10 Oktober 2012

Boyfriend FanFiction | The Next Love? - Part 1



Main Cast            : Song Eun Soo
                               No Minwoo
                               Jo Kwangmin
                               Jo Youngmin
Support Cast       : Kim Hyoyeon
                               Other (s)
Genre                   : Romance
Rate                      : T
Length                  : Chaptered

Warning : Typo(s). Italic + Bold = Flasback.

Chapter 1 : You

Saat mereka bersatu, tidak ada satu pun yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya...


Ya, bagaimana ini...” Namja itu terus saja memutar balikan tubuhnya di atas ranjang berukuran king size.

Waktu sudah menununjukkan tepat pukul 3 dini hari, dan namja itu masih tetap terjaga. Entah apa yang ada di benaknya, yang jelas pikiran itu sukses membuatnya terjaga hingga matahari keluar dari persembunyiannya.
.
.
“Ya, ada apa denganmu...?” Seorang yeoja menatapnya aneh.

Yeoja itu menangkap sesuatu yang tidak baik dari namja di hadapannya. Tapi entahlah, dia sendiri pun tak mengerti.

“Gwaechanayo.”

Dengan sedikit acuhnya, namja itu pergi begitu saja dari hadapan yeoja yang sebenarnya tengah memperhatikan keadaannya hari ini.

Saat jam pelajaran pertama dimulai, pelajaran kesenian, siswa tingkat 1, 2 dan 3 berkujmpul di satu ruang kelas yang sangat besar. Yeoja itu sama sekali tak menangkap sosok namja yang ia tegur tadi pagi. Tubuhnya memang berada di ruang kelas, tapi pikirannya melayang entah kemana.

Hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan para siswa-siswi Young Dong High School, satu hari dimana para murid dikumpulkan menjadi satu di satu ruang besar, hanya sekedar untuk berbagi di anatara mereka.

Bel istirahat berbunyi, yeoja itu berlari berhamburan keluar kelas dan mencari sosok namja yang sedari tadi memenuhi tiap-tiap rongga otaknya. Ia berlari kesana kemari hanya untuk memeastikan kalau namja itu baik-baik saja.

Yeoja itu pun tertegun saat mendapati sosok namja yang mengenakan jaket berwarna abu-abu tengah merebahkan kepalanya di sebuah meja di sudut ruang perpustakaan. Di sudut itu memang sering dijadikan tempat untuk memejamkan mata sejenak oleh para penghuni sekolah karena tempatnya yang jarang terlihat lalu lalang anak adam.

“Hey, bangun...” Yeoja itu menyentuhnya dengan satu jari berkali-kali, berharap namja itu akan terbangun.

Sayangnya, namja itu hanya bergerak untuk membenarkan posisi tidurnya.

“Minwoo-ya...” Yeoja itu terus berusaha membangunkannya dengan sentuhan satu jarinya itu. Tetap saja usaha itu sia-sia.

Mengetahui usahanya itu hanya buang-buang waktu, yeoja itu menuliskan sebuah note dan menyelipkannya di bawah lipatan tangan Minwoo dan pergi tanpa sepatah kata lagi darinya.

Saat jam pelajaran dimulai lagi, kini sosok yeoja itu yang tak terlihat oleh mata indah milik Minwoo, saat pelajaran Bahasa Inggris.
.
.
“Ya, kemana saja kau...?” Minwoo menunjukkan wajah kesalnya pada yeoja itu.
“Tidak kemana-kemana. Wae...?” Yeoja itu menghentikan langkahnya dan berbalik menatapi Minwoo, tajam.
“Ada waktu akhir pekan nanti. Aku...” Minwoo menghentikan ucapannya mencoba menunggu reaksi dari sang yeoja. Tapi sia-sia, yeoja itu hanya menatapnya dengan tatapan kosong. Aneh...
“Temui aku di rumah pohon tepat pukul 2 siang. Jangan terlambat, aku tidak suka menunggu.” Kalimat itu terucap begitu saja lewat bibir yeoja itu tanpa pernah disadari oleh dirinya sendiri.

Melihat Minwoo tak bereaksi, yeoja itu pun menghilang di antara kerumunan siswa Young Dong High School.
.
.
“Mianhae, tadi ponselku tertinggal dan aku harus kembali untuk mengambilnya. Lama menungguku, eum...?” Yeoja yang bernama Song Eun Soo itu mulai mengatur nafasnya yang masih terengah-engah.
“Hanya 5 menit. Gwaechana...” Sahut Minwoo sambil tersenyum.
“Eoh, syukurlah, “ Ungkapnya sambil bernafas sedikit lega. “apa yang ingin kau katakan...?” Tanya yeoja yang memiliki rambut panjang berwarna hitam pekat itu.
“Bagaimana kalau kita bicarakan di atas saja...” Tawar Minwoo sambil mengacungkan jari telunjuknya yang mengarah ke rumah pohon di atas kepala mereka.
“Kenapa tidak disini saja...” Tanya Eun Soo polos.
“Kurasa di atas sana udaranya terasa lebih sejuk jika dibandingkan dengan disini.”

Minwoo meniti anak tangga yang tebuat dari batang kayu pohon yang menancap dengan kokohnya di batang pohon yang sangat besat dan kuat. Yang kemudian disusul Eun Soo, yang sedikit agak kerepotan dengan blouse terusan biru toscanya.

“Kurasa, hari ini aku salah kostum...” Gerutu Eun Soo dalam hati.

Tanpa tahu apa yang sudah dipersiapkan Minwoo di atas sana, Eun Soo masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

“A..apa ini...” Sebuah pertanyaan yang tak perlu dijawab dan dijelaskan oleh Minwoo, sesampainya Eun Soo di dalam rumah pohon.
“Ini yang akan aku katakan...”

Hanya dengan sebuah petikan jari, lilin-lilin itu memancarkan cahaya keindahannya tepat di depan sepasang mata coklat milik Eun Soo.

“Nae yeojachinguga doe eojullae...?” Minwoo menyodorkan boneka beruang yang lucu ke arah Eun Soo.
“Mwo...” Mata Eun Soo terbelalak.

Kini, seorang No Minwoo, namja yang memiliki paras seperti seorang malaikat, namja yang berwajah ‘baby face’ dan terkadang polosnya melebihi seorang bayi, tengah berdiri dihadapan Eun Soo dan menanti dengan cemas akan jawaban yang keluar dari bibir mungul Eun Soo.

Sebuah boneka beruang yang lucu dengan salah satu tangannya memegang sebuah kotak kecil berwarna biru, tengah menanti untuk melingkar di leher jenjang milik Eun Soo. Ya, sebuah kalung emas putih yang berbandul cincin dengan jenis serupa tengah menanti dengan damainya disana.

“Minwoo-ya...” Itulah kata pertama yang meluncur dari bibir sang yeoja.

Raut wajah Minwoo berubah datar, dia mengangkat sebelah alisnya dan mengerutkan keningnya. Itu bukan kata pertama yang ingin di dengarnya setelah kejutan yang dia berikan.

“Minwoo-ya, kita masih duduk di bangku SMA. Kau sudah di tahun terakhir dan sebentar lagi akan lulus, sedangkan aku... aku masih di tahun pertama dan perjalananku masih sangat panjang. Dan sekarang, kau memberikanku sebuah kalung berbandul cincin...? Apa yang sedang kau pikirkan, hah! Kau mau meminangku di usia dini...? Kau gila, benar-benar gila. Kau mau memberikanku makan dengan apa...?” Cerocos Eun Soo tanpa jeda.

Celotehan yeoja itu berhasil membuat Minwoo terkekeh, bahkan akhirnya membuat namja itu terpingkal-pingkal hingga memegangi perutnya yang mulai terasa sakit karena melihat kelakuan yeoja dihadapannya.

“Ya, apa yang kau tertawakan...” Eun Soo berkacak pingang, kesal melihat Minwoo seperti itu.
“Kau...kau...” Minwoo masih saja tertawa, ia benar-benar tak bisa menahannya.
“Iishh...” Eun Soo benar-benar kesal sekarang, dia berniat untuk sesegera mungkin pergi dari tempat itu.
“Paboyo...” Kata selanjutnya yang keluar dari mulut Minwoo yang sudah berhasil mengatasi ledakan tawanya. “Neomu paboyo...” Kalimat yang berhasil menghentikan langkah Eun Soo yang mulai beranjak pindah dari posisinya semula.

“Memberikan sebuah kalung yang berbandul cincin, apa sudah berarti namja itu akan melamarmu, hah! Kau tidak dengar ucapanku diawal. Aku memintamu untuk menjadi yeojachinguku, bukan istriku. Paboyo. Tak kusangka kau tak mendengarnya. Padahal aku sudah mengungkapkannya dengan lantang. Dasar yeoja pabo.” Minwoo berusaha menahan kekehannya, agar yeojanya itu tidak salah mengartikan sikap serta ucapannya barusan.

“Mwo...” Eun Soo berbalik dan mendapati sosok Minwoo yang tengah tersenyum lebar menatapnya.
“Kau masih belum mengerti, pabo...” Minwoo mengerutkan keningnya.
“Apa...? Apa yang kau katakan barusan...? Pabo...?” Eun Soo mencoba mencerna perkataan Minwoo dan menegaskannya sekali lagi pada namja itu.
“Ne. Kau itu memang pabo.” Minwoo meletakkan kedua tanganya yang terlipat tepat dihadapan perutnya.
“Apa yang kau katakan... kau. Iishh...”

Eun Soo yang berniat untuk menempeleng kepala Minwoo, harus gagal karena tangan kekar namja itu lebih dulu meraih tanganya yang belum seperempat jalan, menghampiri kepala Minwoo. Namja itu berhasil meraih dan menariknya hingga membuat yeoja itu tepat berada dipelukannya.

“Kau..apa yang akan kau lakukan...?” Eun Soo bergidik ngeri. Wajahnyanya mulai menunjukkan raut wajah yang tengah ketakutan.
“Hanya akan melakukan ini.” Minwoo mendaratkan bibirnya dan menautkannya dibibir mungil Eun Soo.

1 detik, 2 detik... 1 menit sudah bibir itu bertengger manis dibibir Eun Soo. Yeoja itu beku dibuatnya. Dia tak pernah tahu kalau akhirnya akan seperti ini. Ciuman pertamanya, hilang. Dirampas. Oleh namja pertama yang berhasil meluluhkan hatinya. Sekaligus menjadi tambatan hatinya.

“Dan sekarang...kau milikku, Eun Soo...” Minwoo berbisik, menyeringai, membuat bulu kuduk Eun Soo terbangun.
.
.
Hari demi hari dilewati Eun Soo dengan penuh keceriaan. No Minwoo, seorang namja yang setidaknya sudah mengubah sedikit alur kehidupan Eun Soo. Dunia Eun Soo penuh warna karenanya. Dan karenanya pula dunia Eun Soo menjadi gelap, sekarang.

“Eun Soo-ya, sampai kapan kau akan termenung seperti itu...?” Hyoyeon mulai mengkhawatirkan keadaan Eun Soo.

Kini, Eun Soo tak seceria dulu lagi semenjak kematian No Minwoo, namja yang paling ia cintai.

“Eun Soo-ya, kenapa kau diam saja. Kau pasti mendengarkanku , ‘kan...” Hyoyeon kembali bersuara.

Sekilas, Eun Soo menoleh dan kembali ke rutinitas semula. Menatapi langit dengan tatapan sendu dan kosong.

“Setidaknya kau makanlah, walau hanya beberapa suap...” Hyoyeon berharap-harap cemas melihat kelakuan sahabatnya sejak 3 bulan lalu.

~o*0*o~
Hampir seharian ini, setelah mendengar kabar tentang kematian Minwoo, Eun Soo masih berdiam. Tak bicara. Hanya tetesan air mata yang terlihat.

“Kau jahat... kau benar-benar jahat, No Minwoo...” Suara Eun Soo terdengar serak.

Ya, sudah seharian ia menangisi kepergian Minwoo.

“Kau sudah berjanji padaku, kita akan menghabiskan liburan musim panas bersama, “ Eun Soo menatapi langit gelap di luar sana dengan tatapan kosong.

“Dan sekarang, kau pergi... pergi... kau pergi meninggalkanku.” Eun Soo telihat frustasi.

Wajahnya memucat, rambutnya kusut, wajahnya terlihat lesu. Tak bergairah. Tidak memiliki semangat untuk hidup.

Mati. Ya, mati. Hanya kata itu yang ada didalam pikirannya sekarang.
~o*0*o~

6 bulan sudah sejak kepergian Minwoo. Kini Eun Soo mulai bangkit. Ia sadar, siapapun dan kapanpun, seseorang bisa pergi dengan tiba-tiba. Tanpa ada yang tahu. Tanpa ada rencana.

Hatinya masih pedih. Ya, kepergian Minwoo memang sangat mendadak.

Kecelakaan beruntun itu, tepat saat perjalanannya menuju rumah Eun Soo. Nyawa itu terhempas begitu saja. Luka yang sangat parah. Hingga tewas di tempat kejadian.
.
.
“Neomu bogoshipeo, Minwoo...” Lagi-lagi Eun Soo meneteskan butiran-butiran jernih itu.

Mencoba untuk bangkit, ternyata cukup sulit. Bahkan sangat sulit.

Eun Soo yang sekarang berbeda dengan Eun Soo yang dulu. Wajahnya tak memancarkan keceriaan. Jarang sekali sebuah senyuman menghiasi wajahnya.

“Gwaechanayo...?” Tepukan tangan Hyoyeon membuyarkan lamunan Eun Soo.
“Gwaechana...” Jawab Eun Soo seceria mungkin.
“Masih memikirkannya, eum...?” Hyoyeon terduduk disebelahnya.

Eun Soo hanya terdiam mendengar pertanyaan itu. Memalingkan wajah dan menatapi langit. Sepertinya itu memang sebuah jawaban yang tepat baginya.

“Kau tidak bisa hidup seperti ini terus. Kau tidak kasihan dengan Minwoo, yang selalu mengintaimu dari balik awan itu, hah.” Hyoyeon menunjuk sebuah awan, dan mengilustrasikan keberadaan Minwoo disana.

Eun Soo tak bergeming. Sedikit menoleh dan mengacuhkannya lagi.

“Minwoo... apa yang harus kulakukan lagi pada yeojamu ini. Aku bisa jadi gila dibuatnya. Kau tahu itu, ‘kan.” Hyoyeon menggerutu dalam hatinya.
.
.
“Senior... aku harus menunggu berapa lama lagi untuk bisa menunjukkan diriku padanya...?” Seorang namja, kini tengah mengadu seperti anak kecil. Ya, dia memang akan selalu terlihat seperti anak kecil, karena wajahnya.

Orang yang diajaknya bicara malah menghilang begitu saja dari hadapannya.

“Ya, kau selalu seperti itu jika kutanyakan kapan waktunya. Kau sangat tidak adil.” Namja itu protes. Matanya berlarian kesana kemari mencari sosok lawan bicara.

“Aku bosan mendengarmu menanyakan tentang hal itu-itu saja.” Lawan bicara itu tiba-tiba muncul dan tengah bertengger di atas ranting pohon yang cukup kokoh untuk diduduki.

“Tolong beritahu aku, kapan waktunya. Kau kira aku tak bosan, menanyakan hal ini padamu, hah. Aku juga bosan. Maka dari itu, kau harus menjelaskannya padaku sekarang juga. Agar aku tak menanyakan hal sama seperti ini lagi. Dari awal pertemuan kita, kau sama sekali belum menjelaskan tentang hal ini padaku. Kau hanya menjelaskan, apa yang harus kulakukan dan apa yang tak boleh kulakukan. Selama ini aku selalu menuruti perintahmu. Kumohon Senior, jelaskan padaku.” Cerocos namja itu tanpa henti, sambil terus mengamati Seniornya yang selalu berpindah-pindah tempat dalam sekejap.

“Sudah tak perlu protes lagi. Jalankan tugasmu sana. Jemput orang itu. kau tidak bol;eh terlambat sedetikpun. Ara...!” Senior itu tiba-tiba muncul begitu saja dihadapan namja itu dan sangat mengejutkannya. Walaupun hal itu sering terjadi, sepertinya namja itu masih belum terbiasa dengan sesuatu yang ‘tiba-tiba’.

“Kau harus menjelaskannya dulu...” Gerutu namja itu manja.

“Sudah pergi sana. Aku sudah memberikan schedule-nya padamu. Aku tak mau semuanya berantakan hanya karena sikap kekanak-kanakanmu ini.” Senior itu menghilang lagi setelah selesai memperingatkan namja itu.

“Kau... iissh...” Namja itu menggerutu kesal.

“Awas kalau berantakan. Aku tidak akan pernah memberikanmu amnesti. Ara...!” Senior itu muncul lagi hanya untuk memperingatkannya dan, pufh... hilang.

“Romeo... tugasmu telah menanti...” Dengan gaya cool-nya, namja itu mengenakan jaket kulit dan kaca mata hitam.

Mengambil ponsel, mencari jadwal hari ini dan mengingatnya.

“3 menit lagi menemui tuan Han Shin Jo di dekat Universitas Seoul. 15 menit lagi menunggu Kim Yu Ra. Dan....” Namja itu memainkan scroll ponsel touch-nya dan berusaha mengingatnya, agar tidak salah orang.

“Baiklah, Romeo... saatnya bertugas.” Sebuah senyum tipis menghiasi wajahnya dan dengan sekelebat mata, namja itu menghilang. Pufh.
.
.
~o*0*o~
Dug..dug.. dug..dug..
“Ya, ada apa denganku...” Dia merasakan sesuatu yang bergemuruh di hatinya.

Entah mulai kapan itu terjadi, sejak ia melihat sosok yeoja yang berpenampilan aneh itu, jantungnya selalu berdebar.

Saat itu, saat dia melihat sesuatu yang berbeda dari yeoja aneh itu.

“Omo... demi apa dia berubah secantik itu...” Namja itu melihatnya tanpa berkedip sedetikpun.

Eun Soo, ya, yeoja aneh itu adalah Song Eun Soo. Dia memang berpenampilan aneh. Rambut diikat menjadi dua. Berbelah tengah. Kemeja sekolah terkancing semua, hingga bagian teratas. Rok ¾ panjangnya, kacamata besar. Dia memang berbeda.

Tapi, sejak hari itu, Eun Soo berubah.

“Eh, mianhae...” Eun Soo membungkukan tubuhnya dan mengambil buku-bukunya yang terjatuh ke lantai karena menabrak seorang namja.
“Gwaechana...” Namja itu ikut membantu Eun Soo, merapikan buku-bukunya yang berserakan.
“Kamsahamnida...” Ucap Eun Soo saat namja itu memberikan buku-buku yang ia rapikan.
“Cheonma...” Namja itu tersenyum manis padanya.
“Sekali lagi, terima kasih. Sillyehamnida...” Eun Soo membungkukan tubuhnya lagi dan pergi.

Baru beberapa langkah menjauhi namja itu, langkahnya harus terhenti karena panggilan namja itu.

“Ne...” Sahut Eun Soo sambil berbalik.

Namja itu berlari menghampirinya.

“Sini, biar aku bantu. Sepertinya insiden tadi akan terulang lagi jika kau membawanya sendirian.” Lagi-lagi namja itu tersenyum manis.
“Eoh, ani. Ani. Tidak usah repot-repot. Aku bisa membawanya. Tenang saja.” Ucap Eun Soo berusaha menutupi kekacauan hatinya karena namja itu.
“Tidak apa-apa.” Tanpa menunggu izin terlebih dulu pada Eun Soo, namja itu langsung mengambil tumpukan buku yang hampir menutupi wajah Eun Soo.
“Eoh, hati-hati...” Eun Soo berusaha mengimbangi tumpukan bukunya yang posisinya miring.
“Kalau begini jadi kelihatan, ‘kan...” Namja itu tersenyum, lagi.
“Tapi...” Eun Soo terlihat ragu dengan bantuan namja itu, merasa tak enak hati.
“Tidak merepotkan. Tenang saja. Kajja... aku bawakan sampai ke kelas.” Kepala namja itu mengisyaratkan agar Eun Soo mengikuti langkahnya.
“Ne.”
~o*0*o~
.
.
“Ya... ada apa lagi ini...?” Lagi-lagi Romeo mengeluh.

Romeo, ya... namja itu memang selalu mengeluh. Entah kapan ia akan berhenti untuk tidak mengeluh lagi.

“Ya, dimana dia....” Romeo celingak-celinguk mencari ‘target ke empatnya’ untuk hari ini.

Keadaan salah satu jalan utama di Jung-gu, benar-benar sangat kacau. Kendaraan bertebaran dimana-mana. Ini terjadi hanya karena salah satu kendaraan yang melintas mencoba menghindari seekor kucing yang hendak menyeberang.

“Kau dimana, nona Shin Myung Song...” Romeo berjalan mencari-cari sosok Shin Myung Song. “Harusnya kau berada disini...” Dengan sedikit cemas Romeo mencarinya lagi dan akhirnya, menemukannya.

Yeoja dihadapannya, Shin Myung Song. Akan meninggal tepat pukul 16.45 sore ini karena penyakit asma yang tiba-tiba saja kambuh.

“Sial, ini sudah lewat 45 detik...” Romeo menatap layar ponselnya. “Ini dia...” Lanjutnya. “Baiklah, 3 menit lagi ambulance akan datang. Aku harus memastikan kalau tidak terjadi keterlambatan lagi.” Romeo menunggu. Memantau, supaya tak terjadi keterlambatan lagi.

Tepat 3 menit ambulance memang datang dan membawa tubuh Shin Myung Song yang mulai lemah.

“Sampai bertemu di rumah sakit, Shin Myung Song...” Ucap Romeo sebelum akhirnya dia menghilang.
.
.
Romeo berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang cukup ramai. ICU, itu adalah tujuannya. Menjemput Shin Myung Song, nama terakhir dalam jadwal penjemputannya hari ini.

Dia menyaksikan yeoja itu meregang nyawa tepat di hadapan keluarganya. Tak ada satupun dari mereka yang tak menangis. Menangis karena menyayangi sosok yeoja itu. Ataupun menangis karena ikut sedih dengan keadaan yeoja itu.

Pukul 16.45 lewat 50 detik, arwah Shin Myung Song bangkit. Romeo membungkukan tubuhnya sambil tersenyum.

“Silahkan ikut aku, nona Shin Myung Song.” Ucapnya dengan penuh tata krama.

Arwah Shin Myung Song mengikuti langkah Romeo. Tanpa perlu menunggu terlalu lama, sebuah ruang berbentuk tabung muncul seketika. Pintu pun terbuka.

“Silahkan masuk.” Ucap Romeo dengan sopannya.

Arwah itu berjalan masuk menuju ruang berbentuk tabung itu dengan ragu. Sepetinya ia masih ingin melihat keluarganya untuk yang terakhir kalinya sebelum akhirnya, pergi.

Pintu langsung tertutup saat Myung Song masuk ke dalamnya, dan, hilang. Diikuti oleh hilangnya sang penjemput, Romeo.
.
.
“Kau tahu... aku sangat merindukanmu...” Matanya terlihat sendu saat menatapi fotonya besama dengan orang yang paling ia cintai.

“Hey, kau dengar itu tidak...!” Dia mulai sedikit kesal.

“Aaa... iishh.. percuma...” Gerutunya lagi.

“KAU TAK AKAN PERNAH TAHU KALAU AKU SANGAT MERINDUKANMU...” Dia mulai kesal sekarang.

“Paboyo...” Suara itu berhasil mengacau balaukan lamunannya.
“Se..Senior... a..apa yang kau lakukan...” Ia terbata sambil menyembunyikan foto yang ia pegang tadi dalam saku jaketnya.
“Untuk apa kau mengajak bicara foto itu. sudah jelas-jelas foto itu tak akan menjawab tiap pertanyaanmu. Dasar pabo...” Kritik sang Senior.
“Aku.. aku hanya...” Ia nampak ragu untuk menceritakan kegalauan hatinya.
“Hanya apa...” Sang Senior mulai menggertak.
“Ya, kau tak perlu menggertakku seperti itu. Apa urusanmu...? Ini tak ada sangkut pautnya denganmu. Ini masalah pribadiku. Untuk apa kau ikut campur, hah..” Cerocosnya.
“Terserah kau sajalah. “ Senior itu menghilang seperti biasanya.
“Selalu saja seperti itu.” Ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya.
“Apa katamu...” Tiba-tiba saja Senior itu muncul lagi dan mengagetkan Juniornya.
“Ah, ani. Gwaechana.” Dia mulai tampak sedikit panik.
“Kau tahu, awalnya aku ingin membantumu.. tapi....” Senior itu menghentikan kalimatnya.
“Tapi apa, Senior...” Juniornya mulai penasaran.
“KAU SUDAH MERUSAK MOOD-KU. KAU TAHU ITU.” Teriak sang Senior tepat di depan wajahnya.
“Sepertinya aku yang harus pergi. Sillyehamnida.” Namja itu membungkukkan tubuhnya.
“Rupanya, kau ingin mengikuti kebiasaanku. Dasar pabo...” Senior itu tersenyum tipis.
.
.
------
“Aku yakin, kau bisa tegar, chagia...” Namja itu terus saja memperhatikan sosok pujaan hatinya.

Terduduk di bingkai jendela, seperti biasanya. Menatapi langit yang gelap, dengan sebuah harapan. Harapan akan bertemu dengan kekasihnya, suatu hari nanti.

Ia pun melangkah pergi meninggalkan sang pujaan hati yang masih sibuk dengan dunianya sendiri.

Bruugh...

Namja itu menghentikan langkahnya. Berpikir sejenak tentang dugaan-dugaan akan suara yang di dengarnya barusan. Memorinya berputar dengan cepat. Berbalik. Mendapati pujaan hatinya tak terduduk lagi di jendela itu, ia pun berlari.

“SONG EUN SOO....”
------


*Semua terjadi begitu cepat, akankah ia tertolong...?*
~*TO BE CONTINUE*~

Don't be silent readers ^___^
needed your critics and coment ...
so, don't forget to leave it...

1 comments:

Hdr mengatakan...

Keren thor
mian baru baca ff nya

Posting Komentar