat manis. Entahlah, sejak hari itu, otakku tak pernah berhenti untuk
memikirkannya. Aneh, padahal aku tidak menyuruhnya untuk memutar kejadian di
sungai Han waktu itu.
Sampai akhirnya, untuk yang kedua kalinya
aku bertemu lagi dengannya secara tidak sengaja. Aku melihatnya sedang bersama
dengan yeojachingu teman dekatku, Kim Heechul. Kalian tahu, kukira dia seorang
namja yang sangat baik hati, karena tak tampak sekali dari wajahnya kalau dia
seorang namja yang usil. Aku sampai harus memohon-mohon bahkan sampai harus
mencium telapak kakinya hanya untuk memintanya mengenalkanku pada sahabat
yeojachingunya.
Semuanya terpaksa kulakukan agar aku bisa
dekat dengan yeoja itu. Dan singkat cerita, dia mengabulkan permohonanku.
Disini, ya tepat di tempat dimana aku
berdiri, aku berencana untuk menyatakan cintaku padanya. Tapi gagal sudah rencanaku.
Kalian tahu kenapa? Karena tadi pagi dia sudah menghancurkan mood-ku yang
menurutku sudah sangat bagus sekali.
Aku makin merasa kesal jika mengingat
kejadian pagi tadi.
“Kenapa akhir-akhir ini kau menjadi sangat
cuek padaku, Hye Kyung?”.
~Donghae POV end~
“Kenapa akhir-akhir ini kau menjadi sangat
cuek padaku, Hye Kyung?”.
Namja itu melemparkan kerikil ke arah
sungai hingga timbul suara decakan dari batu yang dilemparkannya. Namja itu
mengulanginya beberapa kali. Membuat seolah-olah batu itu adalah rasa kesalnya
saat ini. Melemparnya jauh-jauh hingga perasaannya mulai membaik.
Dikediaman
Park Hye Kyung....
Braakk...
Seorang yeoja membanting pintunya keras,
meluapkan segala amarah yang kian memuncak sejak kejadian di cafe tadi.
Masih merasa belum puas, ia pun kembali
meraih ponselnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi.
Braaak....
Tamatlah sudah riwayat ponsel touch
putihnya. Benda yang tidak berdosa itu menjadi korban terakhir dari kemarahan
Hye Kyung yang sudah tak terkendali.
Hye Kyung berjalan menuju ranjang dan
membanting tubuhnya diatas sana. Mencoba mengatur nafasnya yang masih terasa
memburu menahan marah. Perlahan tapi pasti, nafas itu kembali normal setelah
beberapa butiran bening terjatuh dari sudut matanya.
Dengan langkah gontai dan penuh penyesalan,
Hye Kyung menghampiri lokasi tewasnya ponsel touch putih Apple-nya.
Buliran air matanya mengalir lagi, kini
cukup deras.
“Paboya!!!” Suara Hye Kyung terdengar
serak. “Neomu paboya, Park Hye Kyung.” Dia memukul kepalanya sendiri dengan
tangannya. Neomu neomu neomu paboya...” Lagi-lagi dia merutuki dirinya sendiri.
Penyesalan memang selalu datang diakhir,
bukan?
Semenjak kejadian itu, nomor Hye Kyung
menjadi sulit untuk dihubungi. Donghae mencari tahu kabarnya lewat sahabat
dekat yeoja itu, tapi nihil. Sahabatnya itu juga mengalami kesulitan yang sama
dengannya.
Dengan sedikit frustasi, Donghae
menyandarkan bahunya pada sebuah pohon rindang di sebuah taman yang tak jauh
dari rumah Hye Kyung.
“Ya! Hye Kyung, sebenarnya kau kemana? Sulit
sekali menghubungi ponselmu. E-mailku pun tidak pernah kau balas. Datang
kerumahmu pun juga tidak ada hasilnya. Kau itu kemana, eoh?” gerutu namja itu
kesal.
Hye Kyung yang sebenarnya terus memantau
Donghae tanpa sepengetahuan namja itu hanya menatapnya miris.
“Mianhae....” Isaknya. “Waktuku tak banyak,
aku harus pergi sekarang. Tunggulah aku, my mokpo boy’s....” Punggung itu
semakin samar dan menjauh dari taman.
6 months, 21 days later....
Dear My Mokpo Boy’s....
Saat
kau membaca surat ini, aku sudah sampai di Tokyo. Ah, ani bukan sampai,
maksudku aku sudah berada di Tokyo kurang lebih 6 bulan hehehehe....
Mian,
tidak memberitahumu lebih awal. Kuakui ini memang salahku. Awalnya aku ingin
memberitahukan padamu kalau aku ditawari unutk kuliah di Tokyo saat kita akan
bertemu di cafe, kau ingat, ‘kan?
Sayang,
hari itu kau tidak datang dan kau membuatku menunggumu selama 1 jam. Kesal
memang, tapi mau diapakan lagi. Sudahlah, aku tidak mau mengingat hari itu.
Karena dihari yang sama, aku tidak sengaja telah membunuh Apple touch-ku.
Kau
pasti sulit menghubungiku, ‘kan? Ya, ini memang salahku. Sekali lagi, maaf. Aku
terlalu ceroboh bahkan tak bisa mengontrol emosiku sendiri. Lihatlah, betapa
payahnya diriku, kekekekeke....
Maaf
menyulitkanmu untuk menemuiku. Aku yang meminta mereka untuk tak memberitahumu
sejak hari itu. Jadi jangan marah pada mereka, ne. Kalau mau marah, marah saja
padaku.
(Issh,Park
Hye Kyung bodoh. Mana bisa dia memarahimu sedangkan kau berada di Tokyo. Neomu
paboya...)
Aku
terpaksa menerima tawaran appa untuk melanjutkan kuliahku disana. Aku memang
tidak berpikir dengan jernih saat itu. Mungkin karena hari itu aku juga baru
saja melihatmu jalan berdua dengan seorang yeoja. Hey, Mokpo boy’s siapa yeoja
yang beruntung itu, huh? Yeojachingumu?
Cantik.
Oh,
iya ada sesuatu yang ingin kusampaikan padamu. Walau kurasa ini sangat
terlambat tapi jauh lebih baik daripada menyimpannya sendiri. Bukankah kau yang
selalu berbicara seperti itu padaku? Ah, iya aku baru menyadarinya sekarang.
Hey, Mokpo
boy’s. Aku harus mulai dari mana ya? Aku bingung. Bisa bantu aku? Kekekeke...
Kau
tahu baru 3 hari disini aku sudah merasa sangat kesepian. Tidak ada seorang
namja yang menggganggu weekend-ku dengan sebuah deringan pada ponselku. Tidak ada
seorang namja yang menyanyikan lagu favoritku. Tidak ada seorang namja yang
menghiburku dengan semua trik-trik sulapnya yang cukup menawan. Tidak ada lagi namja
yang merelakan dirinya kelelahan berlari dari rumah hanya untuk menenangkanku
saat suara petir menggelegar di langit. Tidak ada lagi namja yang mentraktirku
ice cream. Tidak ada, tidak ada dan tidak ada namja selain dirimu yang selalu
rela melakukan apapun demi seorang yeoja yang bodoh, pemalas, ceroboh dan egois
sepertiku.
Naega
neomu bogoshipo, Lee Donghae....
Saranghaeyo,
my Mokpo boy’s....
Terlambat?
Ya, memang sudah sangat terlambat untuk mengakuinya. Tapi ini sudah membuatku
cukup lega. Sudah tidak ada beban lagi di hatiku.
Hey,
Mokpo boy’s....
Jagalah
yeojamu itu. Dia sangat cantik. Sepertinya dia jauh lebih baik dariku. Kalian
berdua memang pasangan yang sangat serasi.
Aku
mau menyampaikan 1 pesan lagi boleh,’kan? Ah, tentu saja boleh. Kalau tidak,
habislah kau ditanganku saat aku kembali suatu hari nanti.
Uhhm...
jika kau mau melaksanakan pernikahan dengan yeoja itu, kau harus menungguku
kembali dari Tokyo. Kau harus mengenalkannya padaku baru setelah itu aku akan
memberikanmu ijin untuk menikah. Hahahahaaha....
Hhm,
kurasa itu sudah cukup. Sampai bertemu lagi suatu hari nanti. Dan kupastikan kau
tak akan mengenaliku saat aku kembali ke Korea. Pai....
From The Lazy Kyungie...
~Donghae POV~
“Paboya.... dasar yeoja
bodoh! Dia pikir dia siapa, huh! Seenaknya saja bicara. Kenapa baru
mengatakannya sekarang! Dasar bodoh!” Aku tak henti-hentinya merutusi
kebodohannya yang kurasa cukup keterlaluan.
Ya, dia yeoja bodoh yang
sudah memikat hatiku. Aku sendiri juga bingung kenapa aku bisa jatuh cinta
padanya. Ah, andai waktu itu aku datang dan
tidak membatalkannya secara sepihak, pasti sekarang dia sudah menjadi
milikku.
Sekarang dia bisa
berkata kalau dia mencintaiku. Besok, besok dan besoknya lagi apa bisa tetap
seperti itu? Apalagi dia kuliah di Tokyo. Ya! Bukankah namja-namja disana
lumayan tampan juga, eoh? Ya, walau tak setampan diriku, hahahaaha.....
“Apa mungkin dia bisa
menjadi milikku suatu hari nanti? Aarrgh.... menyebalkan! Kenapa harus seperti
ini!” Aku mengacak-acak rambutku sendiri. Aku benar-benar frustasi sekarang.
“Apa aku menyusulnya saja
ke Tokyo?”
“Ah, ani.. ani. Dia pasti
akan menelanku mentah-mentah jika menyusulnya kesana. Kyaaa... aku harus
bagaimana....!!!!”
“Tadi dia bilang apa?
Yeojachingu? Yang mana?” Aku berusaha mengingat-ingat dengan siapa saja aku
pernah jalan bersama.
“Dia bilang yeoja
itu sangatlah cantik, apa mungkin itu.... Kyaaa.... paboya.....” Runtukku.
Dia benar-benar
yeoja bodoh. Memangnya dia tidak ingat dengan Yoon Ha? Iish, yeoja bodoh.
Dengan Yoon Ha saja kau bisa lupa. Yeojachinguku? Mana mungkin? Kurasa aku akan
dijadikan daging cincang oleh eomma kalau sampai berpacaran dengan sepupuku
sendiri.
“YA! KAU
BENAR-BENAR PABO, PARK HYE KYUNG...!!!!!”
~Donghae POV end~
~Hye Kyung POV~
“Ya, Lee Donghae.... aku
sangat merindukanmu....” Ujarku saat menatapi fotonya pada layar ponselku.
Aku sudah berada sangat
lama di Tokyo. Aku sama sekali belum kembali ke Seoul, sekalipun waktu liburan.
Saat liburan tiba, aku malah lebih memilih bekerja paruh waktu di sebuah toko
makanan siap saji. Uang yang kudapat lumayan, cukup untuk uang jajanku.
Aku sangat merindukan suasana
Korea, tapi mau bagaimana lagi. Aku sudah terlanjur berjanji pada appa dan
eomma, aku akan kembali menginjakkan kakiku di Korea jika aku sudah mendapat
gelar sarjana. Ah, Park Hye Kyung memang bodoh. Tidak berubah.
Sejak beberapa bulan
lalu, aku kembali aktif membalas e-mail dari namja Mokpo-ku. Ah, aku selalu
antusias membalas setiap e-mail darinya. Ternyata dia belum memiliki
yeojachingu. Apa dia tidak laku lagi di Korea, huh? Kekekekeke....
Dia berjanji padaku,
akan menungguku sampai aku kembali ke Korea dengan gelar sarjanaku, seberapa
lamapun itu dia bilang dia akan tetap menungguku. Ah, dasar namja gombal.
Pandai sekali dia merayu.
Tapi sampai saat ini,
dia belum menyatakan perasaannya padaku, hingga terkadang membuatku gundah. Apa
dia benar-benar akan menungguku hingga aku kembali? Aarrggh.... aku ingin
cepat-cepat kembali ke Korea dan menemui pria Mokpo-ku.....
“Hey Mokpo boy’s....”
Ucapku sambil menunjuk-nunjukkan jariku ke arah wajahnya sebagai tanda
peringatan. “kau harus memegang janjimu itu. Menungguku hingga aku kembali ke
Korea dengan gelar sarjanaku, arraseo?!”
~Hye Kyung POV end~
Ya! Pemalas, cepatlah kembali! Menunggumu selama 2,5 tahun itu
membosankan! Sudah terlalu banyak yeoja yang kutolak demi menunggumu. Cepatlah
kembali dan segera selesaikan gelar sarjanamu itu. Jika tidak, aku akan memilih
yeoja lain sebagai kekasihku, arraseo?!
“Aku tambahkan apa lagi,
ya?” Ucap seorang namja sambil menimbang-nimbang dan membaca kembali sebelum
mengirimnya.
Akhirnya namja itu
memilih untuk mengirim pesan yang sudah diketiknya. Sebuah senyum muncul
sesudahnya.
3 years later....
Seorang yeoja menapakkan
kakinya di bandara Incheon. Matanya terlihat penuh kekaguman.
“Hye Kyung....” Panggil
seorang wanita paruh baya.
Yeoja itu menoleh dan berlari
menghampiri wanita paruh baya yang diketahui identitasnya sebagai eomma itu.
“Eomma....” Rajuk Hye
Kyung sambil memeluk erat sang eomma yang sangat dirindukannya. “Appa?” Tanya
Hye Kyung.
“Nah, itu dia appamu...”
Seru wanita itu sambil menunjuk seorang pria yang sedikit belari menghampiri
mereka.
“Hye Kyungie....” Ucap
sang appa sambil memeluk anak semata wayangnya. “Chankam... kau? Benarkah kau
Kyungie kami?” Tanya sang appa setelah melihat perubahan dari putrinya.
“Kau pikir aku siapa,
eoh?” Ucap Hye Kyung kesal. “Aku putrimu yang paling yeppo appa...” ucap Hye
Kyung merajuk.
Ya, Hye Kyung,
penampilannya sangat jauh berbeda sebelum dia pergi meninggalkan Seoul untuk
mengambil studi di Tokyo. Seorang yeoja yang berpenampilan tomboy dan cuek kini
sudah menjelma menjadi seorang yeoja yang girly. Kini dia sanagt memperhatikan
penampilannya. Lihat saja wajahnya, yang dulu polos kini sudah terpoleskan
berbagai macam bentuk penghias wajah.
“Aigoo.... Kyungie kita
sekarang sudah tumbuh menjadi seorang wanita, huh?” Goda sang eomma yang tentu
saja mendapatkan sebuah sikutan dari Hye Kyung.
“Eomma...” Rajuk Hye
Kyung.
“Wae? Bukankah eomma
benar, eoh?” Ucap eomma membela diri yang hanya disetujui oleh anggukkan kepala
sang appa.
“Ya, aku ingin cepat pulang.
Aku rindu kamarku....” Rujuk Hye Kyung.
“Ahahaha.... arra,
arra... Kajja....” Ucap sang appa.
Dengan senang hati Hye
Kyung menggandeng sang eomma sedangkan sang appa terlihat tengah sibuk membawakan koper milik Hye Kyung.
“Kamarkuuuuuu...!!!!!!” Seru Hye Kyung begitu
kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan yang dia maksud.
Yeoja itu menjatuhkan
dirinya ke atas ranjang yang berukuran cukup besar. Memeluk erat bantal dan
guling seolah tengah melepaskan rindu pada mereka.
Lagi, yeoja itu menghembuskan
nafasnya. Sambil sesekali tersenyum riang. “Tidak ada yang berubah....”.
Derap langkah menggema
didalam sana. Mengamati tiap detail kamar yang sudah 4 tahun dia tinggalkan
demi menimba ilmu di negeri seberang.
“Benar-benar tidak ada
yang berubah....” Gumamnya. “Lemariku.....” Serunya.
Dengan menari-nari dia
melangkahkan kakinya menuju tempat penyimpanan rahasianya. Sebuah lemari, ya,
tempat itu sudah seperti kotak harta karun baginya.
Belum terbuka
seperempatnya, tiba-tiba sebuah benda terjatuh dan terhenti tepat di ujung ibu
jari kakinya.
“Apa ini...?” Ucapnya
saat meraih benda tersebut.
“Kau menemukannya...???”
Tanpa sengaja Hye Kyung menjatuhkan benda tersebut, merasa cukup terkaget
dengan suara eomma-nya.
“Iiisshh.... dasar yeoja
ceroboh..” Ucap sang eomma sambil meraih benda yang dijatuhkan Hye Kyung dan
memberikannya. “Tinggal selama 4 tahun di Tokyo sama sekali tidak membawa
dampak positif yang berarti padamu.” Sindir eomma.
Hye Kyung hanya
mengerucutkan bibirnya dan lebih memilih untuk duduk ditepi ranjangnya.
“Itu semua dari Lee
Donghae...” Ucap sang eomma tiba-tiba mengetahui bahwa putrinya seperti
akan-menanyakan-sesuatu padanya.
“Mwo?!”
“Hanya itu? Kau
benar-benar cuek sekali Park Hye Kyung. Hanya seperti itu ekspresimu, eoh?”
Nampak sang eomma menggeleng-gelengkan kepalanya, jauh-jauh ke Tokyo dan tidak
ada perubahan pada sifat putrinya yang sangat cuek.
“Eoh?” Ucap Hye Kyung
terkejut.
“Kau harus menghilangkan
sikap cuekmu itu. Jika seperti itu terus, bagaimana bisa kau memiliki namjachingu....”
Setelahnya, Hye Kyung hanya terdiam, mencoba mencerna perkataan sang eomma.
Hye Kyung hanya terdiam,
menatapi punggung eomma-nya yang mulai menjauh.
“Kau harus menghilangkan sikap cuekmu itu. Jika seperti itu terus,
bagaimana bisa kau memiliki namjachingu....”
Perkataan sang eomma
bergema berkali-kali di telinganya.
“Apa maksudnya?” Gumam
Hye Kyung.
~Donghae POV~
Kulangkahkan kakiku
menyusuri pinggir sungai Han. Entahlah, sudah beberapa minggu ini aku sering
sekali mengunjungi tempat ini.
Merindukannya? Ya, tentu
saja. Sudah 4 tahun di Tokyo dan sampai hari ini dia belum juga kembali. Apa
dia ingin menyiksaku, eoh? Membuatku secara perlahan-lahan merasakan kesakitan
dan kemudian..... mati. Dasar yeoja licik.
Kumainkan telunjukku di
layar ipad silverku.
“Bahkan dia juga tidak
membalas email selama 1 minggu terakhir yang kukirimkan. Apa maksudnya ini!!!”
Gerutuku kesal.
Kulayangkan pandanganku
pada hamparan sungai Han. Menatapi matahari yang perlahan menyembunyikan
wajahnya di ufuk barat. Ya, pemandangan ini tidak pernah berubah sedikitpun
sejak 9 tahun yang lalu.
Ya, tentu saja tidak
berubah. Matahari memang selalu terbir di ufuk timur dan tenggelam di ufuk
barat. Dan itu adalah hukum alam yang tak akan pernah berubah.
Guratan-guratan merah
yang tergambar di ujung langit sana sangat menawan. Selalu menyukainya, begitu
juga dengan yeojaku, dia juga menyukai guratan itu.
Tunggu? Apa yang baru
saja kuucapkan? Yeojaku? Ah, yang benar saja. Bahkan sampai detik ini pun aku
belum menyatakan perasaanku padaku. Mana bisa aku mengklaim dirinya sebagai
yeojaku. Ah, sikapnya selalu saja membuatku frustasi.
Matahari menghilang di
bawah garis cakrawala. Menimbulkan guratan kemerahan di atas hamparan air
sungai yang berwarna oranye. Semilir angin hangat menerpa. Hangat. Ya, harusnya
aku merasa hangat saat ini. Tapi sebaliknya, bukan kehangatan yang kudapat.
Suhu sehangat ini menjadi sangat dingin bagiku karena tak satupun kabar yang
kudapat dari Kyungie.
Hebat. Ya, dia sangat
hebat dalam memancing emosiku. Hanya dalam hitungan detik dia bisa membuat emosiku
naik turun. Labil? Hey, aku bukan namja labil. Tapi dia yang memaksaku untuk
menjadi namja labil. Setidaknya, sampai detik ini.
“Lee Donghae.....”
Ya, aku tahu kalau sejak
tadi aku memikirkannya. Tapi apa harus senyata ini? Hey, sadarlah. Dia masih
berada di Tokyo... bukan di sini.
“Lee Donghae.....”
Ya, baiklah. Aku
mendengar dengan sangat jelas suara Kyungie-ku. Tapi dimana dia.
Aku mengedarkan
pandanganku keseluruh penjuru sungai ini.
Nihil. Tak kutemukan
siapapun kecuali diriku dan bayanganku sendiri.
“Ya! Mokpo
boy’s.....!!!!”
Ya, ya, ya.... ini
benar-benar sangat jelas. Oh god, kurasa aku sudah sangat gila. Mendegar
suaranya tapi tak melihat batang hidungnya. God, please.... kau juga ingin
bekerjasama memanipulasi organ pendengaranku, eoh?
~Donghae POV end~
~Hye Kyung POV~
Tanah kelahiranku? Oh,
tentu saja aku sangat merindukan tanah ini. Kalian tahu, tanah ini seperti
surga bagiku. Surga dunia tentunya.
2 minggu setelah
kepulanganku dari Tokyo, tentu saja aku tak akan melewatkan momen ini.
berkeliling mengitari Korea Selatan. Aku sangat merindukannya.
Dan disinilah diriku
sekarang. Berdiri tegak menatapi mentari yang hampir tenggelam di sungai Han,
tempat favoritku. Aku tersenyum. Aku yakin senyumku ini pastilah sangat manis,
kekekeke. Abaikan.
Menutup kedua mataku,
merentangkan kedua tanganku dan menghirup udara hangat sore ini. Ah, suasana
ini membuatku ketagihan. Kuyakin kalian tahu bagaimana rasa ketagihan itu, ‘kan?
Jadi aku tak perlu menjelaskannya lagi.
Sudah 2 minggu dan aku sama
sekali tak menghubungi Lee Donghae. Ya, jahat memang tapi mau bagaimana lagi.
Sesekali mempermainkannya tak apa, ‘kan? Rindu sekali untuk menjahilinya, tapi
tentu saja ini bukan yang terakhir. Aku sudah membuatkan daftar untuk yang satu
ini.
Kulangkahkan pasti
kakiku menyusuri bibir sungai Han. Ini sudah jadi rutinitasku jika berkujung
kesini. Memandangi tenggelamnya matahari dengan ditemani alunan musik yang
mengalun pada earphone kesayanganku. Tapi berbeda unutk hari ini. Aku tak
membawanya.
Perlahan tapi pasti, aku
mulai melangkah mendekati siluet tubuh yang kukenal.
“Apa mungkin?” Gumamku.
Aku membenarkan rambutku
yang sudah terlihat acak-acakan karena dipermainkan oleh angin yang berhembus.
BINGO! Benar dugaanku,
ternyata siluet itu adalah namjaku. My mokpo boy’s. Tapi tunggu! Apa yang dia
lakukan?
“Lee Donghae.....”
Aku berteriak
memanggilnya, kurasa dia mendengarku. Kupercepat langkahku untuk
menghampirinya. Tak kusangka dia juga berada ditempat yang sama denganku, hari
ini.
Seulas senyum kuukir
diwajahku. Senang? Owh, tentu saja. Bahkan ini sangat membahagiakan. Kulihat
senujm manisnya dari kejauhan. Ya, aku yakin dia melihatku.
“Sebentar lagi aku
dihadapanmu, Mokpo boy’s...” Gumamku sambil tak hentinya tersenyum kearahnya.
Ah, senyum itu sangat
mempesonaku. Senyum yang membuatku seperti tersengat listrik. Dan sampai
sekarang, aku masih merasakan sengatan itu.
Aku melambaikan tanganku
dan hendak memanggilnya hingga sebuah suara tertangkap samar ditelingaku.
“Ya! Mokpo
boy’s.....!!!!”
“Mwo?!”
Terkejut? Tentu saja.
Rasanya seperti mendapatkan lotre, tapi bukan rasa bahagianya yang kumaksud.
Ah, entahlah mungkin seperti tersambar petir disiang hari yang sangat cerah.
Tiba-tiba kakiku terasa amat kaku. Aku sama sekali tak bisa menggerakkannya.
Dan kuyakin senyuman manis sudah tak lagi menghiasi wajahku.
Hawa dingin tiba-tiba
menyergapku. Membalut tubuhku dengan rapinya tanpa cela sedikitpun. Hatiku? Ya,
dia seperti ditusuk-tusuk oleh ribuan jarum. Jarum yang sudah menancap ditarik
kembali dan kemudian ditancapkan lagi, terus berulang-ulang seperti itu.
Dan kejutan apa lagi
ini? Dia sudah melupakanku? Ya, kurasa jawabannya adalah IYA. Aku melihat kedua
insan yang tengah bermesraan. Dan namja itu, adalah pria Mokpoku. Dan bodohnya
lagi, aku masih saja terus berdiri diposisiku menatapi kemesraan mereka berdua.
Aku memang bodoh!
Memandangi namja yang kucintai bermesraan dengan yeoja lain. Ironis, sangat
ironis.
Ah, iya, aku baru ingat.
Janji? Kurasa itu hanya janji palsu. Ah, bodohnya aku, percaya dengan sebuah
janji yang tak beralasan darinya.
Kurasakan mataku mulai
memanas. Begitu pula dengan wajahku.
“Kau... ha...rus...
ku....at, Hye... Kyung....”
Sebisa mungkin aku menahannya
tapi percuma pertahananku tidak cukup bagus saat ini. Buliran bening itu
meluncur dengan mulus tepat melewati pipiku. Mencegahnya? Aku sudah berusaha mati-matian
mencegahnya.
Aku akan terlihat
semakin bodoh jika berlama-lama memandang mereka. Dan kuputuskan untuk pergi.
Ya, aku akan pergi dari tempat ini.
~Hye Kyung POV end~
“Cara berjalannya.....” Gumam Donghae saat kedua bola matanya
menangkap sesosok yeoja yang hampir tidak terlihat lagi.
“Mirip, sangat mirip. Apa dia Kyungie-ku?”
“Oppa.... waeyo?”
Seorang yeoja melepaskan pelukannya dan mendapati Lee Donghae tengah menatap
kesuatu arah. Disusulnya tatapan itu, nihil. Yeoja itu tak mendapatkan
pemandangan apa-apa selain pepohonan rindang.
“Oppa... apa yang
kaulihat?” Yeoja itu sedikit mengguncang-guncangkan bahu Donghae.
Tersadar dengan
keberadaannya, Lee Donghae mengalihkan pandangannya pada yeoja dihadapannya.
“Ah, mianhae.” Sebuah
senyum simpul terlukis diwajahnya.
Yeoja itu diam dan
mengerucutkan bibirnya.
“Nappeun namja....”
Sungut yeoja itu. Bahkan suaranya terdengar sangat manja.
“Iisshh... kenapa aku harus berhadapan dengan yeoja manja ini....”
Gerutu Donghae sambil mengusap tengkuknya.
“Kajja.” Donghae
berusaha mencairkan kesunyian diantara mereka.
Yeoja itu hanya menoleh
heran padanya.
“Aku lapar.” Jelas
Donghae sambil mengelus perutnya. “Kita makan bersama, ne. Otte?” Tentu saja
sebuah senyum juga mendukung aksinya.
Tersenyum? Tentu saja
yeoja itu tersenyum. Bagaimana tidak, selama kepergian Hye Kyung, yeoja itu
selalu muncul dengan tiba-tiba dihadapan Donghae yang justru mau-tidak-mau
seorang Lee Donghae harus menanggapinya. Sudah terlalu lelah terus menerus
menghindari yeoja manja yang satu ini. Jurus apapun tak mempan untuk
mengeyahkan yeoja manja ini dari hadapan Lee Donghae.
6 month later....
“Park Hye Kyung?”
Seorang yeoja menoleh
dengan santai. Kedua matanya membulat seketika saat menangkap sosok namja yang
memanggil namanya.
~Hye Kyung POV~
Butiran-butiran putih
yang terlihat lembut bertebaran dimana-mana. Ya, salju. sekarang sudah musim
dingin. Ahh, sepertinya aku sudah lupa bagaimana caranya bersenang-senang saat
salju mulai turun.
Kuseruput latte
dihadapanku secara perlahan. Sepertinya aku tidak merasakan kehangatan dari
kopi yang kunikmati sekarang. Ini terlalu dingin. Sama dinginnya dengan yang
hatiku rasakan saat ini.
Diam kumenatapi salju
yang turun dari balik kaca Angel-in-us-Coffee.
Lagi, airmataku kembali turun seperti butiran salju yang kulihat sekarang.
Turun tanpa mengeluarkan suara. Bertahun-tahun aku menahan semua kerinduanku,
bertahun-tahun pula aku memikirkannya dan bertahun-tahun pula aku selalu
menyimpan dengan sangat baik tepat dihatiku. Tapi sekarang.........
Aku hampir melupakan itu
semua. Semua yang kurasakan jika melihat senyumnya. Kehangatan yang menjalar
saat dia menyentuh pipiku. Merdu suaranya saat berbicara denganku. Ya, semuanya
nyaris hilang dan aku tak bisa lagi merasakannya. Apa akan berakhir seperti
ini?
Dan lagi, airmataku
kembali meluncur.
“Oh god, apa seperti ini rasanya dicampakkan?”
Aku menenggelamkan
wajahku dibalik lipatan kedua tanganku. Berusaha menyakinkan diriku kalau semua
ini hanyalah mimpi dan yang kulihan beberapa bulan lalu hanyalah khayalanku
semata.
“Park Hye Kyung?”
Aku seperti mendengar
suaranya lagi. Entah kenapa tubuhku tiba-tiba gemetar. Kuangkat kembali wajah
yang kusembunyikan dan tentu saja menghapus sisa airmataku. Setelah kurasa
penampilanku tidak terlalu buruk, aku memalingkan wajahku.
“Aigoo... kenapa hatiku tiba-tiba saja terasa hangat?”
Senyum itu, senyum yang
selalu membuatku terasa seperti tersengat listrik berjuta-juta volt. Ya, aku
melihat senyum itu. senyum yang sangat kurindukan selama bertahun-tahun lalu
dan kini aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri dan tepat dihadapanku,
namja itu tersenyum dengan sangat manis.
Aku masih terpesona
dengan senyumnya. Dia dihadapanku sekarang. Ya, dia duduk dihadapanku sekarang.
“Oke, sekarang apa yang akan kau lakukan Hye Kyung? Kau tidak mungkin
diam saja, bukan? Ayolah berpikir. Berpikir, Hye Kyung. Berpikir.”
Hening. Tak satupun dari
kami yang bicara.
“Ayolah, Hye Kyung. Sampai kapan kau akan terdiam seperti ini. Jangan
bertindak bodoh dengan mengacuhkannya seperti ini. Ayo, ajak dia berbincang.”
“Bogoshipoyo.”
“Mwo?”
“Neomu bogoshipoyo.”
~Hye Kyung POV end~
~Donghae POV~
Angel-in-us-Coffee, ya itu tujuanku saat ini. Hari ini turun salju
dan suhu lumayan dingin. Secangkir espresso kurasa cukup menghangatkan tubuhku.
“Kyungie... benrkah itu Kyungie-ku?”
Kurasa aku harus
memastikannya.
Perlahan aku mendekat.
Ya, apa yang dia lakukan? Menangis? Ya, benar. Dia memang sedang menangis. Aku
bisa melihatnya lewat pantulan dari cermin yang tidak terlalu besar di
hadapannya.
“Kyungie.... uljima.... jebal.”
Ingin rasanya aku segera
berlari, mendekap tubuhnya dan membiarkannya menangis didalam pelukanku. Apa
lagi yang dia lakukan?
Pasti ini semua karena
diriku. Ya, aku yakin itu. ini semua karena diriku.
“Sebegitu payahkan diriku hingga tidak bisa membuatmu tersenyum lagi?”
“Park Hye Kyung?”
Panggilku lirih. Jujur aku tidak bisa melihatnya menangis dalam diam seperti
itu. Sungguh aku tidak sanggup melihatnya.
Perlahan tapi pasti, ia
menoleh kearahku. Aku hanya bisa tersenyum saat kedua mata itu kembali
menatapku. Hangat, ya terasa sangat hangat. Bahkan rasanya jauh lebih hangat
dibandingkan secangkir espresso atau minuman hangat apapun itu.
“Diam? Hanya itu? Ayolah Kyungie... apa kau tidak merindukanku sama
sekali, eoh?”
Ya, dia hanya menatapku.
Entahlah tatapan macam apa itu. Aku tidak bisa mengartikannya. Hatiku terasa
teriris melihatnya terdiam seperti ini. kulangkahkan kakiku dan duduk tepat
dibangku dihadapannya. Berharap dia akan berbicara setelah aku benar-benar
dihadapannya.
Hening. Dia masih saja
terdiam dan aku benci suasana seperti ini. kuberanikan diri untuk meraih kedua
tangannya dan menggenggamnya hangat. Mencoba menyalurkan semua perasaan yang
kusimpan bertahun-tahun selama kepergiannya ke Tokyo.
“Bogoshipoyo.”
Diam. Tetap tak
berbicara tapi setidaknya jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku menangkap
ekspresi keterkejutan dari kedua bola matanya. Hatiku sedikit merasa lega.
“Neomu bogoshipoyo.”
Bukan sebuah senyuman
atau rangkaian kata yang kudapat. Tapi butiran bening yang meluncur dengan
mulus membasahi pipi putih langsatnya.
“Saranghaeyo. Jeongmal
saranghaeyo.” Entah kenapa malah kata itu yang meluncur dari bibirku.
“Pabo, kenapa malah kata itu yang kau ucapkan. Harusnya kau menyuruhnya
unutk tidak menangis. Pabo..... neomu paboya....”
Bukannya berhenti,
airmata itu malah makin meluncur dengan deras. Sepertinya aku sudah salah
bicara. Ottokhae?
Aku sibuk berkutat pada
pikiranku hingga tidak sadar kalau dia sudah melepaskan genggaman tanganku.
Tuuk....
“Iisshh, apa-apaan dia? Kenapa memukuli kepalaku dengan sendok, eoh?”
“Pabo.... neomu paboya....”
Sungutnya.
“Mwo?”
“Paboya, paboya, paboya,
paboya, paboya. Lee Donghae neomu paboya. A Mokpo boy’s who sit in front of me
so stupid.” Racaunya setengah berteriak. Untung saja cafe tidak terlalu ramai
saat ini. Racauan macam apa itu? Ya, menyebalkan sekali yeoja ini.
“Kau masih tidak
mendengarnya? Baiklah aku akan mengatakannya lebih keras lagi.”
“Mwo? Dasar yeoja gila...”
Dengan gerak cepat, aku
berdiri dan sedikit membungkukan tubuhku.
Chuup~
Aku tidak mau dia
meracau tidak jelas dengan suara cemprengnya. Bisa-bisa satu cafe akan
menertawakanku. Jadi kuputuskan untuk membungkam bibirnya dengan bibirku.
~Donghae POV end~
Dengan tidak sadarnya,
Donghae menempelkan bibirnya pada bibir Hye Kyung. setidaknya itu bisa membuat
seorang Hye Kyung terdiam. Tanpa disadari oleh keduanya pula, bahwa aksi
Donghae bahkan jauh lebih menghebohkan dengan apa yang akan dilakukan oleh Hye
Kyung.
Seluruh pengunjung
menatap lurus kearah mereka. Bukan hanya orang-orang yang berada di dalam cafe
saja. Bahkan pejalan kaki diluar cafe pun tak luput melewatkan aksi Donghae dan
Hye Kyung.
“Mianhae, jika tidak
seperti ini hanya aku yang akan merasakan malu.” Ucap Donghae setelah
melepaskan bibirnya dari bibir Hye Kyung.
Hye Kyung hanya terdiam.
Pipinya memanas, seperti air yang baru mendidih.
“Dan aku yakin, kau
tidak akan pernah melupakan hari ini, my lazy Kyungie.” Sebelah sudut bibirnya
terangkat, membentuk sebuah senyum yang sarat dengan kelicikan.
“Apa lagi yang akan kau lakukan, Lee Donghae???” Gumam Hye Kyung
saat wajah Lee Donghae semakin mendekat.
---------- THE END ----------
0 comments:
Posting Komentar