19 Agustus 2013

Boyfriend Fanfiction | Just Wanna Love You - Part 1






Boyfriend Fanfiction | Just Wanna Love You
Main Cast            : Kim Rye Na, Jo Youngmin, Jo Kwangmin
Support Cast      : Lee Seul Bi and other
Genre                   : Romance, Sad (Little?)
Lenght                  : Twoshot


--Kim Rye Na pov--
Kriiiiiing…… kriiiiiiing….. kriiiiiiing….


“Kya~ aku terlambaaaaatttt …..”, aku pun beteriak setelah melihat alarm kodok hijauku. Aku bergegas menuju kamar mandi. Mencari seragamku dan ah~ sial aku tak menemukannya.


“Eommaaaa… seragamku dimanaaaaa…????”, aku berteriak sambil terus mencarinya.



Dug.. dug.. dug…


Tedengar langkah eomma yang berjalan dengan cepatnya menuju kamarku.


“Kau…”, eomma menghentikan kalimatnya.


“Iisshh… kau itu siswi pendisiplin di sekolahmu. Kenapa sangat bertolak balakang sekali dengan sifatmu yang sebenarnya..?? Apa mereka tak salah memilihmu Rye Na…??”, tanya eomma yang ikutan sibuk mencari seragamku, anak semata wayangnya.


Kini kamarku sudah seperti kapal pecah. Semua barang berserakan dimana-mana. Aku memang seorang yeoja tapi sifatku seperti seorang namja. Mungkin ini semua berawal sejak eomma tengah mengandung diriku.


“Eommaaa… aku berangkaaaaattt…”, aku berteriak dan segera berhamburan keluar rumah sambil membenarkan dasi yang kukenakan. Sepeda putih kesayanganku telah siap mengantarku ke sekolah.


“Rye Na….”, eomma memanggilku. “Sarapan dulu..”, lanjutnya.


“Sudah siang eomma.”, aku siap mengayuh sepeda putihku.


“Bawalah kotak bekal ini.”, ucap eomma ngos-ngosan menghampiriku.


“Gomawo eomma.”, aku mengecup pipi eomma lalu dengan cepat mengayuh sepedaku, aku tak mau terlambat. Aku itu kan seorang pendisiplin. Masa aku sendiri tidak disiplin. Bisa-bisa mereka akan menertawakanku.
--Kim Rye Na pov end--



o o O o o


“Aku baru tahu kalau seorang pendisiplin diperbolehkan datang terlambat.”, ujar seorang namja.


Rye Na menoleh, ia mendapati sosok namja yang sangat ia benci dan bahkan paling dia benci di dunia. Dia adalah Jo Kwangmin. Dengan semangatnya Kwangmin berbicara. “Hey, lihatlah. Sang pendisiplin terlambat. Ahahaha… lucu bukan..?? Dia akan menuliskan note untuk dirinya sendiri. “, Kwangmin terkekeh.


“Kau…”, ucapan Rae Na terhenti. Seketika semua siswa mengerubunginya.


“A yo Rye Na, cepat keluarkan catatan kecilmu itu.”, ucap seorang namja dan seorang yeoja bersamaan. Mereka terkekeh. Mendapati seorang pendisiplin menghukum dirinya sendiri. Dengan terpaksa Rye Na mencatatkan nama serta kesalahan yang dilakukan beserta besar poin kesalahannya.


“Kya~ ini kejadian langka.”, ucap seorang sunbae namja tersenyum evil sambil memotretnya. “Dapat. Akan kutempelkan di mading sekolah.”, ucapnya bersemangat lalu berlalu dari kerumunan.


“Ada apa ini..??”, teriak seorang namja. Semua menoleh ke arah suara itu.


“Hyung…”, ucap Kwangmin. Ya~ namja itu adalah Jo Youngmin, hyung 6 menitnya.


“Bubar…”, gertak Youngmin. Semuanya pergi, kerumunan itu meghilang.


“Apa yang kau lakukan disini Kwang..??”, ucap Youngmin ketus.


“Hyung, kenapa ketus padaku. Kau sendiri..??”, ucapnya terhenti. “Kau sendiri, apa yang kau lakukan disini.??”, lanjut Kwangmin.


“A..a.. iisshh.. banyak omong. Sudah pergi sana. Kau tak perlu memperlakukan dia seperti itu. Memang dia sudah membuat kesalahan apa padamu pagi ini..??”, tanya Youngmin bak seorang detektif.


“Ani, aku hanya ingin memberi pelajaran saja padanya. Dia itu sangat menyebalkan, yeoja yang paling menyebalkan yang pernah kutemui.”, ungkap Kwangmin sambil ngeloyor.


“Iisshh… anak itu…”, gerutu Youngmin.


Rye Na terdiam, sedari tadi menatapi kedua Jo twin itu bertengkar. Walau kembar tapi sifat mereka sangat jauh berbeda, bagai langit dengan bumi. Yang satu memiliki sifat yang hangat, lembut dan ramah sedangkan yang satunya lagi sangat dingin, cuek dan petakilan terkadang bisa sangat kejam. Benar-benar seperti langit dengan bumi.


“Rye Na, gwaechana..??”, pertanyaan lembut itu membuyarkan lamunannya.


“A.. a..”, Rye Na gugup lalu menggeleng perlahan. Youngmin bingung melihat tingkahnya. “Gwaechana sunbae.. Ne, gwaechana.”, ucapnya menyakinkan.


“A.. kajja… Nanti bisa terlambat masuk kelas.”, ajak Youngmin sambil menarik lembut tangannya.


Mwo..?? Dia menggenggam tanganku..?? Kya~ mimpi apa aku semalam… gumam Rye Na. Diam-diam Youngmin memperhatikan tingkahnya.


Mwo..?? Ada apa dengannya..?? Kenapa senyum-senyum seperti itu..?? gumam Youngmin.


o o O o o


“Gomawo sudah repot-repot mengantarku sampai di depan kelas.”, Rye Ne membungkukkan sedikit tubuhnya. Rambut hitamnya tergerai dengan indahnya dan hampir menutupi sebagian wajahnya.


“Ne, cheonma. Jangan sungkan seperti itu.”, ucap Youngmin sambil menggerakkan kedua pergelangan tangannya. “Anggap saja ini sebagai perwakilan permintaan maaf dari saengku.”, kini ia tersenyum dengan manisnya.


“Yang salah itu kan dongsaeng pabomu i….”, Ryer Na baru sadar tidak seharusnya ia berkata seperti itu.


“Uups, mianhae sunbae, habis aku kesal pada dongsaengmu.”, Rye Na menundukkan kembali wajahnya sebagai permintaan maaf.


Terdengar kekehan seorang namja. “Kau tak perlu sungkan seperti itu, aku bisa memahami kekesalanmu. Aku malah senang jika kau berkata jujur padaku. Terlalu banyak yeoja yang  berpura-pura menilai dongsaengku adalah namja yang baik. Aku sangat benci itu.”, keluh Youngmin pada Rye Na.


Wajah Youngmin nampak begitu polosnya saat mengatakan itu. Tak terasa sebuah senyuman sudah berkembang dengan dahsyatnya di wajah Rye Na.


“Ah, mian. Aku malah jadi curhat padamu.”, Youngmin menggaruk-garuk kepalanya. “Kurasa sebentar lagi songsaenim akan masuk ke dalam kelas. Kajja, masuklah. Kalau tidak kau bisa dihukum nanti. Kau tak mau merusak reputasimu sebagai pendisiplin bukan..??”, ucap Youngmin sambil tersenyum.


Senyum itu lagi… Aaa… senyum itu selalu membuatku merasa melayang. Dunia ini serasa hanya ada aku dan dia…. gumam Rye Na.


o o O o o


“Bagaimana hari ini..?? Berapa note yang kau dapat..??”, kedatangan Lee Seul Bi membuat lamunan Rye Na buyar.


“Kau mengagetkanku saja.”, ucap Rye Na datar.


“Hey, ada apa denganmu. Tidak biasanya wajahmu semurung ini.”, Lee Seul Bi heran. “Membawa bekal..??”, tanyanya sambil melirik sebuah kotak makan berwarna hijau.


“Ne, eomma yang menyuruhku membawanya. Aku belum sarapan pagi tadi.”, ucap Rye Na lemas.


Lee Seul Bi mengambil kotak makan itu dan membukanya, “Kenapa tidak dimakan..?? Kelihatannya enak.”.


“Sepertinya tidak akan habis, mau membantuku..??”, kini wajah Rye Na mendadak ceria lagi.


“Hey, kau sangat menakutkan hari ini. Tadi saat baru datang wajahmu sangat ceria, tadi murung dan sekarang ceria lagi. Kya~ apa kau baik-baik saja..??”, Lee Seul Bi memastikan keadaan sahabatnya dengan menempelkan punggung lengannya ke kening Rye Na.


“Kau kira aku demam..”, gerutu Rye Na. “Ya sudah, temani aku makan.”, lanjutnya.


“Hhm… mashita. Rye Na, sering-sering bawa kotak bekal makan ya… Biar aku bisa mencicipinya. Masakan eommamu sangat enak.”, Lee Seul Bi tersenyum senang.


“Hhm, wanginya harum. Wangi apa ini..??”,suara namja itu mengagetkan mereka berdua yang tengah berbincang.


“S..su..sun..sunbae…”, ucap mereka terbata.


“Wae..?? Kenapa gugup..?? Apa kedatanganku mengganggu kalian eum..??”, ucap Youngmin sambil tersenyum.


“Uw.. hmm, a.. ani.. ani.. Sama sekali tidak mengganggu. Iya kan.. hehehehe”, jawab Rye Na.


“Ne, tidak mengganggu sunbae. Hanya terkejut. Iya, hanya terkejut.”, sambung Lee Seul Bi sambil menyikut lengan Rye Na.


“Jika sedang sendiri seperti ini jangan panggil aku dengan sebutan sunbae, panggil saja oppa. Arasso..??”, ucap Youngmin ramah.


“Arasso…”, jawab mereka bersamaan.


o o O o o


--Youngmin pov--
“Mana titipan dari eomma..??”, pintaku pada Rye Na.


“Dia tidak menitipkan apa-apa padaku hari ini.”, kulihat ekspresinya sangat datar sekali.


“Tidak mungkin, eomma kan sudah janji padaku.”, gerutuku. “Aku sudah lapar, Rye Na berikan paper bag itu. Itu pasti dari eomma kan..?? Sini..”, aku pun merebut paper bag yang dibawanya daritadi.


“Mwo..?? Handuk..??”, aku mengangkat handuk itu dan taaarraaaaaaaaaaa…. Aku menemukan kotak bekal untukku. “Ini apa, mencoba menipuku eum..??”, aku memencet hidungnya gemas.


“Iisshh…”, dia memegangi hidungnya dan terkekeh. “Aku iri padamu oppa. Eomma selalu membuatkanmu kue. Aku saja, jarang sekali dibuatkan. Eomma tidak adil…”, keluhku.


“Bukankah aku selalu membaginya dengan dirimu.”, aku pun menyantap bekal titipan eomma. “Hhm… mashita.”, aku jadi semangat makan kalau masakannya seenak ini.


“Tapi kue itu kan ditujukan untukmu, bukan untukku. Iisshh, menyebalkan.”, gerutunya.


Aku mengacak-acak rambutnya. “Apa tidak mau berbagi sedikit kebahagian bersama eomma denganku eum..??”, aku senang melihatnya cemberut seperti itu.


“Bukan begitu maksudku oppa…”, raut wajahnya berubah lagi, seperti sedang mengalah. Aku terkekeh melihatnya.


Flashback…

Krucuuk.. krucuuk..


“Mwo.. suara apa itu..??”, Rye Na nampak kebingungan.


“Suara perutku.”, jawabku lemah karena merasa malu.


“Oppa… makanlah…”,Rye Na langsung menyuapiku tanpa bertanya dulu padaku. Ia tersenyum saat aku mulai mengunyah.


“Mashita..??”, tanyanya polos. Tentu saja aku tertawa saat melihat wajahnya yang polos itu. Dia benar-benar terlihat lugu.


“Kekekeke… mashita…”, aku terkekeh, untung saja tidak tersedak.

Flashback end…


Entah ini untuk yang keberapa kalinya aku dibawakan bekal olehnya. Aku senang menerimanya karena rasanya sangat lezat. Eh, ngomong-ngomong kalian tahu tidak kenapa aku memanggil eommanya Rye Na dengan sebutan eomma…???


Jadi begini awal ceritanya, saat itu hari hujan. Aku melihatnya masih berada di sekolah. Aku bertanya padanya kenapa belum pulang. Lalu ia menjawab aku tidak membawa payung. Ya~ sudah, aku malah menemaninya hingga hujan reda. Tak kusangka hujannya reda saat hari hampir gelap. Aku memutuskan untuk mengantarnya pulang. Semenjak hari itu, aku lumayan sering mengantarnya pulang. Saking seringnya, eomma Rye Na selalu saja menyuruhku untuk masuk ke dalam rumah dan menyuruhku memanggilnya dengan sebutan eomma. Kurasa eomma Rye Na tertarik padaku. Kekekeke…..


“Rye Na…”, panggilku lembut.


“Ne, wae oppa..??”, tanyanya karena ucapanku menggantung.


“Apa kau menyukai dongsaengku..??”.
--Youngmin pov end--



--Rye Na pov--
Seperti biasanya, saat bel berdering aku langsung menuju taman belakang sekolah. Sekolah kami memiliki cukup banyak taman, bisa di bilang sekolah kami berada tepat ditengah-tengah taman.


Sesampainya disana kulihat taman sangat sepi. Taman belakang memang selalu seperti ini, hanya ada segilintir orang. Suasana ini sangat cocok untuk belajar. Suasana yang sepi, nyaman, sejuk dan tentunya tidak banyak orang seperti di taman depan.


Kulangkahkan kakiku perlahan di rerumputan nan hijau. Saat ini sedang musim semi, aku menyukai wangi musim semi. Rerumputan hijau tumbuh dengan suburnya bak karpet hijau membentang. Bunga-bunga liar nan indah tersembul diantara hamparan hijau yang luas. Burung bernyanyi dengan indahnya. Kupu-kupu menari dengan gemulainya di langit yang biru. Aa… aku benar-benar sangat menyukainya. Hingga terdengar suara seorang namja mengganggu lamunan musim semiku. Ya~ Youngmin oppa, dia selalu mengagetkanku.


Hari ini, aku membuatkan bekal khusus untuknya, tapi aku tak mau mengakui kalau bekal itu adalah buatanku. Kalian tahu tidak kenapa aku bisa sedekat ini pada Youngmin oppa..?? Ini semua berawal dari sebuah kotak bekal. Karena kotak bekal ini aku bisa dekat dengannya. Temen-teman satu angkatanku sangat iri padaku karena bisa sangat dekat dengan sunbae paling populer di sekolah.


Cukup banyak yang bisa kami bicarakan setiap harinya, entah seputar sekolah, keluarga ataupun teman. Sampai akhirnya, bagai tersambar petir di siang hari , dia menanyakan hal itu padaku.


“Rye Na…”, panggilnya lembut.


“Ne, wae oppa..??”, ucapannya menggantung, raut wajahnya aneh, membuatku curiga.


“Apa kau menyukai dongsaengku..??”, ia menatapi langit, entah kenapa. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikannya dariku.


Pertanyaannya membuyarkan lamunan sesaatku tentang dongsaeng 6 menitnya. Jujur, saat bersamanya terkadang aku sering melamunkan saengnya walau hanya sesaat.


“Kenapa tiba-tiba oppa bertanya seperti itu padaku..??”, ucapku sok polos. Apa jangan-jangan….  Aah, anio. Dia tidak mungkin, gumamku.


Aku juga tidak tahu kenapa. Hanya saja perasaanku bertanya seperti itu.”, ia masih saja menatap langit nan biru cerah. “Kalian pasangan yang serasi. Kenapa tidak berpacaran saja..??”, tiba-tiba pandangannya beralih padaku.
--Rye Na pov end--


o o O o o


Seminggu sudah pertanyaan itu merisaukan hati Rye Na. Ia sendiri juga bingung kenapa malah terus menerus memikirkan pertanyaan itu. Melangkah sambil melamun. Ya, itu sudah menjadi kebiasaan Rye Na.


Flashback...

“Bagaimana kondisi saengmu oppa..??, tanya Rye Na khawatir.


“Syukurlah, kemarin dia sudah siuman. Dia akan baik-baik saja, tenanglah.”, Youngmin membelai lembut rambut Rye Na yang terurai.


“Mianhae....”, Rye Na tertunduk sedih. “Ini semua karena salahku....”, lanjutnya.


“Hey, ini bukan salahmu...”.


“Tentu saja ini salahku. Ini semua karena kecerobohanku.”, Rye Na menyalahkan dirinya.


“Sudahlah, mungkin ini karena kebetulan saja. Kau tak perlu menyalahkan dirimu seperti itu.”, Youngmin memeluk Rye Na. Yeoja itu menangis dalam pelukannya.


o o O o o


 “Annyeong..”, sapa Rye Na saat memasuki ruang rawat Kwangmin.


“Rupanya kau yang datang.”, wajah Kwangmin tersembul di antara gorden.


“Hey, kenapa sudah berkeliaran..??, Rye Na menghampirinya.


“Aku bosan berada di sana.”, ucap Kwangmin sambil menunjuk ranjang.


“Kau memang harus banyak istirahat supaya lekas sembuh.”.


“Kenapa rajin sekali mengunjungiku..??”.


“Hhm.. itu...”, Rye Na kebingungan. Kwangmin menatapnya, membuat Rye Na menjadi gugup. “Itu.. itu karena....”, ucapannya menggantung lagi. “Anggap saja sebagai permintaan maafku.”, ujarnya cepat.


“Maaf..??! Untuk apa..??”.


“Kalau bukan karena kecerobohanku, kau tidak mungkin berada disini sekarang.”. Rye Na tertunduk lemas. Sejak peristiwa kecelakaan itu Rye Na selalu saja menyalahkan dirinya.


“Tidak ada yang perlu dimaafkan.”, tiba-tiba Kwangmin memeluknya. “Tidak ada yang salah, baik kau ataupun aku. Ini hanya sebuah musibah.”, Kwangmin melepaskan pelukannya.


“Tapi kalau bukan karena kece....”, ucapan Rye Na terputus karena Kwangmin langsung menyambar bibir tipisnya dengan sebuah kecupan. Rye Na terdiam setelah Kwangmin menciumnya.


Kwangmin terkekeh. “Sudah kubilang tak perlu menyalahkan diri.”, Kwangmin melengos pergi menuju ranjang.


“Sampai kapan kau akan berdiri disitu..??”, pertanyaan itu membuyarkan lamunan Rye Na. “Kau bawa apa hari ini..??”, Rye Na berbalik dan perlahan menghampiri Kwangmin yang sudah bersila di atas ranjang.


“Ini...”, ucap Rye Na yang tak mau menatap mata Kwangmin.


“Akhirnya kau membuatkan makanan untukku. Jika tidak seperti ini, kau tak akan pernah membuatkannya untukku.”, Kwangmin langsung menyantap makanan yang dibawa Rye Na.

Flashback end...


Buugh.... “Aw....”, suara itu membuyarkan lamunan Rye Na.


“Hey, kalau jalan hati-hati....”, gerutu seorang namja yang ternyata adalah Kwangmin.


“Aah.. kau...”, ucap Rye Na sambil menunjuknya. “Mianhae....”, Rye Na lebih memilih tidak memperpanjang urusannya.


“Kau kemanakan matamu itu..?? Untung menabrakku, bagaimana kalau tertabrak kendaraan..??”, ucapnya ketus.


“Masuk rumah sakit...”, jawab Rye Na polos. “Memangnya kenapa..??”, lanjutnya sambil bertolak pinggang. “Apa bermasalah denganmu..??”, ucapnya tak kalah ketus.


“Tentu saja bermasalah denganku...”, jawab Kwangmin. “Karena pasti aku yang akan masuk kesana.”, lanjutnya dengan  nada suara meninggi.


“Aku yang tertabrak, kenapa kau yang masuk rumah sakit..?? Itu sangat tidak masuk akal.”.
Kwangmin mendekatkan wajahnya. “Karena aku yang akan menyelamatkanmu.”.


Wajah itu sangat dekat. Bola mata Rye Na kini membesar. Wajah seorang namja begitu dekat dari pandangannya. Waktu seakan terhenti. Jantungnya berdeguk kencang.


Kwangmin menggenggam lengannya. “Kau tidak bisa lari lagi...??”.


“Mwo...??”, Rye Na membulatkan matanya.


“Jika tidak naik, aku akan mengulangi kejadian saat di rumah sakit.”, ancam Kwangmin yang sudah mengambil alih kemudi sepeda Rye Na. Dengan terpaksa Rye Na membonceng di belakang.


Kwangmin dengan sengaja ugal-ugalan saat membawa sepeda Rye Na. Dia tahu kalau itu sangat berbahaya tapi kali ini dia merasa harus melakukannya.


“Hey, kau ingin membunuhku..??”, teriak Rye Na.


“Untuk apa aku membunuhmu, tak ada untungnya bagiku.”, cibir Kwangmin.


“Kenapa seperti ini caramu membawa sepedaku..?? Awas saja kalau sepedaku rusak...”, oceh Rye Na.


Tiba-tiba Kwangmin ngerem mendadak. Membuat kepala Rye Na menabrak punggungnya dan kedua tangan Rye Na memeluk pinggangnya.


“Kau itu keterlaluan. Kenapa tidak bilang kalau mau berhenti...!!!!”, gerutu Rye Na.


“Sudah sampai. Cepat turun.”, ucap Kwangmin tak memperdulikan gerutuan Rye Na. Rye Na terdiam. Kwangmin menarik lengannya.


“Kau... kenapa membawaku kesini. Apa yang mau kau lakukan...??”, ucap Rye Na sambil menyilangkan kedua tangannya di depan tubuhnya sendiri.


“Hey, kau fikir aku namja yadong. Dasar pabo.”, Kwangmin melengos pergi. Terhenti tepat di pinggir Sungai Han.


Dengan perlahan Rye Na menghampirinya. Kwangmin menarik tangan Rye Na saat Rye Na hampir dekat dengannya.


“Berdirilah disini. Temani aku hingga sore nanti.”, kini mata itu sudah beralih dari pandangan Rye Na.


Mata besar itu tak pernah jenuh memandangi Sungai Han, diam-diam Rye Na selalu mencuri-curi pandang ke arahnya. Sempat ke pergok beberapa kali oleh Kwangmin, tapi Rye Na tak pernah jera untuk memandanginya diam-diam.


Tiba-tiba saja Kwangmin menyambar ponsel yang tengah digenggam Rye Na. “Kemarikan ponselmu...”. Cekreeek.... Kwangmin mengambil foto dirinya. Hanya beberapa detik ia memainkan jarinya pada layar ponsel. “Ini... kau bisa dengan puas memandangi wajahku tanpa perlu takut kepergok olehku.”, Kwangmin mengembalikan ponsel Rye Na.


o o O o o


--Rye Na pov--
Tak kusangka ia bisa semanis itu padaku... Aku kembali melayangkan lamunanku saat di Sungai Han tadi. Walau lebih sering diam, tapi aku suka. Berdiri diam cukup lama disampingnya. Memandangi aliran sungai, mendengar suara kicauan burung, merasakan hangatnya sisa-sisa panas matahari di sore hari dan diam-diam memandanginya. Benar-benar menikmati suasana indah itu.


Aku kembali memandangi ponselku. Dia memang terlihat sangat manis.


“Rye Na...”, suara itu membuyarkan lamunanku.


“Kau...”, aku terpekik mendapati wajah yang sedari tadi aku pandangi kini dengan nyata ada di balkon kamarku. “Ya, apa yang kau lakukan di balkonku...???”, tanyaku berbisik. Ia tak menjawab pertanyaanku.


Ia memandangiku sebentar lalu memelukku. “Ya, ada apa denganmu..??”, aku berusaha senetral mungkin agar dia tak mengetahui betapa gembiranya hatiku karena bisa melihatnya lagi.


Dia melepaskan pelukannya dan mencium bibirku lembut. Kaget, bingung tapi gembira saat ia menciumku. Walau aku tak tahu apa alasannya tapi aku sangat menyukainya. “Saranghaeyo...”, ucapnya sambil tersenyum manis padaku.


Aku hanya terdiam. Tak berbicara dan tak bergerak, hanya berkedip tak percaya kalau kata itu terucap dari bibirnya. Aku benar-benar terkejut.


“Apa kau tak menyukaiku..??”, tanyanya lembut sambil mengernyitkan keningnya.


“Mwo..??”, aku merasa sangat bodoh sekali saat ini. Dia manatapku aneh, sepertinya aku sudah merusak suasana romantis ini.


“Rye Na....”, aku mendengar eommaku berteriak memanggilku.


“Ne, wae eomma....”, aku balas berteriak.


“Ada telpon untukmu dari Youngmin. Katanya penting. Cepatlah turun...”.


Mata kami saling bertemu. Ada apa ini sebenarnya... Kwangmin oppa, tiba-tiba saja ada di balkon kamarku... Youngmin oppa menelponku saat aku sedang bersama namdongsaengnya....


“Sebaiknya kau cepat turun. Aku akan menunggumu disini.”, kulihat ia memaksakan senyumnya padaku.


Aku melengos pergi meninggalkannya. Tapi kurasa ini bukan hal yang baik. Aku kembali menemuinya lalu menariknya masuk ke dalam kamarku.


“Kurasa kau lebih baik menungguku disini. Sebentar lagi akan turun hujan.”, setelah menyuruhnya duduk, aku langsung pergi meninggalkannya.


“Wae oppa...???”, kataku pada Youngmin oppa.


“Apa mengganggu..??”.


“Ani. Waeyo..??”.


“Aku ingin bertemu denganmu sekarang, apa bisa keluar rumah sekarang..?? Ada sesuatu yang ingin kubicarakan langsung denganmu. Aku tak bisa mengatakannya lewat telpon.”.


“Hmm... baiklah. Nanti aku akan menghubungimu lagi, bagaimana..??”.


“Baiklah, aku akan menunggu kabar darimu.”.


Aku kembali melangkah ke kamarku. Aneh... tidak biasa-biasanya Youngmin oppa mengajakku bertemu malam-malam begini... Saat memasuki kamar, aku tak menemukannya. Kemana perginya dia..?? Kulihat pintu balkonku terbuka, kurasa dia ada diluar sana. Sesampainya disana benar saja dugaanku, Kwangmin memang berada disana.


“Bukankah sudah kubilang untuk menunggu didalam, kenapa kembali lagi kesini..??”, tanyaku setengah berbisik.


“Owh, kau sudah datang rupanya. Aku hanya ingin memandangi langit saja. Apa hyungku mengajakmu untuk bertemu..??”.


Aneh, kenapa dia bisa tahu kalau hyungnya mengajakku untuk bertemu. “Dari mana kau tahu..??”, tanyaku penasaran.


“Ternyata benar dugaanku.”. Perlahan ia berjalan mendekatiku yang tengah bersandar pada pagar balkon kamar lalu memelukku dari belakang. “Kurasa tak ada yang perlu kusembunyikan lagi darimu.”.


“Ma.. mak.. maksudmu..??”, tanyaku terbata.


“Aku menyukaimu, begitu pula dengan hyungku. Sekarang kau tinggal memilih di antara kami. Siapa dari kami yang lebih kau sukai..??”, pertanyaan ini terasa sangat menusuk jantungku. Aku kesulitan bernafas, dadaku terasa sesak.


“Hyung memang belum mengatakannya padamu tapi aku tahu bagaimana perasaannya padamu sekalipun dia sudah tahu bagaimana perasaanku padamu. Semua keputusannya ada padamu.”, Kwangmin oppa melepaskan pelukannya, memutar tubuhku hingga kami saling berhadapan.


“Ini ponselmu, maaf aku sudah lancang. Tadi aku mengirim pesan pada hyung kalau kau mau menemuinya di taman. Sekarang cepatlah kesana. Jangan membuatnya terlalu lama menunggu.”, ia tersenyum sangat manis padaku dan mengecup keningku lalu pergi begitu saja dari pandanganku.
--Rye Na pov end--


o o O o o


--Kwangmin pov--
Dari kejauhan kulihat hyung sudah bersama Rye Na. Mereka memang tampak serasi jika berjalan berdampingan, tidak seperti jika aku berjalan berdampingan dengan Rye Na. Aku merasa ini sangat tidak adil. Kenapa harus hyungku yang lebih dekat dengannya..?? Wajahnya sangat ceria, dia juga lebih sering tersenyum dan tertawa jika bersama hyungku. Kenapa dia tidak pernah mengeluarkan ekspresi seperti itu jika sedang bersamaku..?? Apa aku terlalu dingin..??


Samar-samar kudengar canda tawa mereka, aku iri dengan suasana itu. Kulihat hyung memegangi tangannya erat seolah tak mau jauh darinya. Rye Na hanya tersenyum simpul karena malu. Aku berusaha berada sedekat mungkin agar bisa menguping percakapan mereka.


Bodohnya diriku, melihat mereka tertawa bersama saja aku sudah sangat cemburu, apalagi sekarang aku melihat mereka bergadengan tangan. Hatiku terasa sangat panas, rasanya tak rela kalau Rye Na menjadi milik hyungku.


“Rye Na...”, panggil hyungku lembut. Rye Na memalingkan pandangannya ke hyungku, mereka saling bertatap mata. Aku makin penasaran dengan ucapan hyungku selanjutnya.


“Pasti Kwang sudah mengatakannya padamu, benarkan tebakkanku..??”, tanya hyung sambil tesenyum.


“Maksudmu..??”.


“Pasti dia sudah menyatakan perasaannya padamu.”, kulihat hyung menghela nafasnya. “Lalu... bagaimana tanggapanmu..??”.


“Hari ini dia sangat baik padaku, entah ada angin apa hingga bisa membuatnya semanis itu padaku.”, Rye Na menatapi langit malam ini. “Dia memang sudah mengatakannya.”, kulihat ia tersenyum, ya... senyum itu.... karena senyum itu mampu menggoyahkan hatiku.


“Lalu....”.


“Tapi aku belum berkomentar sedikitpun, karena dia sudah menyuruhku untuk menemuimu disini. Apa kau tahu oppa... kalau pesan....”.


“Pesan itu dikirim oleh Kwang kan..??”, hyung melanjutkan kalimatnya. Rupanya dia sudah tahu.... Rye Na hanya menganggukkan kepalanya.


“Dia juga bilang padaku kalau.....”, kudengar uacapan Rye Na menggantung. Akkh... aku jadi semakin ingin mendengar lebih banyak tentang perbincangan mereka.


Hyung... apa hyungku juga akan menyatakan perasaannya pada Rye Na. Pikiranku makin kacau. Hatiku makin terasa sakit. Makin lama hatiku terasa sakit dan telingaku semakin tak sanggup untuk mendengarnya. Kuputuskan untuk berlari menjauh dari mereka. Ya, hanya dengan berlari aku bisa memuntahkan semuanya. Semua yang kudengar, semua yang kurasa dan semuanya yang kulihat.


Tak kusangka ternyata namja itu adalah hyungku sendiri. Apa yang harus kulakukan untuk hari ini, esok dan seterusnya. Apa harus diam dan pura-pura tidak tahu..?? Atau aku harus membenci hyungku sendiri karena juga menyukai yeoja yang sangat aku cintai..???
--Kwangmin pov end--



Dua bulan kemudian...


“Oppa... sudah hampir 2 bulan ini aku tak melihat dongsaengmu. Kemana dia..?? Apa sakit..??”.


“Ani, dia tidak sakit. Dia baik-baik saja. Bukankah 1 minggu yang lalu kau bertemu dengannya..??”.

  
“Mwo..?? Seminggu yang lalu..??”



T B C . . .

0 comments:

Posting Komentar