Boyfriend Fanfiction | Just Wanna Love You
Main
Cast : Kim Rye Na, Jo Youngmin, Jo Kwangmin
Support
Cast : Lee
Seul Bi and other
Genre : Romance, Sad (Little?)
Lenght : Twoshot
--Kim Rye Na
pov--
Kriiiiiing…… kriiiiiiing….. kriiiiiiing….
“Kya~ aku
terlambaaaaatttt …..”, aku pun beteriak setelah melihat alarm kodok hijauku.
Aku bergegas menuju kamar mandi. Mencari seragamku dan ah~ sial aku tak
menemukannya.
“Eommaaaa…
seragamku dimanaaaaa…????”, aku berteriak sambil terus mencarinya.
Dug.. dug.. dug…
Tedengar langkah
eomma yang berjalan dengan cepatnya menuju kamarku.
“Kau…”, eomma
menghentikan kalimatnya.
“Iisshh… kau itu
siswi pendisiplin di sekolahmu. Kenapa sangat bertolak balakang sekali dengan
sifatmu yang sebenarnya..?? Apa mereka tak salah memilihmu Rye Na…??”, tanya
eomma yang ikutan sibuk mencari seragamku, anak semata wayangnya.
Kini kamarku
sudah seperti kapal pecah. Semua barang berserakan dimana-mana. Aku memang
seorang yeoja tapi sifatku seperti seorang namja. Mungkin ini semua berawal
sejak eomma tengah mengandung diriku.
“Eommaaa… aku
berangkaaaaattt…”, aku berteriak dan segera berhamburan keluar rumah sambil
membenarkan dasi yang kukenakan. Sepeda putih kesayanganku telah siap
mengantarku ke sekolah.
“Rye Na….”, eomma
memanggilku. “Sarapan dulu..”, lanjutnya.
“Sudah siang
eomma.”, aku siap mengayuh sepeda putihku.
“Bawalah kotak
bekal ini.”, ucap eomma ngos-ngosan menghampiriku.
“Gomawo eomma.”,
aku mengecup pipi eomma lalu dengan cepat mengayuh sepedaku, aku tak mau terlambat. Aku itu kan seorang pendisiplin.
Masa aku sendiri tidak disiplin. Bisa-bisa mereka akan menertawakanku.
--Kim Rye Na pov
end--
o o O o
o
“Aku baru tahu
kalau seorang pendisiplin diperbolehkan datang terlambat.”, ujar seorang namja.
Rye Na menoleh,
ia mendapati sosok namja yang sangat ia benci dan bahkan paling dia benci di
dunia. Dia adalah Jo Kwangmin. Dengan semangatnya Kwangmin berbicara. “Hey,
lihatlah. Sang
pendisiplin terlambat. Ahahaha… lucu bukan..?? Dia akan menuliskan note untuk
dirinya sendiri. “, Kwangmin terkekeh.
“Kau…”, ucapan
Rae Na terhenti. Seketika semua siswa mengerubunginya.
“A yo Rye Na,
cepat keluarkan catatan kecilmu itu.”, ucap seorang namja dan seorang yeoja
bersamaan. Mereka terkekeh. Mendapati seorang pendisiplin menghukum dirinya
sendiri. Dengan terpaksa Rye Na mencatatkan nama serta kesalahan yang dilakukan
beserta besar poin kesalahannya.
“Kya~ ini
kejadian langka.”, ucap seorang sunbae namja tersenyum evil sambil memotretnya.
“Dapat. Akan kutempelkan di mading sekolah.”, ucapnya bersemangat lalu berlalu
dari kerumunan.
“Ada apa
ini..??”, teriak seorang namja. Semua menoleh ke arah suara itu.
“Hyung…”, ucap
Kwangmin. Ya~ namja itu adalah Jo Youngmin, hyung 6 menitnya.
“Bubar…”, gertak
Youngmin. Semuanya pergi, kerumunan itu meghilang.
“Apa yang kau
lakukan disini Kwang..??”, ucap Youngmin ketus.
“Hyung, kenapa
ketus padaku. Kau sendiri..??”, ucapnya terhenti. “Kau sendiri, apa yang kau
lakukan disini.??”, lanjut Kwangmin.
“A..a.. iisshh..
banyak omong. Sudah pergi sana. Kau tak perlu memperlakukan dia seperti itu.
Memang dia sudah membuat kesalahan apa padamu pagi ini..??”, tanya Youngmin bak seorang detektif.
“Ani, aku hanya
ingin memberi pelajaran saja padanya. Dia itu sangat menyebalkan, yeoja yang
paling menyebalkan yang pernah kutemui.”, ungkap Kwangmin sambil ngeloyor.
“Iisshh… anak
itu…”, gerutu Youngmin.
Rye Na terdiam, sedari tadi
menatapi kedua Jo twin itu bertengkar. Walau kembar tapi sifat mereka sangat
jauh berbeda, bagai langit dengan bumi. Yang satu memiliki sifat yang hangat,
lembut dan ramah sedangkan yang satunya lagi sangat dingin, cuek dan petakilan
terkadang bisa sangat kejam. Benar-benar seperti langit dengan bumi.
“Rye Na,
gwaechana..??”, pertanyaan lembut itu membuyarkan lamunannya.
“A.. a..”, Rye Na gugup lalu
menggeleng perlahan. Youngmin bingung melihat tingkahnya. “Gwaechana sunbae..
Ne, gwaechana.”, ucapnya menyakinkan.
“A.. kajja… Nanti
bisa terlambat masuk kelas.”, ajak Youngmin sambil menarik lembut tangannya.
Mwo..?? Dia menggenggam tanganku..?? Kya~
mimpi apa aku semalam… gumam Rye Na. Diam-diam Youngmin memperhatikan tingkahnya.
Mwo..?? Ada apa dengannya..?? Kenapa
senyum-senyum seperti itu..?? gumam Youngmin.
o o O o
o
“Gomawo sudah
repot-repot mengantarku sampai di depan kelas.”, Rye Ne membungkukkan sedikit
tubuhnya. Rambut hitamnya tergerai dengan indahnya dan hampir menutupi sebagian
wajahnya.
“Ne, cheonma.
Jangan sungkan seperti itu.”, ucap Youngmin sambil menggerakkan kedua
pergelangan tangannya. “Anggap saja ini sebagai perwakilan permintaan maaf dari
saengku.”, kini ia tersenyum dengan manisnya.
“Yang salah itu
kan dongsaeng pabomu i….”, Ryer Na baru sadar tidak seharusnya ia berkata
seperti itu.
“Uups,
mianhae sunbae, habis aku kesal pada dongsaengmu.”, Rye Na menundukkan kembali
wajahnya sebagai permintaan maaf.
Terdengar kekehan
seorang namja. “Kau tak perlu sungkan seperti itu, aku bisa memahami
kekesalanmu. Aku malah senang jika kau berkata jujur padaku. Terlalu banyak
yeoja yang berpura-pura menilai
dongsaengku adalah namja yang baik. Aku sangat benci itu.”, keluh Youngmin pada
Rye Na.
Wajah Youngmin nampak begitu polosnya saat
mengatakan itu. Tak terasa sebuah senyuman sudah berkembang dengan dahsyatnya di wajah
Rye Na.
“Ah, mian. Aku
malah jadi curhat
padamu.”, Youngmin menggaruk-garuk kepalanya. “Kurasa sebentar lagi songsaenim
akan masuk ke dalam kelas. Kajja, masuklah. Kalau tidak kau bisa dihukum nanti.
Kau tak mau merusak reputasimu sebagai pendisiplin bukan..??”, ucap Youngmin sambil tersenyum.
Senyum itu lagi… Aaa… senyum itu selalu
membuatku merasa melayang. Dunia ini serasa hanya ada aku dan dia…. gumam Rye Na.
o o O o
o
“Bagaimana hari
ini..?? Berapa note yang kau dapat..??”, kedatangan Lee Seul Bi membuat lamunan Rye Na buyar.
“Kau mengagetkanku
saja.”, ucap Rye Na datar.
“Hey, ada apa
denganmu. Tidak biasanya wajahmu semurung ini.”, Lee Seul Bi heran. “Membawa
bekal..??”, tanyanya sambil melirik sebuah kotak makan berwarna hijau.
“Ne, eomma yang
menyuruhku membawanya. Aku belum sarapan pagi tadi.”, ucap Rye Na lemas.
Lee Seul Bi
mengambil kotak makan itu dan membukanya, “Kenapa tidak dimakan..?? Kelihatannya enak.”.
“Sepertinya tidak
akan habis, mau membantuku..??”, kini wajah Rye Na mendadak ceria lagi.
“Hey, kau sangat
menakutkan hari ini. Tadi saat baru datang wajahmu sangat ceria, tadi murung
dan sekarang ceria lagi. Kya~ apa kau baik-baik saja..??”, Lee Seul Bi
memastikan keadaan sahabatnya dengan menempelkan punggung lengannya ke kening
Rye Na.
“Kau kira aku
demam..”, gerutu Rye Na. “Ya sudah, temani aku makan.”, lanjutnya.
“Hhm… mashita.
Rye Na, sering-sering bawa kotak bekal makan ya… Biar aku bisa mencicipinya.
Masakan eommamu sangat enak.”, Lee Seul Bi tersenyum senang.
“Hhm, wanginya harum.
Wangi apa ini..??”,suara namja itu mengagetkan mereka berdua yang tengah
berbincang.
“S..su..sun..sunbae…”,
ucap mereka terbata.
“Wae..?? Kenapa
gugup..?? Apa kedatanganku mengganggu kalian eum..??”, ucap Youngmin sambil
tersenyum.
“Uw.. hmm, a..
ani.. ani.. Sama sekali tidak mengganggu. Iya kan.. hehehehe”, jawab Rye Na.
“Ne, tidak
mengganggu sunbae. Hanya terkejut. Iya, hanya terkejut.”, sambung Lee Seul Bi
sambil menyikut lengan Rye Na.
“Jika sedang
sendiri seperti ini jangan panggil aku dengan sebutan sunbae, panggil saja oppa.
Arasso..??”, ucap Youngmin ramah.
“Arasso…”, jawab
mereka bersamaan.
o o O o
o
--Youngmin pov--
“Mana titipan
dari eomma..??”, pintaku pada Rye Na.
“Dia tidak
menitipkan apa-apa padaku hari ini.”, kulihat ekspresinya sangat datar sekali.
“Tidak mungkin,
eomma kan sudah janji padaku.”, gerutuku. “Aku sudah lapar, Rye Na berikan
paper bag itu. Itu pasti dari eomma kan..?? Sini..”, aku pun merebut paper bag
yang dibawanya daritadi.
“Mwo..??
Handuk..??”, aku mengangkat handuk itu dan taaarraaaaaaaaaaa…. Aku menemukan
kotak bekal untukku. “Ini apa, mencoba menipuku eum..??”, aku memencet
hidungnya gemas.
“Iisshh…”, dia
memegangi hidungnya dan terkekeh. “Aku iri padamu oppa. Eomma selalu
membuatkanmu kue. Aku saja, jarang sekali dibuatkan. Eomma tidak adil…”,
keluhku.
“Bukankah aku
selalu membaginya dengan dirimu.”, aku pun menyantap bekal titipan eomma. “Hhm…
mashita.”, aku jadi semangat makan kalau masakannya seenak ini.
“Tapi kue itu kan
ditujukan untukmu, bukan untukku. Iisshh, menyebalkan.”, gerutunya.
Aku mengacak-acak
rambutnya. “Apa tidak mau berbagi sedikit kebahagian bersama eomma denganku
eum..??”, aku senang melihatnya cemberut seperti itu.
“Bukan begitu
maksudku oppa…”, raut wajahnya berubah lagi, seperti sedang mengalah. Aku
terkekeh melihatnya.
Flashback…
Krucuuk.. krucuuk..
“Mwo.. suara apa
itu..??”, Rye Na nampak kebingungan.
“Suara perutku.”,
jawabku lemah karena merasa malu.
“Oppa…
makanlah…”,Rye Na langsung menyuapiku tanpa bertanya dulu padaku. Ia tersenyum
saat aku mulai mengunyah.
“Mashita..??”,
tanyanya polos. Tentu saja aku tertawa saat melihat wajahnya yang polos itu. Dia benar-benar terlihat lugu.
“Kekekeke…
mashita…”, aku terkekeh, untung saja tidak tersedak.
Flashback end…
Entah ini untuk
yang keberapa kalinya aku dibawakan bekal olehnya. Aku senang menerimanya
karena rasanya sangat lezat. Eh, ngomong-ngomong kalian tahu tidak kenapa aku
memanggil eommanya Rye Na dengan sebutan eomma…???
Jadi begini awal
ceritanya, saat itu hari hujan. Aku melihatnya masih berada di sekolah. Aku
bertanya padanya kenapa belum pulang. Lalu ia menjawab aku tidak membawa payung. Ya~ sudah, aku malah menemaninya hingga
hujan reda. Tak kusangka hujannya reda saat hari hampir gelap. Aku memutuskan untuk
mengantarnya pulang. Semenjak hari itu, aku lumayan sering mengantarnya pulang.
Saking seringnya, eomma Rye Na selalu saja menyuruhku untuk masuk ke dalam
rumah dan menyuruhku memanggilnya
dengan sebutan eomma. Kurasa eomma Rye Na tertarik padaku. Kekekeke…..
“Rye Na…”,
panggilku lembut.
“Ne, wae
oppa..??”, tanyanya karena ucapanku menggantung.
“Apa kau menyukai
dongsaengku..??”.
--Youngmin pov
end--
--Rye Na pov--
Seperti biasanya,
saat bel berdering aku
langsung menuju taman belakang sekolah. Sekolah kami memiliki cukup banyak
taman, bisa di bilang sekolah kami berada tepat ditengah-tengah taman.
Sesampainya
disana kulihat taman sangat sepi. Taman belakang memang selalu seperti ini,
hanya ada segilintir orang. Suasana ini sangat cocok untuk belajar. Suasana yang
sepi, nyaman, sejuk dan tentunya tidak banyak orang seperti di taman depan.
Kulangkahkan
kakiku perlahan di rerumputan nan hijau. Saat ini sedang musim semi, aku
menyukai wangi musim semi. Rerumputan hijau tumbuh dengan suburnya bak karpet
hijau membentang. Bunga-bunga liar nan indah tersembul diantara hamparan hijau
yang luas. Burung bernyanyi dengan indahnya. Kupu-kupu menari dengan gemulainya
di langit yang biru. Aa… aku benar-benar sangat menyukainya. Hingga terdengar
suara seorang namja mengganggu lamunan musim semiku. Ya~ Youngmin oppa, dia
selalu mengagetkanku.
Hari
ini, aku membuatkan bekal khusus untuknya, tapi aku tak mau mengakui kalau
bekal itu adalah buatanku. Kalian tahu tidak kenapa aku bisa sedekat ini pada Youngmin oppa..??
Ini semua berawal dari sebuah kotak bekal. Karena kotak bekal ini aku bisa dekat dengannya.
Temen-teman satu angkatanku sangat iri padaku karena bisa sangat dekat dengan sunbae
paling populer di sekolah.
Cukup banyak yang
bisa kami bicarakan setiap harinya, entah seputar sekolah, keluarga ataupun
teman. Sampai akhirnya, bagai tersambar petir di siang hari , dia menanyakan
hal itu padaku.
“Rye Na…”,
panggilnya lembut.
“Ne, wae
oppa..??”, ucapannya menggantung, raut wajahnya aneh, membuatku curiga.
“Apa kau menyukai
dongsaengku..??”, ia menatapi langit, entah kenapa. Sepertinya ada sesuatu yang
disembunyikannya dariku.
Pertanyaannya
membuyarkan lamunan sesaatku tentang dongsaeng 6 menitnya. Jujur, saat
bersamanya terkadang aku sering melamunkan saengnya walau hanya sesaat.
“Kenapa tiba-tiba
oppa bertanya seperti itu padaku..??”, ucapku sok polos. Apa jangan-jangan…. Aah, anio. Dia tidak mungkin, gumamku.
“Aku juga tidak tahu kenapa.
Hanya saja perasaanku bertanya seperti itu.”, ia masih saja menatap langit nan
biru cerah. “Kalian pasangan yang serasi. Kenapa tidak berpacaran saja..??”, tiba-tiba
pandangannya beralih padaku.
--Rye Na pov
end--
o o O o
o
Seminggu
sudah pertanyaan itu merisaukan hati Rye Na. Ia sendiri juga bingung kenapa
malah terus menerus memikirkan pertanyaan itu. Melangkah sambil melamun. Ya,
itu sudah menjadi kebiasaan Rye Na.
Flashback...
“Bagaimana
kondisi saengmu oppa..??, tanya Rye Na khawatir.
“Syukurlah,
kemarin dia sudah siuman. Dia akan baik-baik saja, tenanglah.”, Youngmin
membelai lembut rambut Rye Na yang terurai.
“Mianhae....”,
Rye Na tertunduk sedih. “Ini semua karena salahku....”, lanjutnya.
“Hey,
ini bukan salahmu...”.
“Tentu
saja ini salahku. Ini semua karena kecerobohanku.”, Rye Na menyalahkan dirinya.
“Sudahlah,
mungkin ini karena kebetulan saja. Kau tak perlu menyalahkan dirimu seperti
itu.”, Youngmin memeluk Rye Na. Yeoja itu menangis dalam pelukannya.
o o O o
o
“Annyeong..”, sapa Rye Na saat memasuki ruang
rawat Kwangmin.
“Rupanya
kau yang datang.”, wajah Kwangmin tersembul di antara gorden.
“Hey,
kenapa sudah berkeliaran..??, Rye Na menghampirinya.
“Aku
bosan berada di sana.”, ucap Kwangmin sambil menunjuk ranjang.
“Kau
memang harus banyak istirahat supaya lekas sembuh.”.
“Kenapa
rajin sekali mengunjungiku..??”.
“Hhm..
itu...”, Rye Na kebingungan. Kwangmin menatapnya, membuat Rye Na menjadi gugup.
“Itu.. itu karena....”, ucapannya menggantung lagi. “Anggap saja sebagai
permintaan maafku.”, ujarnya cepat.
“Maaf..??!
Untuk apa..??”.
“Kalau
bukan karena kecerobohanku, kau tidak mungkin berada disini sekarang.”. Rye Na
tertunduk lemas. Sejak peristiwa kecelakaan itu Rye Na selalu saja menyalahkan
dirinya.
“Tidak
ada yang perlu dimaafkan.”, tiba-tiba Kwangmin memeluknya. “Tidak ada yang salah,
baik kau ataupun aku. Ini hanya sebuah musibah.”, Kwangmin melepaskan
pelukannya.
“Tapi
kalau bukan karena kece....”, ucapan Rye Na terputus karena Kwangmin langsung
menyambar bibir tipisnya dengan sebuah kecupan. Rye Na terdiam setelah Kwangmin
menciumnya.
Kwangmin
terkekeh. “Sudah kubilang tak perlu menyalahkan diri.”, Kwangmin melengos pergi
menuju ranjang.
“Sampai
kapan kau akan berdiri disitu..??”, pertanyaan itu membuyarkan lamunan Rye Na.
“Kau bawa apa hari ini..??”, Rye Na berbalik dan perlahan menghampiri Kwangmin
yang sudah bersila di atas ranjang.
“Ini...”,
ucap Rye Na yang tak mau menatap mata Kwangmin.
“Akhirnya
kau membuatkan makanan untukku. Jika tidak seperti ini, kau tak akan pernah
membuatkannya untukku.”, Kwangmin langsung menyantap makanan yang dibawa Rye
Na.
Flashback end...
Buugh.... “Aw....”, suara itu membuyarkan lamunan Rye Na.
“Hey,
kalau jalan hati-hati....”, gerutu seorang namja yang ternyata adalah Kwangmin.
“Aah..
kau...”, ucap Rye Na sambil menunjuknya. “Mianhae....”, Rye Na lebih memilih
tidak memperpanjang urusannya.
“Kau
kemanakan matamu itu..?? Untung menabrakku, bagaimana kalau tertabrak
kendaraan..??”, ucapnya ketus.
“Masuk
rumah sakit...”, jawab Rye Na polos. “Memangnya kenapa..??”, lanjutnya sambil
bertolak pinggang. “Apa bermasalah denganmu..??”, ucapnya tak kalah ketus.
“Tentu
saja bermasalah denganku...”, jawab Kwangmin. “Karena pasti aku yang akan masuk
kesana.”, lanjutnya dengan nada suara
meninggi.
“Aku
yang tertabrak, kenapa kau yang masuk rumah sakit..?? Itu sangat tidak masuk
akal.”.
Kwangmin
mendekatkan wajahnya. “Karena aku yang akan menyelamatkanmu.”.
Wajah
itu sangat dekat. Bola mata Rye Na kini membesar. Wajah seorang namja begitu
dekat dari pandangannya. Waktu seakan terhenti. Jantungnya berdeguk kencang.
Kwangmin
menggenggam lengannya. “Kau tidak bisa lari lagi...??”.
“Mwo...??”,
Rye Na membulatkan matanya.
“Jika
tidak naik, aku akan mengulangi kejadian saat di rumah sakit.”, ancam Kwangmin
yang sudah mengambil alih kemudi sepeda Rye Na. Dengan terpaksa Rye Na
membonceng di belakang.
Kwangmin
dengan sengaja ugal-ugalan saat membawa sepeda Rye Na. Dia tahu kalau itu
sangat berbahaya tapi kali ini dia merasa harus melakukannya.
“Hey,
kau ingin membunuhku..??”, teriak Rye Na.
“Untuk
apa aku membunuhmu, tak ada untungnya bagiku.”, cibir Kwangmin.
“Kenapa
seperti ini caramu membawa sepedaku..?? Awas saja kalau sepedaku rusak...”,
oceh Rye Na.
Tiba-tiba
Kwangmin ngerem mendadak. Membuat kepala Rye Na menabrak punggungnya dan kedua
tangan Rye Na memeluk pinggangnya.
“Kau
itu keterlaluan. Kenapa tidak bilang kalau mau berhenti...!!!!”, gerutu Rye Na.
“Sudah
sampai. Cepat turun.”, ucap Kwangmin tak memperdulikan gerutuan Rye Na. Rye Na
terdiam. Kwangmin menarik lengannya.
“Kau...
kenapa membawaku kesini. Apa yang mau kau lakukan...??”, ucap Rye Na sambil
menyilangkan kedua tangannya di depan tubuhnya sendiri.
“Hey,
kau fikir aku namja yadong. Dasar pabo.”, Kwangmin melengos pergi. Terhenti
tepat di pinggir Sungai Han.
Dengan
perlahan Rye Na menghampirinya. Kwangmin menarik tangan Rye Na saat Rye Na
hampir dekat dengannya.
“Berdirilah
disini. Temani aku hingga sore nanti.”, kini mata itu sudah beralih dari
pandangan Rye Na.
Mata
besar itu tak pernah jenuh memandangi Sungai Han, diam-diam Rye Na selalu
mencuri-curi pandang ke arahnya. Sempat ke pergok beberapa kali oleh Kwangmin,
tapi Rye Na tak pernah jera untuk memandanginya diam-diam.
Tiba-tiba
saja Kwangmin menyambar ponsel yang tengah digenggam Rye Na. “Kemarikan
ponselmu...”. Cekreeek.... Kwangmin
mengambil foto dirinya. Hanya beberapa detik ia memainkan jarinya pada layar
ponsel. “Ini... kau bisa dengan puas memandangi wajahku tanpa perlu takut
kepergok olehku.”, Kwangmin mengembalikan ponsel Rye Na.
o o O o
o
--Rye
Na pov--
Tak
kusangka ia bisa semanis itu padaku... Aku kembali melayangkan lamunanku saat
di Sungai Han tadi. Walau lebih sering diam, tapi aku suka. Berdiri diam cukup
lama disampingnya. Memandangi aliran sungai, mendengar suara kicauan burung,
merasakan hangatnya sisa-sisa panas matahari di sore hari dan diam-diam
memandanginya. Benar-benar menikmati suasana indah itu.
Aku
kembali memandangi ponselku. Dia memang terlihat sangat manis.
“Rye Na...”,
suara itu membuyarkan lamunanku.
“Kau...”,
aku terpekik mendapati wajah yang sedari tadi aku pandangi kini dengan nyata
ada di balkon kamarku. “Ya, apa yang kau lakukan di balkonku...???”, tanyaku
berbisik. Ia tak menjawab pertanyaanku.
Ia
memandangiku sebentar lalu memelukku. “Ya, ada apa denganmu..??”, aku berusaha
senetral mungkin agar dia tak mengetahui betapa gembiranya hatiku karena bisa
melihatnya lagi.
Dia
melepaskan pelukannya dan mencium bibirku lembut. Kaget, bingung tapi gembira
saat ia menciumku. Walau aku tak tahu apa alasannya tapi aku sangat
menyukainya. “Saranghaeyo...”, ucapnya sambil tersenyum manis padaku.
Aku
hanya terdiam. Tak berbicara dan tak bergerak, hanya berkedip tak percaya kalau
kata itu terucap dari bibirnya. Aku benar-benar terkejut.
“Apa
kau tak menyukaiku..??”, tanyanya lembut sambil mengernyitkan keningnya.
“Mwo..??”,
aku merasa sangat bodoh sekali saat ini. Dia manatapku aneh, sepertinya aku
sudah merusak suasana romantis ini.
“Rye
Na....”, aku mendengar eommaku berteriak memanggilku.
“Ne,
wae eomma....”, aku balas berteriak.
“Ada
telpon untukmu dari Youngmin. Katanya penting. Cepatlah turun...”.
Mata
kami saling bertemu. Ada apa ini
sebenarnya... Kwangmin oppa, tiba-tiba saja ada di balkon kamarku... Youngmin
oppa menelponku saat aku sedang bersama namdongsaengnya....
“Sebaiknya
kau cepat turun. Aku akan menunggumu disini.”, kulihat ia memaksakan senyumnya
padaku.
Aku
melengos pergi meninggalkannya. Tapi kurasa ini bukan hal yang baik. Aku
kembali menemuinya lalu menariknya masuk ke dalam kamarku.
“Kurasa
kau lebih baik menungguku disini. Sebentar lagi akan turun hujan.”, setelah
menyuruhnya duduk, aku langsung pergi meninggalkannya.
“Wae
oppa...???”, kataku pada Youngmin oppa.
“Apa
mengganggu..??”.
“Ani.
Waeyo..??”.
“Aku
ingin bertemu denganmu sekarang, apa bisa keluar rumah sekarang..?? Ada sesuatu
yang ingin kubicarakan langsung denganmu. Aku tak bisa mengatakannya lewat
telpon.”.
“Hmm...
baiklah. Nanti aku akan menghubungimu lagi, bagaimana..??”.
“Baiklah,
aku akan menunggu kabar darimu.”.
Aku
kembali melangkah ke kamarku. Aneh...
tidak biasa-biasanya Youngmin oppa mengajakku bertemu malam-malam begini...
Saat memasuki kamar, aku tak menemukannya. Kemana
perginya dia..?? Kulihat pintu balkonku terbuka, kurasa dia ada diluar
sana. Sesampainya disana benar saja dugaanku, Kwangmin memang berada disana.
“Bukankah
sudah kubilang untuk menunggu didalam, kenapa kembali lagi kesini..??”, tanyaku
setengah berbisik.
“Owh,
kau sudah datang rupanya. Aku hanya ingin memandangi langit saja. Apa hyungku
mengajakmu untuk bertemu..??”.
Aneh,
kenapa dia bisa tahu kalau hyungnya mengajakku untuk bertemu. “Dari mana kau
tahu..??”, tanyaku penasaran.
“Ternyata
benar dugaanku.”. Perlahan ia berjalan mendekatiku yang tengah bersandar pada
pagar balkon kamar lalu memelukku dari belakang. “Kurasa tak ada yang perlu
kusembunyikan lagi darimu.”.
“Ma..
mak.. maksudmu..??”, tanyaku terbata.
“Aku
menyukaimu, begitu pula dengan hyungku. Sekarang kau tinggal memilih di antara
kami. Siapa dari kami yang lebih kau sukai..??”, pertanyaan ini terasa sangat
menusuk jantungku. Aku kesulitan bernafas, dadaku terasa sesak.
“Hyung
memang belum mengatakannya padamu tapi aku tahu bagaimana perasaannya padamu
sekalipun dia sudah tahu bagaimana perasaanku padamu. Semua keputusannya ada
padamu.”, Kwangmin oppa melepaskan pelukannya, memutar tubuhku hingga kami
saling berhadapan.
“Ini
ponselmu, maaf aku sudah lancang. Tadi aku mengirim pesan pada hyung kalau kau
mau menemuinya di taman. Sekarang cepatlah kesana. Jangan membuatnya terlalu
lama menunggu.”, ia tersenyum sangat manis padaku dan mengecup keningku lalu
pergi begitu saja dari pandanganku.
--Rye
Na pov end--
o o O o
o
--Kwangmin
pov--
Dari
kejauhan kulihat hyung sudah bersama Rye Na. Mereka memang tampak serasi jika
berjalan berdampingan, tidak seperti jika aku berjalan berdampingan dengan Rye
Na. Aku merasa ini sangat tidak adil. Kenapa harus hyungku yang lebih dekat
dengannya..?? Wajahnya sangat ceria, dia juga lebih sering tersenyum dan tertawa
jika bersama hyungku. Kenapa dia tidak pernah mengeluarkan ekspresi seperti itu
jika sedang bersamaku..?? Apa aku terlalu dingin..??
Samar-samar
kudengar canda tawa mereka, aku iri dengan suasana itu. Kulihat hyung memegangi
tangannya erat seolah tak mau jauh darinya. Rye Na hanya tersenyum simpul
karena malu. Aku berusaha berada sedekat mungkin agar bisa menguping percakapan
mereka.
Bodohnya
diriku, melihat mereka tertawa bersama saja aku sudah sangat cemburu, apalagi
sekarang aku melihat mereka bergadengan tangan. Hatiku terasa sangat panas,
rasanya tak rela kalau Rye Na menjadi milik hyungku.
“Rye
Na...”, panggil hyungku lembut. Rye Na memalingkan pandangannya ke hyungku,
mereka saling bertatap mata. Aku makin penasaran dengan ucapan hyungku selanjutnya.
“Pasti
Kwang sudah mengatakannya padamu, benarkan tebakkanku..??”, tanya hyung sambil
tesenyum.
“Maksudmu..??”.
“Pasti
dia sudah menyatakan perasaannya padamu.”, kulihat hyung menghela nafasnya.
“Lalu... bagaimana tanggapanmu..??”.
“Hari ini
dia sangat baik padaku, entah ada angin apa hingga bisa membuatnya semanis itu
padaku.”, Rye Na menatapi langit malam ini. “Dia memang sudah mengatakannya.”,
kulihat ia tersenyum, ya... senyum itu.... karena senyum itu mampu menggoyahkan
hatiku.
“Lalu....”.
“Tapi
aku belum berkomentar sedikitpun, karena dia sudah menyuruhku untuk menemuimu
disini. Apa kau tahu oppa... kalau pesan....”.
“Pesan
itu dikirim oleh Kwang kan..??”, hyung melanjutkan kalimatnya. Rupanya dia sudah tahu.... Rye Na hanya
menganggukkan kepalanya.
“Dia
juga bilang padaku kalau.....”, kudengar uacapan Rye Na menggantung. Akkh...
aku jadi semakin ingin mendengar lebih banyak tentang perbincangan mereka.
Hyung...
apa hyungku juga akan menyatakan perasaannya pada Rye Na. Pikiranku makin
kacau. Hatiku makin terasa sakit. Makin lama hatiku terasa sakit dan telingaku
semakin tak sanggup untuk mendengarnya. Kuputuskan untuk berlari menjauh dari
mereka. Ya, hanya dengan berlari aku bisa memuntahkan semuanya. Semua yang
kudengar, semua yang kurasa dan semuanya yang kulihat.
Tak kusangka ternyata namja itu adalah hyungku
sendiri. Apa yang harus kulakukan untuk hari ini, esok dan seterusnya. Apa
harus diam dan pura-pura tidak tahu..?? Atau aku harus membenci hyungku sendiri
karena juga menyukai yeoja yang sangat aku cintai..???
--Kwangmin
pov end--
Dua bulan kemudian...
“Oppa...
sudah hampir 2 bulan ini aku tak melihat dongsaengmu. Kemana dia..?? Apa
sakit..??”.
“Ani,
dia tidak sakit. Dia baik-baik saja. Bukankah 1 minggu yang lalu kau bertemu
dengannya..??”.
“Mwo..?? Seminggu yang
lalu..??”
T B C . . .
0 comments:
Posting Komentar