Main Cast :
Song Eun Soo
No Minwoo
Jo Kwangmin
Jo Youngmin
Support Cast :
Kim Hyoyeon
Other (s)
Genre :
Romance
Rate : T
Length :
Chaptered
Warning : Typo(s). Italic + Bold =
Flasback.
Chapter
1 : You
Saat
mereka bersatu, tidak ada satu pun yang tahu apa yang akan terjadi
selanjutnya...
“Ya, bagaimana ini...” Namja itu terus
saja memutar balikan tubuhnya di atas ranjang berukuran king size.
Waktu sudah menununjukkan tepat pukul 3
dini hari, dan namja itu masih tetap terjaga. Entah apa yang ada di benaknya,
yang jelas pikiran itu sukses membuatnya terjaga hingga matahari keluar dari
persembunyiannya.
.
.
“Ya, ada apa denganmu...?” Seorang yeoja
menatapnya aneh.
Yeoja itu menangkap sesuatu yang tidak baik
dari namja di hadapannya. Tapi entahlah, dia sendiri pun tak mengerti.
“Gwaechanayo.”
Dengan sedikit acuhnya, namja itu pergi
begitu saja dari hadapan yeoja yang sebenarnya tengah memperhatikan keadaannya
hari ini.
Saat jam pelajaran pertama dimulai, pelajaran
kesenian, siswa tingkat 1, 2 dan 3 berkujmpul di satu ruang kelas yang sangat
besar. Yeoja itu sama sekali tak menangkap sosok namja yang ia tegur tadi pagi.
Tubuhnya memang berada di ruang kelas, tapi pikirannya melayang entah kemana.
Hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan
para siswa-siswi Young Dong High School, satu hari dimana para murid
dikumpulkan menjadi satu di satu ruang besar, hanya sekedar untuk berbagi di
anatara mereka.
Bel istirahat berbunyi, yeoja itu berlari
berhamburan keluar kelas dan mencari sosok namja yang sedari tadi memenuhi
tiap-tiap rongga otaknya. Ia berlari kesana kemari hanya untuk memeastikan
kalau namja itu baik-baik saja.
Yeoja itu pun tertegun saat mendapati sosok
namja yang mengenakan jaket berwarna abu-abu tengah merebahkan kepalanya di
sebuah meja di sudut ruang perpustakaan. Di sudut itu memang sering dijadikan
tempat untuk memejamkan mata sejenak oleh para penghuni sekolah karena
tempatnya yang jarang terlihat lalu lalang anak adam.
“Hey, bangun...” Yeoja itu menyentuhnya
dengan satu jari berkali-kali, berharap namja itu akan terbangun.
Sayangnya, namja itu hanya bergerak untuk
membenarkan posisi tidurnya.
“Minwoo-ya...” Yeoja itu terus berusaha
membangunkannya dengan sentuhan satu jarinya itu. Tetap saja usaha itu sia-sia.
Mengetahui usahanya itu hanya buang-buang
waktu, yeoja itu menuliskan sebuah note dan menyelipkannya di bawah lipatan
tangan Minwoo dan pergi tanpa sepatah kata lagi darinya.
Saat jam pelajaran dimulai lagi, kini sosok
yeoja itu yang tak terlihat oleh mata indah milik Minwoo, saat pelajaran Bahasa
Inggris.
.
.
“Ya, kemana saja kau...?” Minwoo
menunjukkan wajah kesalnya pada yeoja itu.
“Tidak kemana-kemana. Wae...?” Yeoja itu
menghentikan langkahnya dan berbalik menatapi Minwoo, tajam.
“Ada waktu akhir pekan nanti. Aku...”
Minwoo menghentikan ucapannya mencoba menunggu reaksi dari sang yeoja. Tapi
sia-sia, yeoja itu hanya menatapnya dengan tatapan kosong. Aneh...
“Temui aku di rumah pohon tepat pukul 2
siang. Jangan terlambat, aku tidak suka menunggu.” Kalimat itu terucap begitu
saja lewat bibir yeoja itu tanpa pernah disadari oleh dirinya sendiri.
Melihat Minwoo tak bereaksi, yeoja itu pun
menghilang di antara kerumunan siswa Young Dong High School.
.
.
“Mianhae, tadi ponselku tertinggal dan aku
harus kembali untuk mengambilnya. Lama menungguku, eum...?” Yeoja yang bernama
Song Eun Soo itu mulai mengatur nafasnya yang masih terengah-engah.
“Hanya 5 menit. Gwaechana...” Sahut Minwoo
sambil tersenyum.
“Eoh, syukurlah, “ Ungkapnya sambil
bernafas sedikit lega. “apa yang ingin kau katakan...?” Tanya yeoja yang
memiliki rambut panjang berwarna hitam pekat itu.
“Bagaimana kalau kita bicarakan di atas
saja...” Tawar Minwoo sambil mengacungkan jari telunjuknya yang mengarah ke
rumah pohon di atas kepala mereka.
“Kenapa tidak disini saja...” Tanya Eun Soo
polos.
“Kurasa di atas sana udaranya terasa lebih
sejuk jika dibandingkan dengan disini.”
Minwoo meniti anak tangga yang tebuat dari
batang kayu pohon yang menancap dengan kokohnya di batang pohon yang sangat
besat dan kuat. Yang kemudian disusul Eun Soo, yang sedikit agak kerepotan
dengan blouse terusan biru toscanya.
“Kurasa,
hari ini aku salah kostum...” Gerutu Eun Soo dalam hati.
Tanpa tahu apa yang sudah dipersiapkan
Minwoo di atas sana, Eun Soo masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
“A..apa ini...” Sebuah pertanyaan yang tak
perlu dijawab dan dijelaskan oleh Minwoo, sesampainya Eun Soo di dalam rumah
pohon.
“Ini yang akan aku katakan...”
Hanya dengan sebuah petikan jari,
lilin-lilin itu memancarkan cahaya keindahannya tepat di depan sepasang mata
coklat milik Eun Soo.
“Nae yeojachinguga doe eojullae...?” Minwoo
menyodorkan boneka beruang yang lucu ke arah Eun Soo.
“Mwo...” Mata Eun Soo terbelalak.
Kini, seorang No Minwoo, namja yang
memiliki paras seperti seorang malaikat, namja yang berwajah ‘baby face’ dan
terkadang polosnya melebihi seorang bayi, tengah berdiri dihadapan Eun Soo dan
menanti dengan cemas akan jawaban yang keluar dari bibir mungul Eun Soo.
Sebuah boneka beruang yang lucu dengan
salah satu tangannya memegang sebuah kotak kecil berwarna biru, tengah menanti
untuk melingkar di leher jenjang milik Eun Soo. Ya, sebuah kalung emas putih
yang berbandul cincin dengan jenis serupa tengah menanti dengan damainya
disana.
“Minwoo-ya...” Itulah kata pertama yang
meluncur dari bibir sang yeoja.
Raut wajah Minwoo berubah datar, dia
mengangkat sebelah alisnya dan mengerutkan keningnya. Itu bukan kata pertama
yang ingin di dengarnya setelah kejutan yang dia berikan.
“Minwoo-ya, kita masih duduk di bangku SMA.
Kau sudah di tahun terakhir dan sebentar lagi akan lulus, sedangkan aku... aku
masih di tahun pertama dan perjalananku masih sangat panjang. Dan sekarang, kau
memberikanku sebuah kalung berbandul cincin...? Apa yang sedang kau pikirkan,
hah! Kau mau meminangku di usia dini...? Kau gila, benar-benar gila. Kau mau
memberikanku makan dengan apa...?” Cerocos Eun Soo tanpa jeda.
Celotehan yeoja itu berhasil membuat Minwoo
terkekeh, bahkan akhirnya membuat namja itu terpingkal-pingkal hingga memegangi
perutnya yang mulai terasa sakit karena melihat kelakuan yeoja dihadapannya.
“Ya, apa yang kau tertawakan...” Eun Soo
berkacak pingang, kesal melihat Minwoo seperti itu.
“Kau...kau...” Minwoo masih saja tertawa,
ia benar-benar tak bisa menahannya.
“Iishh...” Eun Soo benar-benar kesal
sekarang, dia berniat untuk sesegera mungkin pergi dari tempat itu.
“Paboyo...” Kata selanjutnya yang keluar
dari mulut Minwoo yang sudah berhasil mengatasi ledakan tawanya. “Neomu
paboyo...” Kalimat yang berhasil menghentikan langkah Eun Soo yang mulai
beranjak pindah dari posisinya semula.
“Memberikan sebuah kalung yang berbandul
cincin, apa sudah berarti namja itu akan melamarmu, hah! Kau tidak dengar
ucapanku diawal. Aku memintamu untuk menjadi yeojachinguku, bukan istriku.
Paboyo. Tak kusangka kau tak mendengarnya. Padahal aku sudah mengungkapkannya
dengan lantang. Dasar yeoja pabo.” Minwoo berusaha menahan kekehannya, agar
yeojanya itu tidak salah mengartikan sikap serta ucapannya barusan.
“Mwo...” Eun Soo berbalik dan mendapati
sosok Minwoo yang tengah tersenyum lebar menatapnya.
“Kau masih belum mengerti, pabo...” Minwoo
mengerutkan keningnya.
“Apa...? Apa yang kau katakan barusan...?
Pabo...?” Eun Soo mencoba mencerna perkataan Minwoo dan menegaskannya sekali
lagi pada namja itu.
“Ne. Kau itu memang pabo.” Minwoo
meletakkan kedua tanganya yang terlipat tepat dihadapan perutnya.
“Apa yang kau katakan... kau. Iishh...”
Eun Soo yang berniat untuk menempeleng
kepala Minwoo, harus gagal karena tangan kekar namja itu lebih dulu meraih
tanganya yang belum seperempat jalan, menghampiri kepala Minwoo. Namja itu
berhasil meraih dan menariknya hingga membuat yeoja itu tepat berada
dipelukannya.
“Kau..apa yang akan kau lakukan...?” Eun
Soo bergidik ngeri. Wajahnyanya mulai menunjukkan raut wajah yang tengah
ketakutan.
“Hanya akan melakukan ini.” Minwoo
mendaratkan bibirnya dan menautkannya dibibir mungil Eun Soo.
1 detik, 2 detik... 1 menit sudah bibir itu
bertengger manis dibibir Eun Soo. Yeoja itu beku dibuatnya. Dia tak pernah tahu
kalau akhirnya akan seperti ini. Ciuman pertamanya, hilang. Dirampas. Oleh
namja pertama yang berhasil meluluhkan hatinya. Sekaligus menjadi tambatan
hatinya.
“Dan sekarang...kau milikku, Eun Soo...”
Minwoo berbisik, menyeringai, membuat bulu kuduk Eun Soo terbangun.
.
.
Hari demi hari dilewati Eun Soo dengan
penuh keceriaan. No Minwoo, seorang namja yang setidaknya sudah mengubah
sedikit alur kehidupan Eun Soo. Dunia Eun Soo penuh warna karenanya. Dan
karenanya pula dunia Eun Soo menjadi gelap, sekarang.
“Eun Soo-ya, sampai kapan kau akan
termenung seperti itu...?” Hyoyeon mulai mengkhawatirkan keadaan Eun Soo.
Kini, Eun Soo tak seceria dulu lagi
semenjak kematian No Minwoo, namja yang paling ia cintai.
“Eun Soo-ya, kenapa kau diam saja. Kau
pasti mendengarkanku , ‘kan...” Hyoyeon kembali bersuara.
Sekilas, Eun Soo menoleh dan kembali ke
rutinitas semula. Menatapi langit dengan tatapan sendu dan kosong.
“Setidaknya kau makanlah, walau hanya
beberapa suap...” Hyoyeon berharap-harap cemas melihat kelakuan sahabatnya
sejak 3 bulan lalu.
~o*0*o~
Hampir seharian ini, setelah mendengar kabar
tentang kematian Minwoo, Eun Soo masih berdiam. Tak bicara. Hanya tetesan air
mata yang terlihat.
“Kau jahat... kau benar-benar jahat, No Minwoo...”
Suara Eun Soo terdengar serak.
Ya, sudah seharian ia menangisi kepergian
Minwoo.
“Kau sudah berjanji padaku, kita akan
menghabiskan liburan musim panas bersama, “ Eun Soo menatapi langit gelap di
luar sana dengan tatapan kosong.
“Dan sekarang, kau pergi... pergi... kau
pergi meninggalkanku.” Eun Soo telihat frustasi.
Wajahnya memucat, rambutnya kusut, wajahnya
terlihat lesu. Tak bergairah. Tidak memiliki semangat untuk hidup.
Mati. Ya, mati. Hanya kata itu yang ada
didalam pikirannya sekarang.
~o*0*o~
6 bulan sudah sejak kepergian Minwoo. Kini
Eun Soo mulai bangkit. Ia sadar, siapapun dan kapanpun, seseorang bisa pergi
dengan tiba-tiba. Tanpa ada yang tahu. Tanpa ada rencana.
Hatinya masih pedih. Ya, kepergian Minwoo
memang sangat mendadak.
Kecelakaan beruntun itu, tepat saat
perjalanannya menuju rumah Eun Soo. Nyawa itu terhempas begitu saja. Luka yang
sangat parah. Hingga tewas di tempat kejadian.
.
.
“Neomu bogoshipeo, Minwoo...” Lagi-lagi Eun
Soo meneteskan butiran-butiran jernih itu.
Mencoba untuk bangkit, ternyata cukup
sulit. Bahkan sangat sulit.
Eun Soo yang sekarang berbeda dengan Eun
Soo yang dulu. Wajahnya tak memancarkan keceriaan. Jarang sekali sebuah
senyuman menghiasi wajahnya.
“Gwaechanayo...?” Tepukan tangan Hyoyeon
membuyarkan lamunan Eun Soo.
“Gwaechana...” Jawab Eun Soo seceria
mungkin.
“Masih memikirkannya, eum...?” Hyoyeon
terduduk disebelahnya.
Eun Soo hanya terdiam mendengar pertanyaan
itu. Memalingkan wajah dan menatapi langit. Sepertinya itu memang sebuah
jawaban yang tepat baginya.
“Kau tidak bisa hidup seperti ini terus.
Kau tidak kasihan dengan Minwoo, yang selalu mengintaimu dari balik awan itu,
hah.” Hyoyeon menunjuk sebuah awan, dan mengilustrasikan keberadaan Minwoo disana.
Eun Soo tak bergeming. Sedikit menoleh dan
mengacuhkannya lagi.
“Minwoo...
apa yang harus kulakukan lagi pada yeojamu ini. Aku bisa jadi gila dibuatnya.
Kau tahu itu, ‘kan.” Hyoyeon menggerutu dalam hatinya.
.
.
“Senior... aku harus menunggu berapa lama
lagi untuk bisa menunjukkan diriku padanya...?” Seorang namja, kini tengah
mengadu seperti anak kecil. Ya, dia memang akan selalu terlihat seperti anak
kecil, karena wajahnya.
Orang yang diajaknya bicara malah
menghilang begitu saja dari hadapannya.
“Ya, kau selalu seperti itu jika kutanyakan
kapan waktunya. Kau sangat tidak adil.” Namja itu protes. Matanya berlarian
kesana kemari mencari sosok lawan bicara.
“Aku bosan mendengarmu menanyakan tentang
hal itu-itu saja.” Lawan bicara itu tiba-tiba muncul dan tengah bertengger di
atas ranting pohon yang cukup kokoh untuk diduduki.
“Tolong beritahu aku, kapan waktunya. Kau
kira aku tak bosan, menanyakan hal ini padamu, hah. Aku juga bosan. Maka dari
itu, kau harus menjelaskannya padaku sekarang juga. Agar aku tak menanyakan hal
sama seperti ini lagi. Dari awal pertemuan kita, kau sama sekali belum
menjelaskan tentang hal ini padaku. Kau hanya menjelaskan, apa yang harus
kulakukan dan apa yang tak boleh kulakukan. Selama ini aku selalu menuruti
perintahmu. Kumohon Senior, jelaskan padaku.” Cerocos namja itu tanpa henti,
sambil terus mengamati Seniornya yang selalu berpindah-pindah tempat dalam
sekejap.
“Sudah tak perlu protes lagi. Jalankan
tugasmu sana. Jemput orang itu. kau tidak bol;eh terlambat sedetikpun. Ara...!”
Senior itu tiba-tiba muncul begitu saja dihadapan namja itu dan sangat
mengejutkannya. Walaupun hal itu sering terjadi, sepertinya namja itu masih
belum terbiasa dengan sesuatu yang ‘tiba-tiba’.
“Kau harus menjelaskannya dulu...” Gerutu
namja itu manja.
“Sudah pergi sana. Aku sudah memberikan
schedule-nya padamu. Aku tak mau semuanya berantakan hanya karena sikap
kekanak-kanakanmu ini.” Senior itu menghilang lagi setelah selesai
memperingatkan namja itu.
“Kau... iissh...” Namja itu menggerutu
kesal.
“Awas kalau berantakan. Aku tidak akan
pernah memberikanmu amnesti. Ara...!” Senior itu muncul lagi hanya untuk
memperingatkannya dan, pufh...
hilang.
“Romeo... tugasmu telah menanti...” Dengan
gaya cool-nya, namja itu mengenakan jaket kulit dan kaca mata hitam.
Mengambil ponsel, mencari jadwal hari ini
dan mengingatnya.
“3 menit lagi menemui tuan Han Shin Jo di
dekat Universitas Seoul. 15 menit lagi menunggu Kim Yu Ra. Dan....” Namja itu memainkan
scroll ponsel touch-nya dan berusaha mengingatnya, agar tidak salah orang.
“Baiklah, Romeo... saatnya bertugas.” Sebuah
senyum tipis menghiasi wajahnya dan dengan sekelebat mata, namja itu menghilang.
Pufh.
.
.
~o*0*o~
Dug..dug.. dug..dug..
“Ya, ada apa denganku...” Dia merasakan
sesuatu yang bergemuruh di hatinya.
Entah mulai kapan itu terjadi, sejak ia
melihat sosok yeoja yang berpenampilan aneh itu, jantungnya selalu berdebar.
Saat itu, saat dia melihat sesuatu yang
berbeda dari yeoja aneh itu.
“Omo... demi apa dia berubah secantik
itu...” Namja itu melihatnya tanpa berkedip sedetikpun.
Eun Soo, ya, yeoja aneh itu adalah Song Eun
Soo. Dia memang berpenampilan aneh. Rambut diikat menjadi dua. Berbelah tengah.
Kemeja sekolah terkancing semua, hingga bagian teratas. Rok ¾ panjangnya,
kacamata besar. Dia memang berbeda.
Tapi, sejak hari itu, Eun Soo berubah.
“Eh, mianhae...” Eun Soo membungkukan
tubuhnya dan mengambil buku-bukunya yang terjatuh ke lantai karena menabrak
seorang namja.
“Gwaechana...” Namja itu ikut membantu Eun
Soo, merapikan buku-bukunya yang berserakan.
“Kamsahamnida...” Ucap Eun Soo saat namja
itu memberikan buku-buku yang ia rapikan.
“Cheonma...” Namja itu tersenyum manis
padanya.
“Sekali lagi, terima kasih.
Sillyehamnida...”
Eun Soo membungkukan tubuhnya lagi dan pergi.
Baru beberapa langkah menjauhi namja itu, langkahnya
harus terhenti karena panggilan namja itu.
“Ne...” Sahut Eun Soo sambil berbalik.
Namja itu berlari menghampirinya.
“Sini, biar aku bantu. Sepertinya insiden tadi
akan terulang lagi jika kau membawanya sendirian.” Lagi-lagi namja itu
tersenyum manis.
“Eoh, ani. Ani. Tidak usah repot-repot. Aku bisa
membawanya. Tenang saja.” Ucap Eun Soo berusaha menutupi kekacauan hatinya
karena namja itu.
“Tidak apa-apa.” Tanpa menunggu izin terlebih
dulu pada Eun Soo, namja itu langsung mengambil tumpukan buku yang hampir
menutupi wajah Eun Soo.
“Eoh, hati-hati...” Eun Soo berusaha mengimbangi
tumpukan bukunya yang posisinya miring.
“Kalau begini jadi kelihatan, ‘kan...” Namja itu
tersenyum, lagi.
“Tapi...” Eun Soo terlihat ragu dengan bantuan
namja itu, merasa tak enak hati.
“Tidak merepotkan. Tenang saja. Kajja... aku
bawakan sampai ke kelas.” Kepala namja itu mengisyaratkan agar Eun Soo
mengikuti langkahnya.
“Ne.”
~o*0*o~
.
.
“Ya... ada apa lagi ini...?” Lagi-lagi
Romeo mengeluh.
Romeo, ya... namja itu memang selalu
mengeluh. Entah kapan ia akan berhenti untuk tidak mengeluh lagi.
“Ya, dimana dia....” Romeo
celingak-celinguk mencari ‘target ke empatnya’ untuk hari ini.
Keadaan salah satu jalan utama di Jung-gu,
benar-benar sangat kacau. Kendaraan bertebaran dimana-mana. Ini terjadi hanya
karena salah satu kendaraan yang melintas mencoba menghindari seekor kucing
yang hendak menyeberang.
“Kau dimana, nona Shin Myung Song...” Romeo
berjalan mencari-cari sosok Shin Myung Song. “Harusnya kau berada disini...”
Dengan sedikit cemas Romeo mencarinya lagi dan akhirnya, menemukannya.
Yeoja dihadapannya, Shin Myung Song. Akan
meninggal tepat pukul 16.45 sore ini karena penyakit asma yang tiba-tiba saja
kambuh.
“Sial, ini sudah lewat 45 detik...” Romeo
menatap layar ponselnya. “Ini dia...” Lanjutnya. “Baiklah, 3 menit lagi
ambulance akan datang. Aku harus memastikan kalau tidak terjadi keterlambatan
lagi.” Romeo menunggu. Memantau, supaya tak terjadi keterlambatan lagi.
Tepat 3 menit ambulance memang datang dan
membawa tubuh Shin Myung Song yang mulai lemah.
“Sampai bertemu di rumah sakit, Shin Myung
Song...” Ucap Romeo sebelum akhirnya dia menghilang.
.
.
Romeo berjalan menyusuri koridor rumah
sakit yang cukup ramai. ICU, itu adalah tujuannya. Menjemput Shin Myung Song,
nama terakhir dalam jadwal penjemputannya hari ini.
Dia menyaksikan yeoja itu meregang nyawa
tepat di hadapan keluarganya. Tak ada satupun dari mereka yang tak menangis.
Menangis karena menyayangi sosok yeoja itu. Ataupun menangis karena ikut sedih
dengan keadaan yeoja itu.
Pukul 16.45 lewat 50 detik, arwah Shin
Myung Song bangkit. Romeo membungkukan tubuhnya sambil tersenyum.
“Silahkan ikut aku, nona Shin Myung Song.”
Ucapnya dengan penuh tata krama.
Arwah Shin Myung Song mengikuti langkah
Romeo. Tanpa perlu menunggu terlalu lama, sebuah ruang berbentuk tabung muncul
seketika. Pintu pun terbuka.
“Silahkan masuk.” Ucap Romeo dengan sopannya.
Arwah itu berjalan masuk menuju ruang
berbentuk tabung itu dengan ragu. Sepetinya ia masih ingin melihat keluarganya
untuk yang terakhir kalinya sebelum akhirnya, pergi.
Pintu langsung tertutup saat Myung Song
masuk ke dalamnya, dan, hilang. Diikuti oleh hilangnya sang penjemput, Romeo.
.
.
“Kau tahu... aku sangat merindukanmu...”
Matanya terlihat sendu saat menatapi fotonya besama dengan orang yang paling ia
cintai.
“Hey, kau dengar itu tidak...!” Dia mulai
sedikit kesal.
“Aaa... iishh.. percuma...” Gerutunya lagi.
“KAU TAK AKAN PERNAH TAHU KALAU AKU SANGAT
MERINDUKANMU...” Dia mulai kesal sekarang.
“Paboyo...” Suara itu berhasil mengacau
balaukan lamunannya.
“Se..Senior... a..apa yang kau lakukan...”
Ia terbata sambil menyembunyikan foto yang ia pegang tadi dalam saku jaketnya.
“Untuk apa kau mengajak bicara foto itu.
sudah jelas-jelas foto itu tak akan menjawab tiap pertanyaanmu. Dasar pabo...”
Kritik sang Senior.
“Aku.. aku hanya...” Ia nampak ragu untuk
menceritakan kegalauan hatinya.
“Hanya apa...” Sang Senior mulai
menggertak.
“Ya, kau tak perlu menggertakku seperti
itu. Apa urusanmu...? Ini tak ada sangkut pautnya denganmu. Ini masalah
pribadiku. Untuk apa kau ikut campur, hah..” Cerocosnya.
“Terserah kau sajalah. “ Senior itu
menghilang seperti biasanya.
“Selalu saja seperti itu.” Ucapnya sambil
mengerucutkan bibirnya.
“Apa katamu...” Tiba-tiba saja Senior itu
muncul lagi dan mengagetkan Juniornya.
“Ah, ani. Gwaechana.” Dia mulai tampak
sedikit panik.
“Kau tahu, awalnya aku ingin membantumu..
tapi....” Senior itu menghentikan kalimatnya.
“Tapi apa, Senior...” Juniornya mulai
penasaran.
“KAU SUDAH MERUSAK MOOD-KU. KAU TAHU ITU.”
Teriak sang Senior tepat di depan wajahnya.
“Sepertinya aku yang harus pergi.
Sillyehamnida.” Namja itu membungkukkan tubuhnya.
“Rupanya, kau ingin mengikuti kebiasaanku.
Dasar pabo...” Senior itu tersenyum tipis.
.
.
------
“Aku
yakin, kau bisa tegar, chagia...” Namja itu terus saja memperhatikan sosok
pujaan hatinya.
Terduduk di bingkai jendela, seperti
biasanya. Menatapi langit yang gelap, dengan sebuah harapan. Harapan akan
bertemu dengan kekasihnya, suatu hari nanti.
Ia pun melangkah pergi meninggalkan sang
pujaan hati yang masih sibuk dengan dunianya sendiri.
Bruugh...
Namja itu menghentikan langkahnya. Berpikir
sejenak tentang dugaan-dugaan akan suara yang di dengarnya barusan. Memorinya
berputar dengan cepat. Berbalik. Mendapati pujaan hatinya tak terduduk lagi di
jendela itu, ia pun berlari.
“SONG
EUN SOO....”
------
*Semua terjadi begitu cepat, akankah ia
tertolong...?*
~*TO
BE CONTINUE*~
Don't be silent readers ^___^
needed your critics and coment ...
so, don't forget to leave it...
so, don't forget to leave it...
1 comments:
Keren thor
mian baru baca ff nya
Posting Komentar