Boyfriend
FanFiction | The Next Love? - Part 6 - END
Main Cast :
Song Eun Soo
No Minwoo
OC :
Kim Hyoyeon
Jo Kwangmin
Jo Youngmin
Genre :
Romance
Rate :
T
Length :
Chaptered
Warning : Typo(s) *always like*. Italic +
Bold = Flasback.
Chapter
6 : Love You More
Cinta,
suatu hasrat yang tak akan mungkin dengan mudah dipendam dan dilupakan. Itu
adalah sesuatu yang sangat manusiawi, hingga cinta bisa menjadi bomerang bagi
pemiliknya, jika ia tak mampu untuk mengontrol penuh keinginannya.
Waktu
tersisa 6 hari, 17 jam, 30 menit.
“Mashita...” Ucap Eun Soo setelah mencicipi
masakan buatan Minwoo.
“Kalau begitu, aku harus sering-sering
memasak untukmu.” Ucap Minwoo sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Eun Soo hanya terkekeh melihat tingkah
Minwoo.
.
.
“Eun Soo-ya, kenapa kau tak ada kabar?”
Youngmin hanya termenung menatapi bulan dari jendela kamarnya.
Tangannya tak pernah terlepas dari
ponselnya, berharap Eun Soo akan mengiriminya pesan seperti biasa.
.
.
“Waktuku semakin sedikit...” Ucap Minwoo
sambil memeluk Eun Soo dari belakang.
Eun Soo hanya menghela nafas sebelum
akhirnya angkat bicara.
“Tidak bisa lebih lama lagi, ‘kah?” Eun Soo
menyentuh lembut tangan Minwoo yang sudah lebih dulu melingkar di pinggangnya.
Minwoo hanya menggeleng pelan dan menghela
nafas.
“Berapa lama lagi?” Tanya Eun Soo sedikit
ragu.
“Kurang dari 5 hari lagi.” Jawab Minwoo
singkat.
Eun Soo tak menanggapi jawaban Minwoo. Ia
hanya terdiam. Mencoba menikmati sisa-sisa waktunya bersama Minwoo yang tak
akan pernah terulang untuk yang kedua atau bahkan ketiga kalinya.
.
.
Kwangmin melajukan motornya lebih cepat
lagi. Berharap yeoja itu ada di rumah.
Chiiit...
Cleek...
Kwangmin turun dari motornya, dan menatap
ke sebuah ruangan yang tepat berada di lantai 2.
“Lampunya padam. Apa dia sudah tidur?”
Kwangmin menggigit bibir bawahnya.
Memeluk erat tubuhnya yang mulai terasa
dingin karena hembusan angin yang cukup kencang menabraknya tanpa permisi.
“Tidak mungkin sudah tidur, baru pukul 8
malam...” Gerutu Kwangmin sambil menatap arlojinya.
Ia meraih ponsel dari saku jaketnya dan
mengetikkan sesuatu di sana.
.
.
Ddrrt...
ddrrt...
Tuuth...
From : Kwangmin
Hey, Eun Soo-ya... kau dimana?
Apa sudah tertidur? Lampu kamarmu sudah
padam.
Ini baru pukul 8.
“Dia
di depan rumahku?” Eun Soo membaca ulang pesan yang ia terima barusan, tak
percaya.
“Sebentar
lagi akan turun hujan, apa dia masih disana?” Eun Soo mulai memperhatikan
langit yang kelam.
“Secangkir coklat hangat siap...” Ucap
Minwoo yang cukup membuat Eun Soo terkejut, ia pun menyembunyikan ponselnya di
balik tubuhnya.
“Wae?” Ucap Minwoo sedikit curiga dengan
reaksi Eun Soo.
“Anio. Gwaechana. Hanya terkejut...” Eun
Soo sedikit memaksakan senyumnya.
“Oh. Ini...” Minwoo memberikan gelas yang
ia genggam.
“Gomawo, chagia...”.
.
.
“Kenapa dia tidak membalas pesanku? Apa
benar-benar sudah tertidur?” Kwangmin berjalan mondar-mandir di depan pagar
rumah Eun Soo.
Sesekali Kwangmin melirik paper bag yang
bergelantung di stang motornya.
Angin malam berhembus lagi, menerpa
tubuhnya yang sudah menggigil kedinginan.
.
.
“Apa
dia masih disana...?” Eun Soo menatap kosong jendela di hadapannya.
Eun Soo terlihat memeluk tubuhnya, sedikit
merasa kedinginan, saat angin malam berhembus dan memainkan anakan rambutnya.
Ia pun bergidik, dingin.
.
.
“Sepertinya ia benar-benar sudah tertidur.”
Wajah itu terlihat begitu kecewanya dan beringsut malas menghampiri motornya
yang terparkir tak jauh darinya.
Ia pun pergi setelah sebelumnya meletakkan
paper bag yang rencananya akan menjadi sebuah kejutan untuk Eun Soo,
menggantungkannya pada pegangan pagar.
.
.
“Kenapa jam segini belum pulang juga...?
Kemana anak itu...?” Seorang tengah menunggu dengan cemasnya di ruang tengah.
Matanya tak henti-hentinya menatapi detak
jarum yang terus bergerak. Wajahnya telihat sangat khawatir.
“Pergi tanpa pamit. Dan jam segini belum
pulang juga. Ya, apa yang ada di otaknya, hah! Belum sembuh benar sudah berani
keluar malam. Dasar pabo!” Namja itu menggerutu kesal sambil berjalan
mondar-mandir mencemaskan keberadaan seseorang di luar sana.
.
.
Gemuruh petir terdengar lagi, membuat Eun
Soo bergidik ngeri. Tiba-tiba pikirannya teringat pada sosok namja itu. Ia
menatap keluar jendela. Kilatan petir tertangkap jelas oleh matanya, membuatnya
menutup mata secara refleks dan menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya.
Minwoo yang baru kembali dari dapur,
berjalan dengan sedikit tergesa-gesa mendekati Eun Soo.
“Gwaechana... aku sudah disini.” Minwoo
langsung memeluk tubuh Eun Soo yang mulai terdengar suara isakan dari bibirnya.
“Takut... aku takut...” Ucap Eun Soo sambil
terisak.
“Gwaechana, aku sudah disini dan memelukmu.
Gwaechana chagi...” Ucap Minwoo lembut, mencoba menenangkan kekasihnya yang
ketakutan dengan suara gemuruh.
“Jangan pergi lagi, jebal...” Pinta Eun
Soo, memohon.
“Ne, aku tak akan pergi kemana-mana.
Tenanglah.” Minwoo mengusap lembut rambut Eun Soo dan menciumnya sekilas.
.
.
“Kau dari mana saja...” Tanya Youngmin
setelah melihat dongsaengnya melintasi ruang tamu.
Kwangmin menghentikan langkahnya dan tak
bersuara. Cukup lama ia berdiri terdiam disana.
“Kau dari mana?” Tanya Youngmin lembut tapi
masih dengan nada sedikit khawatir.
Kwangmin hanya menoleh sekilas dan berlalu
dari tempatnya.
“Ada
apa dengannnya?” Youngmin menatap kosong punggung dongsaengnya yang semakin
menjauh dari penglihatannya.
Khawatir dengan kondisi dongsaengnya,
Youngmin memutuskan untuk sekedar melihat apa yang tengah Kwangmin lakukan di
kamarnya.
“Padam...” Gumam Youngmin tepat di depan
pintu kamar Kwangmin. Ia tak menangkap secercah cahaya dari bawah rongga pintu
kamar milik Kwangmin.
“Dia sudah tertidur? Tidak seperti
biasanya?” Youngmin mengerutkan keningnya, tak percaya.
“Lebih baik aku lihat sendiri...” Youngmin
memantapkan hatinya untuk membuka pintu kamar Kwangmin yang tidak terkunci, seperti biasanya.
Kreek....
.
.
“Merasa baikan, eum?” Tanya Minwoo lembut
setelah melepaskan ciumannya.
Eun Soo hanya menundukkan kepalanya, malu.
“Manis...” Ucap Minwoo sambil mengelus
lembut pipi Eun Soo yang merona merah karenanya.
Eun Soo hanya terdiam, tak menanggapinya.
Minwoo menarik lembut Eun Soo ke dalam
pelukannya, memeluknya erat.
Tanpa mereka sadari, mereka terlarut,
terbuai sangat jauh oleh bisikkan cinta.
.
.
Youngmin membanting tubuhnya, ia begitu
gelisah dengan kejadian hari ini.
“Ada apa dengannya? Jelas-jelas dia
mendengarku, tapi kenapa...” Youngmin berfikir cukup keras untuk itu.
“Tidak mungkin jika dia tak mendengarku.
Jelas-jelas dia terhenti saat aku bertanya. Kenapa wajahnya terlihat
datar-datar saja? Apa yang sebenarnya terjadi? “ Youngmin mengacak-acak
rambutnya sendiri, sedikit frustasi dengan perubahan sikap Kwangmin.
.
.
Sudah pukul 3 pagi dan dia belum juga
tertidur. Menatap wajah Eun Soo yang masih memerah dengan seulas senyum yang
begitu manis. Mengecup lembut kening Eun Soo dan menyentuh pipinya dengan
lembut yang tanpa sengaja membangunkan Eun Soo dari tidurnya.
“Belum tertidur?” ucap Eun Soo sambil
tersenyum, menyentuh lembut pipi Minwoo.
“Sepertinya aku mengganggu tidur nyenyakmu,
ne.” Ucap Minwoo lembut sambil memegangi tangan Eun Soo yang masih mengelus
lembut pipinya.
“Anio, aku sama sekali tak terganggu.”
Seulas senyum menghiasi wajah Eun Soo yang masih merona merah.
Mereka terdiam. Tak ada satupun dari mereka
yang mencoba untuk angkat bicara. Hanya saling bertatap wajah.
“Aku
takut... sangat takut...” Gumam Eun Soo dalam hati sambil merebahkan
kepalanya di bahu Minwoo.
Refleks, Minwoo mengelus lembut rambut Eun
Soo dan sesekali menciumi keningnya, masih tanpa bersuara sedikitpun. Hingga ia
merasakan sesuatu yang hangat jatuh membasahi bahunya yang tak terbungkus oleh
sehelai benangpun.
“Kau menangis...?” Tanya Minwoo sedikit
panik, dan mengangkat dagu Eun Soo, menghadapkan wajahnya untuk menatap kedua
matanya.
Eun Soo menggeleng pelan sambil tersenyum.
Beberapa tetes air mata itu terjatuh lagi, membasahi pipinya.
“Wae?” Tanya Minwoo lembut dan menatap
dalam kedua bola mata milik Eun Soo.
“Anio.” Ucap Eun Soo lemah, tapi cukup
terdengar jelas di telinga Minwoo.
Minwoo mengerutkan keningnya, tak mengerti.
“Jika
tidak apa-apa, kenapa kau menangis seperti itu, chagia...” Gumam Minwoo
dalam hati.
Ia meremas kencang selimut yang dikenakan
untuk menutupi seluruh tubuh mereka yang tak terbungkus oleh sehelai
pakaianpun. Dadanya terasa sakit, lebih tepatnya perih. Ia mencoba untuk menutupi
hatinya yang terasa perih, melihat yeoja di hadapannya menangis tanpa alasan
sedikitpun.
“Apa kau...” Minwoo menggantungkan
kalimatnya, membuat Eun Soo mengerutkan keningnya, menunggu kelanjutan kalimat
yang akan terucap dari bibir Minwoo.
Minwoo menelan ludahnya sendiri. Dan
bersiap melanjutkan kalimatnya.
“kau... apa kau menyesal... karena telah
melakukannya denganku.” Mata itu berubah menjadi sendu.
“Apa yang kau katakan! Aku sama sekali
tidak berfikir seperti itu, chagia.” Mata Eun Soo terlihat membulat.
“Menyesal?” Eun Soo mengulang satu kata yang terucap dari bibir Minwoo tadi.
Minwoo menatap kosong kedua mata Eun Soo.
Ia bingung, benar-benar bingung.
Eun Soo menghela nafas sebelum melanjutkan
kalimatnya.
“Aku sama sekali tidak menyesalinya sedikitpun.
Aku menangis bukan karena apa yang telah kita lakukan tadi malam, bukan, bukan
itu.” Jelas Eun Soo.
Separuh hatinya merasa lega karena bukan
‘hal itu’ tapi separuh hatinya yang lain masih merasa perih, melihat Eun Soo
menangis tiba-tiba.
“Aku belum siap jika harus kehilanganmu,
lagi.” Ucap Eun Soo lembut sesaat setelah mencium sekilas bibir Minwoo.
Minwoo menatap kosong wajah dihadapannya.
Dengan tulusnya yeoja itu mengatakan penyebab tangisan tiba-tibanya itu. Ia pun
menarik tubuh Eun Soo, memeluknya seerat yang ia bisa. Seolah bisa merasakan
apa yang tengah dirasakan oleh Eun Soo.
“Aku benar-benar belum siap. Bisakah kau
memberikan banyak waktu untukku lagi, chagia.” Ucap Eun Soo dengan nada
memohon.
Hening.
“Mianhae...” Terdengar suara Minwoo yang
penuh rasa bersalah. “Jeongmal mianhae, chagia.” Minwoo mengeratkan lagi
pelukannya. Ia tak bisa berkata selain kata maaf.
“Arraso.. “ Eun Soo melepaskan pelukannnya
dan menatap mata Minwoo. “gwaechana...” Seulas senyum manis menghiasi wajahnya,
membuat Minwoo benar-benar tak berguna dihadapannya sekarang.
“Permintaanmu diluar batas kemampuanku,
chagia. Mianhae... jeongmal mianhae.” Ucap Minwoo lirih.
Eun Soo hanya bisa menunjukkan senyum
temanis yang ia miliki untuk membuat Minwoo merasa baikkan.
“Mianhae... chagia.”
.
.
Sudah seminggu ini Kwangmin terdiam. Tidak
biasa-biasanya ia sanggup terdiam selama seminggu, tanpa berbicara sedikitpun
pada Youngmin.
Youngmin merasa frustasi dengan kelakuan
Kwangmin. Entah, dia harus melakukan apa untuk dongsaeng satu-satunya.
“Yeoboseyo?”
“Ah, rupanya kau. Kemana saja? Kenapa tidak
membalas pesanku?”
“Eoh? Ah, arraso.”
“Nde, lima menit lagi aku akan sampai.
Chamkanman.”
Denagn secepat kilat Youngmin melarikan
sedan hitamnya menuju taman seperti yang telah dijanjikan dalam pembicaraan
melalui telpon tadi.
“Lama menunggu?” Tanya Youngmin yang baru
saja tiba di taman.
“Ah, ani oppa. Duduklah.” Ucap seorang
yeoja sambil menepuk bangku taman disebelahnya.
“Kau kemana saja?” Tanya Youngmin khawatir.
“Sedikit berpetualang. Hehehehe...” Tawa
yeoja itu renyah.
“Kau itu...” Gerutu Youngmin.
“Wae?” Tanya yeoja itu, lagi.
“Ah, aku harus mulai darimana?”
“Wae?” Tanya yeoja itu penasaran.
“Kwangmin.... hhm, Kwangmin?” Ucap Youngmin
menggantung.
“Wae? Ada apa dengannya? Terjadi sesuatu,
eoh?”
Tanpa perlu menjelaskan lebih detail,
Youngmin langsung meraih tangan yeoja itu dan menariknya.
“Kajja. Lebih baik kau lihat saja sendiri.”
Yeoja itu tidak protes sama sekali. Dia
mengangguk dan mengikuti perintah Youngmin.
.
.
“Dia....” Ucap yeoja itu setelah melihat
langsung keadaan Kwangmin.
“Sudah satu minggu dia terdiam seperti itu.
Kau tahu? Dia sama sekali tak terbujuk oleh rayuanku. Jangankan menatapku saat
mengajaknya bicara. Kau tahu, dia benar-benar seperti mayat hidup. Bahkan aku
tak dianggap ada disana olehnya. Mungkin jika kau yang mengajaknya bicara, akan
berbeda lagi ceritanya.” Ucap Youngmin panjang lebar.
Yeoja itu mengangguk pelan tanda mengerti.
Mulai melangkahkan kakinya lebih dalam memasuki kamar milik Kwangmin.
“Ya, Kwangmin...” Panggil yeoja itu lembut.
Sayang, Kwangmin tak menunjukkan gerak tubuh yang mengisyaratkan kalau dia
mendengar panggilan yeoja itu.
“Ya, Kwangmin-ssi....” Panggil yeoja itu
lagi saat sudah berada dihadapan Kwangmin.
Kwangmin menatapnya. Cukup lama menatapnya.
Seolah tak percaya kalau yeoja yang dinantikannya sejak dua minggu lalu kini
berada dihadapannya.
“Kwangmin-ssi....” Yeoja yang bernama Eun
Soo itu menyentuh lembut punggung tangan milik Kwangmin, menyoba menyadarkan
namja itu dari lamunan panjangnya.
Rasa hangat menjalar begitu saja ditubuh
Kwangmin, seolah tersengan oleh listrik. Menjalar hingga bagian terdalam.
“Kwangmin-ssi... gwaechana?” Tanya Eun Soo
lagi.
Menyadari kalau yeoja itu benarlah Song Eun
Soo, Kwangmin langsung menariknya kedalam dekapannya. Erat, mendekapnya sangat
erat. Eun Soo sma sekali tak menolak. Mencoba merasakan kehangatan yang
tercipta diantara mereka.
Youngmin yang sedari tadi menatap mereka
dari balik pintu pun tersenyum.
‘Kau
berhasil, Song Eun Soo. Gomawo, jeongmal gomawo karena sudah mengembalikan
senyum dongsaengku, Kwangmin.’ Gumam Youngmin dalam hati. Puas dengan
reaksi yang terjadi dengan tiba-tiba pada dongsaengnya, iapun memilih unutk
meninggalkan mereka. Memupuk dalam rasa sakit yang kini dirasakannya.
Ya, Youngmin. Namja itu mencintai Eun Soo,
Song Eun Soo. Yeoja yang sama, yang juga dicintai oleh Kwangmin. Namun dia
sadar, kebahagiaan adiknya jauh lebih berarti dibanding kebahagiaannya sendiri.
Menelan ludah sendiri, menahan kepedihan yang tertorehkan oleh orang yang
sangat kau cintai itu sungguh menyakitkan.
‘Aku
akan melepaskanmu perlahan Song Eun Soo... meski sakit, tapi aku akan jauh
lebih merasa bahagia jika melihat saudara kembarku bahagia. Terima kasih,
terima kasih sudah mengijinkanku untuk mengenalmu walau aku tak pernah bisa
memiliki hatimu. Terima kasih, terima kasih, Song Eun Soo...’
~ T
H E E N D ~
1 comments:
Pengennya sama minwoo oppa
Posting Komentar