07 Maret 2014

Super Junior Fanfiction | Love From Another Man




Main Cast            : Jin Yun Ji
                                   Lee Donghae
                                 Cho Kyuhyun
Support Cast      : Shin Hye Sun, other(s)
Genre                    : Romance
Rate                       : PG - 17
Length                  : Oneshot [Maybe Longshot]

Warning : Typo(s) *always like*. Italic + Bold = Flashback.

"Lagi-lagi terlambat." Seorang yeoja mendesah pelan. Entah sudah keberapa kali, yeoja itu menatap arloji yang melingkar dipergelangan tangan kirinya. Menatap dengan cemas akan keadaan disekitarnya. Matanya berkeliling, berharap yang ditunggu dapat dia temukan. Nihil. Pinggiran jalan Gangnam hanya ramai dengan beberapa kendaraan yang lalu lalang dan beberapa pasang insan yang tengah bergandeng tangan.



~Kyuhyun POV end~


"Kapan aku bisa merasakan apa yang mereka rasakan?" Tanya yeoja itu pada dirinya sendiri. Mungkin lebih tepatnya pada hati kecilnya.


Lagi. Yeoja itu melirik arloji di pergelangan tangannya. Tepat 45 menit setelah terakhir kalinya yeoja itu menatap arloji Swiss Army kesayangannya. Dan yang ditunggu belum juga terlihat batang hidungnya.


"Aku bosan." Gerutu yeoja itu lagi sambil mengetukkan ujung sepatunya di tempatnya berpijak. Dan lagi, yeoja itu menghembuskan nafas panjangnya.


"Mungkin sebaiknya aku pulang saja." Dengan langkah gontai, yeoja itu pergi dari tempatnya. Tempat pertama dimana yeoja itu bertemu dengan seorang namja yang kini sudah menjadi tunangannya. Entahlah, hubungan ini apa namanya. Karena salah satu dari mereka hanya 'terpaksa' menerima hubungan pertunangan yang sudah direncanakan kedua orang tua mereka.


"Dia tidak akan pernah berubah. Benar apa yang dikatakannya setahun yang lalu." Ucap yeoja itu lirih.


Sekelebat cerita itu kembali mengusik hatinya. Saat dimana dia mendengar kabar angin kalau mereka akan dijodohkan. Ya, itu cukup membuatnya sesak. Tentu saja sesak, dia sudah memiliki tambatan hati, namja yang sangat dicintainya. Dan dengan sangat terpaksa, dia harus memutuskan hubungannya dengan kekasihnya itu. Susah payah dirinya melupakan kekasihnya itu. Percuma, usahanya hanya sia-sia.


oOo Flashback oOo

"Jangan pernah berpikir kalau aku menerima pertunangan ini karena aku jatuh cinta padamu." Tutur namja itu ketus.


"Tak perlu kau ulangi. Aku sudah sangat mengingatnya." Ucap yeoja itu tak kalah ketus.


"Baguslah!" Namja itu berlalu dari hadapannya.


"Iisshh!!!!" Desis yeoja itu. "Aku juga tidak sudi memiliki tunangan sepertimu!" Yeoja itu juga beranjak dari tempatnya. Dan lebih memilih untuk menyendiri disebuah taman dekat kediaman namja itu.



Ditaman....

“Jika bukan karena appa dan eomma, aku juga tidak akan mau dan tidak akan pernah mau menerima pertunangan ini!”  Ucap yeoja itu ketus. Kini ia lebih memilih untuk terduduk di hamparan hijau yang ia pijak.


“Oh, god. Kapan semua ini akan berakhir? Aku sungguh sudah tak sanggup melihat wajah egoisnya.” Gerutu yeoja itu sambil merebahkan tubuhnya di rerumputan.

oOo Flashback end oOo


o o O o o


~Yun Ji POV~

Kuedarkan pandanganku, mencoba mengamati baik-baik interior apartmentku. Ya, apartment ini adalah hadiah pertunangan dari ayah dan ibu mertuaku. Kutatap baik-baik tiap detailnya.


“Aku akan sangat merindukannya.” Nanar dimataku tak lagi dapat kucegah.


Aku teringat akan saat-saat bahagia berada ditengah-tengah mereka. Bisa kulihat senyum bahagia dari wajahnya, wajah tunanganku. Belum pernah seumur hidupku melihat senyum yang sesempurna itu.


Aku tahu, diluar sana banyak yang mengaguminya. Tak ayal pula para yeoja itu begitu memujinya. Bahkan menganggapnya seperti seorang dewa. Jika sudah seperti itu, biasanya dia akan pamer senyum andalannya, yang jujur saja membuatku cemburu. Kalian tahu kenapa? Karena dia tak pernah menunjukkan senyumnya itu untukku. Hanya untukku seorang. Tak akan pernah.


Sekarang aku sudah diruang kamar. Aku sedikit membungkukkan tubuhku, mencoba meraih koper dalam lemari yang kuletakkan dibawah sana. Aku mulai membukanya. Satu per satu aku memasukkan pakaianku. Entahlah, ini benr atau tidak. Tapi sungguh, aku sudah tidak sanggup berada didekatnya.


Aku mulai melipat pakaianku yang aku gantungkan dan memasukkannya. Sudah kuputuskan untuk mengemasi semua barang-barang milikku.


Berat? Hatiku terasa begitu berat untuk melangkahkan kakiku keluar dari apartment ini. Tapi aku harus melakukannya, karena ini mungkin yang terbaik.


“Ya, jauh-jauh sana dariku. Ini hanya sandiwara! Kau ingat itu, eoh?”


Kalimat itu masih terngiang jelas ditelingaku.


“Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu. Makanlah sebelum kau berangkat kerja.” Aku tersenyum kecut jika mengingat itu.


“Aku sudah kenyang. Dan satu hal lagi! Kau tidak perlu repot-repot menyiapkan makan pagi, makan siang dan makan malam untukku karena aku tak akan pernah mau menyentuh hasil masakanmu. Arra?!”


Iisshh, bahkan dia benar-benar terdengar sangat jahat. Nappeun namja.


Aku juga masih ingat apa yang terjadi selanjutnya. Dia mengangkat telpon entah dari siapa itu dan dia bilang ‘Ne, aku segera berangkat. Kita akan bertemu dan sarapan bersama, ne.'


Dia tersenyum, tapi bukan untukku. Apa dia memang sengaja melakukannya didepanku. Dengan secara seolah-tidak-sengaja memberitahuku kalau dia sudah mempunyai seorang yeoja. Ish, picik sekali dirinya. Padahal dia yang menyuruhku untuk memutuskan hubunganku dengan namjachinguku tapi dia, kenapa dia tak menepati janjinya itu. Benar-benar licik, bukan?


Ah, sudahlah. Ini tak akan pernah ada habisnya. Dan kurasa, setelah kejadian hari ini, setidaknya aku tak akan lagi membebani pikirannya. Aku yakin, setelah kepergianku ini, dia akan hidup jauh lebih bahagia tanpa diriku disisinya.


“Selamat tinggal, Cho Kyuhyun.”

~Yun Ji POV end~


o o O o o


Seperti biasa, namja itu datang menghampiri kekasihnya yang dengan setianya menunggu kedatangannya.


“Chagiya....” Panggil namja itu.  Seulas senyum terulas dari keduanya. Namja itu menghampiri yeojanya dengan sedikit berlari.


“Bappa? Huh, bukankah sudah kubilang bertemunya nanti saja. Kenapa kau sangat keras kepala sekali?” Rajuk yeoja itu setelah namja itu terduduk.


“Ah, tidak bisa begitu. Bogoshipoyo. Jeongmal bogoshipoyo.” Ucap namja itu sambil menangkup wajah yeojanya dengan kedua telapak tangan besar miliknya.


“Jinjjayo?” Yeoja itu menatapnya lekat-lekat, mencari kebenaran akan pengakuan namjanya.


“Apa aku terlihat sedang berbohong, eoh?” Ucapnya tanpa ragu.


“Geurae. Mengajakku bertemu bukan hanya karena merindukanku saja, ‘kan? Cepat katakan!” Ucap yeoja itu yang dengan sikap seolah siap untuk mendengarkan cerita dari sang kekasih.


“Ya, sepertinya kau benar-benar memahamiku, eoh?” Ucap namja itu sambil terkekeh.


“Sudah, cepat katakan, Kyu. Bukankah kau sibuk hari ini?” Ujar yeoja yang memiliki nama Shin Hye Sun.


“Ya, ya. Akan kukatakan. Kau tidak sabaran sekali, eoh!” .


Kemudian Kyuhyun langsung mengatakan masalah yang tengah mengganggu pikirannya. Hye Sun mendengarkan dengan baik. Terkadang dia memberikan beberapa masukan untuk namjanya, tak ayal pula dia hanya mengangguk ataupun menggelengkan kepalanya.


Ya, Shin Hye Sun adalah kekasih Kyuhyun. Mereka sudah menjalin hubungan selama 3 tahun. Dan selama 6 bulan terakhir ini, dia semakin dekat dengan Hye Sun. Kyuhyun juga sudah menceritakan tentang pertunangannya dengan yeoja bernama Jin Yun Ji.


Hye Sun tak bisa berbuat apa-apa karena itu semua adalah rencana kedua orang tua Kyuhyun. Dan Kyuhyun juga tidak berbuat apa-apa ketika Hye Sun terluka mendengar kabar pertunangannya itu.


“Sudah pukul 3 sore. Kembalilah ke kantor sana. Kau ada meeting dengan klien baru hari ini, ‘kan?”


“Tapi aku masih merindukanmu, Sunnie.” Rajuk Kyuhyun.


“Dasar namja manja. Kembalilah sana. Atau aku tak mau bertemu lagi denganmu, SELAMANYA.” Ucap Hye Sun dengan menekankan kata diakhir kalimatnya.


“Ya, bagaimana bisa begitu.” Ucap Kyuhyun kesal.


Hye Sun hanya melipat kedua tangannya. Kalau sudah seperti itu, Kyuhyun akan langsung mematuhi ucapan Hye Sun.



Di apartment, pukul 19.45....

~Kyuhyun POV~

Aku hendak memasuki apartmentku, hingga sesuatu mengusik pikiranku.


“Kenapa tidak ada cahaya dari dalam? Kemana yeoja itu? Apa dia sudah tidur?”


Aku menatap arlojiku. Ini baru pukul 8 kurang dan dia sudah tertidur? Iisshh, calon istri macam apa dia.


Aku memutar knop pintu, dan benar saja, tak ada cahaya, hanya cahaya dari dapurku. Selebihnya gelap.


Aku berjalan menuju sofa. Membaringkan tubuhku diatasnya. Memejamkan mata sebentar mungkin bisa sedikit membantu menghilangkan rasa lelahku. Aku pun terpejam. Entah sudah berapa lama aku terpejam, dan sampai saat ini aku tak merasakan sebuah kehidupan dari kamar Yun Ji.


Aku pun melangkah. Entah kenapa langkah kakiku malah membawa tubuhku mendekati kamar Yun Ji. Dengan sedikit ragu aku memutar kop pintu kamr Yun Ji. Dan entah apa yang salah dengan diriku, aku merasakan jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya.


“Tidak biasanya aku seperti ini.” Aku menyentuh bagian dadaku. Berharap akan kembali normal. Aku menolehkan kepalaku dari balik pintu. Posisi seperti ini sedikit menyulitkanku. Tapi biarlah, aku tak mau mengganggu istirahatnya. Aku memang tak bisa melihatnya dengan jelas, karena kamar Yun Ji sangat gelap. Mungkin dia memang benar-benar sudah tertidur. Aku kembali menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju kamarku.


Hanya perasaanku saja atau memang benar terjadi, aku seperti merasa ada yang kurang. Kucoba berpikir. Nihil. Aku tak tahu bagian mana atau bagian apa yang kurang.


 “Sepertinya otakku juga sudah sangat lelah.”


Aku berjalan menuju kamar mandi. Mungkin setelah membersihkan tubuhku aku bisa sedikit merasakan segar. Dan kuputuskan untuk sekedar membasuh tubuhku dan setelahnya aku pergi tidur. Hari ini sungguh melelahkan untukku.

~Kyuhyun POV end~

o o O o o


Seorang yeoja tengah mengerjapkan kedua matanya berkali-kali, mencoba membiasakan matanya dengan cahaya mentari hangat pagi ini.

"Aigoo! Aku terlambat bangun. Sarapannya...." Pekik yeoja yang memiliki nama lengkap Jin Yun Ji atau biasa disapa Yun Ji.

Dengan sesegera mungkin ia membasuh mukannya dan sedikit berlari, ingin ke arah dapur. Tepat saat diambang pintu kamar....

"Chamkanman...." Yun Ji menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal. Sedetik kemudian ia tersenyum kecut. "Ah, iya! Aku sudah tidak berada di apartment itu lagi." Dengan santai, Yun Ji melangkahkan kakinya yang sempat tertunda.

Kini ia kembali ke dalam kamar dengan segelas susu dan beberapa potong sandwich. Membuka pintu geser kamarnya yang didominasi kaca dan menghirup udara segar sebanyak yang ia mampu.

"Jadi seperti ini rasanya bebas? Ah, aku bahkan sudah lupa bagaimana rasanya kebebasan." Ucap Yun Ji sambil tersenyum kecut. Diliriknya cincin emas putih bermata berlian putih yang melingkar manis tepat dijari manis kirinya. Dan lagi, yeoja itu hanya tersenyum kecut.


Dilain tempat...

"Yun Ji-ssi apa sarapanku sudah siap?" Teriak seorang namja dari dalam kamarnya.

Hening.

Kesal karena sosok yang dipanggilnya sejak tadi tidak menyahut, namja itu pun memutuskan keluar dari kamarnya. Dengan menjinjing tas  dan jas kerjanya, ia berjalan menuju ruang makan yang letaknya berdampingan dengan dapur.

Kosong.

Namja itu melangkahkan kakinya lagi, kembali ke lantai dua, kamar Yun Ji.

Kosong.

Namja itu tersenyum tipis. "Jadi ini yang membuat tidurku tidak nyenyak semalam." Namja itu melanjutkan langkahnya memasuki kamar Yun Ji.

Kamar yang didominasi warna biru pastel, warna favorit Yun Ji, kosong. Tak ada tanda kehidupan disana. Namja itu, Cho Kyuhyun, duduk dipinggiran ranjang Yun Ji yang lagi-lagi berbau warna biru pastel. Kyuhyun menatap kosong ranjang Yun Ji. Raut wajah itu sedikit menampakan kekecewaan. Tangan Kyuhyun bergerak mulus diatas ranjang Yun Ji.

Cukup lama ia disana, hingga sebuah dering ponsel mengganggu lamunannya. Ia berdecak kesal dengan orang yang mengganggu lamunannya itu. Tak lama ia mengangkatnya.

"Chagi?"

"Ne, kau pikir siapa? Menunggu telpon dari orang lain, eoh?"

"Ah, ani." Kilah Kyuhyun. "Wae geure? Tidak biasanya yeojachinguku menelponku sepagi ini." Goda Kyuhyun.

"Aku sudah di lobby apartmentmu. Sampai kapan kau akan membuatku menunggu, Kyu?"

"Aish, jinjja?" Dengan terburu-buru Kyuhyun keluar dari kamar Yun Ji dan segera melesat keluar.

"Arachi. Aku sedang turun. Tunggu aku sebentar lagi, ne." Ucapnya tegas.

"Ne, aku akan menunggumu, Kyu. Aku juga sudah menyiapkan sarapan spesial untuk namjaku yang paling tampan." Ujar yeoja yang tak lain dan tak bukan adalah Shin Hye Sun.

"Ya, aku jadi tidak sabar ingin melihat senyummu, chagiya." Ujar Kyuhyun sambil melangkahkan kakinya keluar dari lift.

Dari kejauhan, Kyuhyun mendapati sosok yang diajaknya bicara. Sebuah senyum manis menghiasi wajah yeojanya dan itu semakin membuatnya terlihat sangat manis dimata Kyuhyun.

"Menunggu seseorang, nona Shin?" Bisik Kyuhun tepat ditelinga Hye Sun.

Tentu saja itu membuat Hye Sun terlonjak kaget, seseorang berdiri tepat dibelakang tubuhnya. Sangat dekat, hingga bahu mereka bersentuhan. Sontak, Hye Sun memukul pelan dada bidang milik Kyuhyun.

"Ya! Kenapa mengagetkanku! Kau ingin membuatku pingsan, eoh?" Rutuk Hye Sun. Kyuhyun hanya terkekeh geli saat melihat pout milik Hye Sun.


~Kyuhyun POV~
Kini aku tengah memperhatikan detail wajah yeojaku.

Lihatlah! Dia sangat cantik dan sangat manis bukan? Dan semakin terlihat manis saat yeoja-ku ini menunjukkan pout andalannya.

"Kau terlihat semakin manis." Godaku. Tak lupa juga kusunggingkan senyuman andalanku, yeoja manapun pasti akan meleleh hatinya jika sudah melihat senyumku ini. Hehehe....

Lihatlah! Wajahnya memerah sekarang. Benarkan apa kataku barusan? Hehehe....

Tak lama, Hye Sun bergelayut manja pada lenganku. Aku hanya tersenyum. Aku mengerti dengan maksudnya. Kamipun melangkah, meninggalkan lobby apartmentku.



"Kyu..." Aku tidak menoleh tapi bisa kurasakan sedikit kekhawatiran dari suaranya.

"Tenanglah, kita akan sampai dengan selamat. Hehehe...." Ucapku santai. Hye Sun hanya diam. Tak sampai 10 menit kemudian.....


"Paboya! Kau ingin membunuhku, eoh? Bahkan aku belum menikah! Dasar namja pabo!" Rutuknya. Kuakui ini memang kesalahanku. Melajukan mobilku dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Tapi aku kan hanya ingin cepat sampai dan menikmati bekal buatan yeojaku. Apa itu salah? Ya, aku tahu itu salah. Sudahlah tak perlu diperdebatkan.


Kini aku sudah berada di sebuah taman, tak jauh dari kantor Hye Sun. Kami menghabiskan waktu sarapan bersama disini. Saat aku rasa aku akan terlambat, aku segera mengecup keningnya dan pergi ke kantor.


o o O o o


 “Selamat pagi, Tuan Cho.” Sapa sekretaris pribadiku begitu aku sampai didepan ruanganku. Karyawan lain yang kebetulan berpapasan denganku juga mengucapkan salam padaku seperti biasanya.


“Ne, selamat pagi, sekretaris Song.” Sahutku, tentunya sambil tersenyum. “Apa saja jadwalku pagi ini?” Tanyaku sambil mengambil ancang-ancang duduk dikursi kerjaku. Sekretaris Song membacakan schedule­ yang harus kujalani hari ini. Dia duduk tepat dihadapanku.


“Arrasoyo. Kalau begitu, tolong siapkan ruang meeting sekarang. Seingatku kemarin kita memiliki janji dengan klien baru asal London itu, ‘kan?” Tanyaku memastikan.


“Ne. Tepat jam 10 nanti kita ada meeting dengan kontraktor asal London itu, Tuan Cho. Baiklah, saya akan segera menyiapkan semuanya. Permisi.” Tak lama sekretaris Song keluar dari ruanganku.


“Sepertinya akan menjadi hari yang panjang lagi...” Gumamku, sambil mengecek beberapa berkas yang ada di mejaku.



Yun Ji kembali pada aktifitas sebelumnya. Hari ini dia kembali sibuk dengan kuliahnya. Seperti biasanya, yeoja itu pergi dengan naik bus. Tujuannya sekarang adalah Seoul National University. Kembali berkutat dengan beberapa lembar kertas, buku-buku yang lumayan tebal dan pengajar yang sedikit membosankan.


4 jam sudah Yun Ji lewati dengan dosen yang terkenal paling killer se-antero SNU. 4 jam serasa seperti beratus-ratus tahun jika bersama dosen itu. Sekelilingnya berubah menjadi lautan api. Dan kau hanya bisa terbebas jika kau bisa melewati sebuah jembatan yang terbuat dari seutas tali yang tak terlalu kokoh. Kurang lebih seperti itulah suasana yang Yun Ji rasakan saat English Class.


“Aku ingin cepat-cepat pulang!!!” Gerutu Yun Ji begitu kelaur dari kelas mengerikan itu.


“Ya! Yun Ji-ya!!!” Seseorang memanggilnya. Yun Ji menoleh kesumber suara itu.


“Eun Ri-ya...” Yun Ji melambai-lambaikan tangannya ke arah sahabatnya itu.


“Ya, naega neomu bogoshipoyo....” Eun Ri berhamburan memeluk Yun Ji begitu tiba dihadapannya.


“Nado, Eun Ri-ya. Nado...” Sahut Yun Ji sambil balas memeluk sahabatnya itu.


“Biar kutebak! Kau mulai merasa bosan dengan kelas bahasa asing itu, eoh?”


Yun Ji terkekeh. “Ne, kau benar Eun Ri-ya...”


“Kajja. Aku ingin mengenalkanmu pada teman baruku.” Yun Ji menautkan alisnya. “Selama enam bulan aku kehilanganmu. Aku sangat kesepian Yun Ji-ya....” Rajuk Eun Ri.


“Aish, jinjja?” Sahut Yun Ji sambil terkekeh. Eun Ri hanya mengangguk-angguk ria. “Dia baik, tampan dan lucu. Kita harus berteman dengannya, Yun Ji-ya.” Rajuk Eun Ri sambil menunjukkan aegyo-nya.


“Ne.. ne.. arra.” Sahut Yun Ji pasrah. Dan berjalan mengikuti langkah Eun Ri yang sudah berjalan lebih dulu meninggalkannya.


o o O o o


 “Annyeong, Donghae oppa....”


“Ne?” Donghae mengalihkan pandangannya. “Ah, kau rupanya Eun Ri-ya....” Donghae tersenyum. “Wae geure?” Tanya Donghae santai.


“Ah, aniya, Donghae oppa. Hhm... aku hanya ingin....” Ucapan Eun Ri menggantung. Eun Ri menarik tangan seseorang. “Ini. Kenalkan, sahabatku yang sering kuceritakan padamu, oppa. Yun Ji, Jin Yun Ji.” Jelas Eun Ri.


Donghae sedikit memutar tubuhnya yang tengah dalam posisi duduk. Ia pun segera berdiri dan menghadap ke arah mereka – Eun Ri dan Yun Ji – .


“Annyeong. Lee Donghae imnida.” Ucap Donghae sambil menjulurkan tangannya.


“Nado annyeong. Jin Yun Ji imnida.” Yun Ji meraih tangan Donghae dan menjabatnya.


“Yepeudda?” Selidik Eun Ri.


Donghae hanya tersenyum tipis. “As your wish, Eun Ri-ya...”


o o O o o


~Yun Ji POV~

Kurang lebih sepuluh bulan aku kenal Donghae oppa. Benar kata Eun Ri, sahabatku. Namja itu baik dan lembut. Aku benar-benar merasakan kehadiran seorang kakak, seperti yang aku inginkan selama ini.


Aku sebenarnya anak kedua, aku memiliki oppa. Namun sayang, oppaku telah tiada sejak aku masih kecil, kira-kira belum genap satu tahun. Sejak saat itu, maka jadilah aku anak tunggal. Anak tunggal tidak selamanya menyenangkan. Saat appa dan eomma sibuk dengan pekerjaannya, aku hanya ditemani Yoon ahjuma, orang yang mengurusiku sejak aku bayi.


Tapi aku tak yakin sekarang, perasaan nyaman yang kurasakan saat ini memang karena aku sangat merindukan sosok seorang oppa sebagai kakakku atau sosok seorang oppa yang aku cintai. Maksudku, sosok namja yang kucintai.


Ah, perasaan ini sangat membingungkanku. Apa aku harus menanyakannya langsung pada Donghae oppa? Maksudku, hanya untuk memperjelas saja. Aku takut salah sangka dengan sikapnya padaku. Aku sudah pernah merasakan bagaimana rasanya cinta yang tak berbalas. Dan aku tak mau merasakan untuk yang kedua kalinya.


Berbicara dengan cinta tak berbalas, bagaimana dengan kabar mantan tunanganku itu ya? Ah iya, kurasa dia masih bersama yeojanya itu, Shin Hye Sun. Mereka memang tampak serasi. Sepertinya aku tak salah jika lebih memilih mengakhiri pertunangan yang tak jelas itu. Aku merasakan kebebasan sekarang.


“Yeoboseyo.” Aku menatap layar ponselku. “Nomor siapa ini?”


“Nuguya?” Sahutku.


“Yun Ji-ya, ini aku Donghae. Bappa?” Ah, ternyata Donghae oppa.


“Aniya. Wae geure oppa?” Tanyaku.


“Hhmmm....” Kurasa dia sedang bingung.


“Apa kau mengganti nomor ponselmu oppa?” Tanyaku berusaha mencairkan suasana.


“Ah, ani. Ini nomor ponsel temanku. Kebetulan baterai ponselku low. Jadi sedang aku charge. Apa kita bisa bertemu nanti sore?”


“Nanti sore? Hhm, chamkan...” Aku sedikit belari ke meja yang berada disudut kamarku. Meraih note dan membuka tiap lembarnya.


“Aniya. Aku tidak ada rencana pergi ataupun janji dengan orang. Jadi kurasa, aku bisa menemuimu oppa.” Ucapku dengan senyum sumringah.


“Baguslah kalau begitu. Baiklah nanti tepat pukul lima, aku akan menjemputmu, ne.” Tawarnya.


“Ah, arachi oppa.” Aku berusaha membendung rasa bahagiaku saat ini. Bagaimanapun juga, seorang yeoja harus bersikap ‘jual mahal’ sedikit, ‘kan?


“Baiklah. Akan kujemput pukul lima. Dandan yang cantik, ne. Annyeong...” Aku menangkap kegembiraan dari suaranya.


“Ne...” Sahutku. Bip. Sambungan pun terputus.


Sepertinya aku harus bersiap-siap dari sekarang.

~Yun Ji POV end~


o o O o o


~Kyuhyun POV~

“Kyuhyun! Apa kau sudah tak menganggapku sebagai eomma-mu lagi, eoh?” Entah kenapa beberapa bulan ini, eomma selalu membentakku.


“Ya, eomma. Kenapa kau berbicara seperti itu?” Aku sangat berusaha untuk meredam amarahku. Sekalipun aku benar-benar sangat kesal, tapi bagaimanapun juga, wanita dihadapanku ini adalah eomma-ku. Yeoja yang sudah melahirkanku, merawat dan menjagaku hingga seperti sekarang.


“Kenapa? Kenapa katamu?” Kulihat eomma tersenyum miris. Aku membanting tubuhku pada sofa, semakin berusaha untuk menenangkan pikiranku.


“Kau memang sudah tak pernah mendengarkanku lagi, Kyu.” Kudengar suara eomma melembut. “Yeoja itu bahkan jauh lebih penting dibanding keluargamu sendiri.” Bahkan aku sangat mendengar jelas eomma menghela nafasnya.


“Eomma... keluargaku jauh lebih penting dari segalanya. Tapi ini sudah keterlaluan. Aku sudah besar eomma. Dan aku bisa menentukan jalan hidupku sendiri. Dengan siapa aku akan menikah, menghabiskan waktu hingga akhir usiaku, aku sudah bisa menentukannya. Kumohon eomma, jangan campuri kehidupan pribadiku. Bukankah kau yang mengatakannya padaku, setiap orang pasti ingin memiliki privasi?” Tukasku panjang lebar, berharap eomma tahu dengan keinginanku yang tak mau dijodohkan dengan yeoja itu, Jin Yun Ji.


Sepersekian detik eomma bangkit dari duduknya dan melangkah lemah. “Baiklah jika memang itu yang kau inginkan, Kyu. Satu hal yang harus kau tahu, Jin Yun Ji jauh lebih baik dari yeojamu, Shin Hye Sun.” Suara eomma terdengar bergetar. Aku tak berani menatapnya.


“Dan jika kau masih bersikukuh hidup dengan yeoja itu, jangan harap kau bisa menemui eomma lagi, Kyu.”


“Eomma mengancamku, eoh?” Aku menoleh ke arah eomma, berusaha mencari kebenaran dari sorot matanya. Sial, aku tak menemukan ancaman atau kebohongan disana. Eomma tidak sedang bermain-main dengan ucapannya sekarang.


“Dan jika kau ingin menikah dengan yeojamu itu, menikahlah. Tapi kau jangan senang dulu, Kyu. Eomma memang tak melarangmu untuk menikah, tapi satu hal yang harus kau ingat! Appa dan eomma tak merestui dan tak akan pernah merestui pernikahan kalian. Ini bukan ancaman, Kyu.”


Deg!


Belum sampai hitungan detik, hatiku ini mencelos. Rasanya sakit, sungguh sangat sakit. Aku bahkan tak memiliki cukup energi untuk mendekati eomma-ku. Ada apa ini? Rasanya tubuhku seperti tak bertulang.


Tuk... tukk...


Bahkan derap langkah eomma sangat terdengar jelas ditelingaku.


“Ingat, Kyu. Ini bukan ancaman. Jadi, pikirkanlah baik-baik sebelum kau menyesalinya.”


Delapan, sembilan,.... langkah eomma sudah tak terdengar lagi. Hening. Hanya suara detak jam dinding yang kudengar. Entah apa yang harus kulakukan skerang. Aku seperti diambang kehancuran. Apa aku tetap melanjutkan hubunganku dengan Hye Sun dan menikah dengannya walau aku tak akan pernah mendapatkan restu dari orangtuaku? Ataukah aku meninggalkan Hye Sun dan memilih menghabiskan sisa usiaku bersama Yun Ji, yeoja yang sama sekali tidak kucintai?


Oh, tuhan... apa yang harus kulakukan? Hidupku sekarang sangat memuakkan.


Aku berdiri, melangkah menuju ruang penyimpanan anggur.


“Kurasa, ini akan sedikit membantu meringankan beban pikiranku.” Aku kembali menuju ruang tamu tentu dengan membawa sebotol anggur. Kutuang perlahan ke dalam gelas, mencoba menikmati anggurku dengan mencium aromanya terlebih dahulu.


“Ini sungguh nikmat...” Gelasku sudah kosong dan aku menuangkannya lagi dan melakukan hal yang sama, menghirup aroma khas dari anggur kesukaanku lalu menegaknya. Aku melakukannya hingga berulang kali. Entah ini sudah gelas keberapa, aku tak peduli. Semakin banyak anggur yang kuteguk, perasaanku ini merasa semakin membaik.


“Jin Yun Ji, tak seharusnya kau meninggalkanku....” Racauku saat melihat fotonya tepat di pada nakas sebelah sofa yang kududuki.


“Kau tahu.... eomma jadi membenciku karena dirimu.”


“Kau pikir, kau siapa, hah! Berani-beraninya pergi dari apartment-ku!”


Aku menunjuk wajah Yun Ji dengan telunjukku. “Hey, Yun Ji! Kenapa kau hanya diam saja, huh? Jika bukan karenamu, aku tak akan memiliki masalah sebesar ini pada eomma. Kau sengaja ingin melihatku menderita, eoh? Hahaha... otakmu cerdik juga rupanya.”


Aku melangkah gontai menuju kamar tidur. Entahlah, ini kamarku atau kamar yang pernah ditempati Yun Ji. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas. Alkohol sudah mengambil alih semuanya.


“Yun Ji. Jin Yun Ji. Kau benar-benar cerdik. Tapi jangan senang dulu! Kau bisa merebut appa dan eomma dariku tapi aku....” Aku mengerak-gerakkan jari telunjukku kekanan dan kekiri secara berulang.


“aku tidak akan terjebak. Ya, aku tidak akan terjebak kedalam permainan kotormu itu, Yun Ji. Tidak akan terjebak. Tidak akan... Aarrgghh....” Kepalaku tiba-tiba terasa sangat sakit. Aku tak kuat menahannya. Mataku semakin berat. Aku tak kuat untuk membukanya. Pandanganku mengabur, dan semakin mengabur. Tapi telingaku berhasil menangkap sesuatu.


“Kyu, gwaechanayo?” Aku sempat melihat wajahnya. Wajah Yun Ji. Dia terlihat begitu khawatir.


Tanganku berusaha meraih wajahnya. Saat tanganku hampir meraihnya, tiba-tiba pandanganku menjadi gelap.

~Kyuhyun POV end~


o o O o o


~Donghae POV~

Syukurlah kencanku kemarin berjalan dengan lancar. Dan mulai hari ini, aku tak akan segan-segan lagi untuk dekat dengan Yun Ji. Kurasa ini adalah waktu yang tepat untuk mendekatinya, karena dari yang kurasa akhir-akhir ini, Yun Ji terlihat seperti sudah mulai  membuka hatinya untuk namja lain.


Ya, Cho Kyuhyun. Namja tak tahu diri itu sudah membuangnya. Tega sekali dia, yeoja semanis dan sebaik Yun Ji dia buang begitu saja dari kehidupannya. Hey, bahkan dia sama sekali tak pernah mencoba untuk lebih dekat dengan Yun Ji.


Ah, kenapa aku harus protes. Harusnya aku berterima kasih padanya. Karena dia sudah mengabaikan Yun Ji, aku jadi mendapatkan sebuah kesempatan untuk mengenal lebih jauh sosok Yun Ji.


“Oppa....” Suara itu sukses mengenyahkan lamunanku. Aku menoleh ke sumber suara yang menggangguku.


“Kau kenapa? Kenapa senyum-senyum sendiri seperti itu? Kau baik-bak saja, ‘kan?”


Aku diam. Kurasakan kulit halusnya menyentuh bagian keningku. Hangat. Sungguh ini sangat hangat.


Aku kembali kedunia khayalku, hingga suara itu mengembalikan jiwaku ke dunia nyata.


“Ya, oppa. Gwaechanayo?” kedua tangannya terkibas tepat didepan wajahku. Aku hanya tersenyum kikuk.


“Nde?” Hanya itu yang bisa kuucapkan.


Dia tersenyum. Senyum yang selalu sukses membuatku melayang dari tempatku berpijak. Senyum yang selalu membuatku kehabisan oksigen dirongga paru-paruku. Dan senyum yang sukses membuatku merasakan slow motion disekelilingku.


Cantik, dia sungguh sangat cantik dimataku. Kemarin, hari ini, besok, lusa, atau kapanpun itu, aku yakin dia akan tetap terlihat sangat cantik. “Saranghae....” Gumamku.


“Nde?” Kedua mata coklat hazel itu menatapku lekat. Sukses membuatku tercekat.


“Aigoo... apa yang kukatakan. Ah, paboyo....” Aku hanya bisa merutuki diriku sendiri. Aku benar-benar terlihat bodoh sekarang. Tidak seharusnya aku mengucapkan kata-kata itu sekarang. “Ayolah, Lee Donghae.... apa yang kau bayangkan saat ini? Lihat sekelilingmu! Ini bukan tempat yang cocok untuk menyatakan cinta, bukan?”


Well, sekarang aku bukan berada disebuah taman atau tempat apalah itu, setidaknya tempat yang cukup lumayan pantas untuk menyatakan cinta. Bodoh. Aku memang bodoh. Kenapa aku menggumamkan kata-kata itu saat aku berada di tempat kumuh seperti ini.


“Ya, Lee Donghae... yang benar saja!!!!!” Aku sibuk merutuki diriku hingga suara itu mengembalikan akal sehatku dan menyadarkan diriku kalau dia masih berada disisku, sekarang.

~Donghae POV end~



“Saranghae....” Yun Ji berbalik menatap namja disebelahnya. Menatapnya lekat, mencari kebenaran dari apa yang ia dengarkan barusan.


“Nde?” Ucap Yun Ji, karena suara Donghae tidak terlalu jelas, mungkin lebih tepatnya hanya ingin memastikan kalau pendengarannya sedang tidak terganggu.


Namja itu itu terdiam cukup lama. Yun Ji mengernyitkan dahinya. Hanya ekspresi kebingungan yang ia dapat dari wajah tampan seorang Lee Donghae.


Seolah mengerti dengan apa yang tengah dirasakan namja itu, Yun Ji tersenyum. Tangannya yang bebas berhasil meraih tangan Donghae yang ukurannya 2 kali lipat lebih besar dari tangannya dan menggenggamnya erat.


“Oppa, aku lapar. Temani aku makan, ne?” ucap Yun Ji yang lagi-lagi menunjukkan  sederetan giginya yang putih dan tertata sangat rapi.


“Nde?” Terdengar ekspresi keterkejutan dari suara Donghae. Namun hanya dalam hitungan sepersekian detik, yeoja itu behasil membuat Donghae kembali terdiam.


“Nado saranghaeyo, oppa. Kajja , aku lapar.” Bisik Yun Ji lembut tepat di telinga Donghae.


Dan lagi, kedua bola mata itu kembali membulat. Dia benar-benar merasa sudah tak berpijak lagi pada bumi. Suara lembut itu lagi-lagi membuatnya terbang melayang.


Yun Ji terkekeh.


“Wae geure?” Tanya Donghae polos. Yun Ji malah semakin menjadi. Donghae menunjukkan pout andalannya.


“Mengerjaiku, eoh?” Ucap Donghae sambil berkaca pinggang dan melemparkan tatapan horor.


Yun Ji terkekeh sambil bergidik ngeri mendapati tatapan horor Donghae. “Ania.” Yun Ji mengeleng-gelengkan kepalanya. “Ya, oppa... aku lapar. Sangat lapar.” Rajuk Yun Ji sambil mengelus-elus perutnya sendiri.


“Bisa kau ulangi lagi?” Ucap Donghae penuh semangat.


“Aku lapar. Sangat lapar.” Tukas Yun Ji dengan nada suara cukup keras.


“Ya, bukan kalimat itu yang kumaksud Ji-ya...” Ucap Donghae memelas.


“Lalu?” Tanya Yun Ji sok polos.


“Jika masih berpura-pura tidak mengerti, aku akan menciummu.” Ucap Donghae sambil mendekatkan wajahnya pada wajah Yun Ji.


“Mwoya?” Rutuk Yun Ji. Donghae terkekeh melihat sikap kikuk Yun Ji.


“Baiklah. Akan kuulangi. Tapi setelah itu aku tidak akan mengulanginya lagi. Jika kau tidak mendengarkanku, jangan pernah memintaku unutk mengulangi ucapanku, ne.” Jelas Yun Ji. Donghae mengangguk pelan dan bersiap mendengarkan kalimat Yun Ji selanjutnya.


“Nado saranghae, Haeppa....” Ucap Yun Ji sambil membentuk rongga dari kedua tangannya yang ia posisikan tepat di hadapan wajahnya.


Puas, Donghae tersenyum puas.


“Arachi. Tadi kau bilang lapar, bukan? Kemarilah.” Ucap Donghae sambil mengibaskan tangannya naik turun.



“Ne, aku sudah lapar, oppa....” Ucap Yun Ji dengan nada suara manja.


Donghae tersenyum semakin lebar, matanya terlihat seperti bulan sabit.


Chuu...


Donghae mengecup lembut bibir Yun Ji. Yun Ji membelalakan matanya. Tapi itu tak berlangsung lama, karena setelahnya Yun Ji membalas tiap kecupan lembut dari Donghae dengan tak kalah lembutnya.


“Nah, sepertinya rasa laparmu sudah hilang. Baguslah...” Ucap Donghae sambil mengelus lembut puncak kepala Yun Ji.


“Mwoya? Aaiissh, jinjja..... Kau pikir laparku akan hilang jika kau hanya menciumku, eoh?” Ucap Yun Ji kesal.


“Sepertinya begitu... Ya, sangat hemat bukan. Jika kau lapar, kau hanya tinggal memintaku untuk menciummu. Dengan  begitu berarti kau bisa menghemat uang sekitar 60%. Wah, bagus sekali.” Ucap Donghae dengan mata berbinar-binar.


“Itu bukan menghemat. Tapi menyiksa. Kau ingin kubunuh secara perlahan dan merasakan kenikmatannya atau aku tembak mati saja supaya tidak terasa menyakitkan.” Ucap Yun Ji dengan tatapan horor.


Donghae menggeleng lemah, tak memilih keduanya.


“Kalau begitu, kau harus menuruti semua apa yang aku pinta. Tidak boleh terlewatkan sedikitpun. Jika terlewat satu saja permintaanku....” Lagi-lagi Yun Ji menatap Donghae dengan penuh horor. Nada bicaranya semakin meninggi di akhir kalimatnya yang menggantung. Donghae hanya bisa menelan ludah melihat tatapan horor Yun Ji.


“Kau tidak akan bisa bernafas dan berpijak di bumi ini lagi, Haeppa...”Yun Ji tertawa. Tawa yang melebihi evil laugh.


Chuu...


Yun Ji sontak menghentikan tawanya. Matanya beralih kembali menatap Donghae. Tahu akan gerak gerik Yun Ji, Donghae sudah lebih dulu mengambil langkah seribu menjauhi Yun Ji.


“Hey, ikan! Berhenti. Atau kau akan kupanggang hidup-hidup dan menjadikanmu santapan singa di kebun binatang!’ Teriak Yun Ji sambil berlari mengejar Donghae. Donghae sama sekali tak menoleh. Ia malah semakin bersemangat berlari menjauhi Yun Ji.


“Hey, ikan! Berhenti kataku!” Teriak Yun Ji lagi.


“Jika kau berhasil menangkapku. Aku akan memberikanmu hadiah extra, Ji-ya. Hahahaha....”


“Ya, kenapa si ikan itu jadi menyebalkan seperti ini, eoh?” Rutuk Yun Ji.


“Kau mau tahu apa hadiah extra itu? Baiklah, kau tak perlu memaksaku untuk memberitahukannya.” Ucap Donghae lagi.


“Siapa yang tertarik dengan umpan hadiah extramu itu, eoh? Aku hanya ingin menangkapmu dan memukuli kepalamu, supaya otakmu itu kembali berfungsi secara normal.” Yun Ji mendengus kesal. “Sudah jangan banyak bicara kau!” Yun Ji semakin mempercepat laju larinya.


“Arra, arra. Kau sudah tak sabar, eoh? Iissh...” Donghae memamerkan senyum menggoda andalannya.


Datar. Tak ada ekspresi berarti dari wajah Yun Ji selain ekspresi ingin membunuh seseorang.


“Aku akan selalu memberikan kecupan di bibirmu setiap hari, setiap jam, setiap menit dan setiap detiknya. Dan kau tak akan pernah bisa menolaknya. Karena kau sudah menjadi millikku. Camkan itu baik-baik. SEKARANG KAU ITU MILIKKU, JIN YUN JI!!! “ Seru Donghae masih sambil berlari.


“ANIAAAA!!!!!!!!!” Yun Ji menghentikan laju larinya. “Aigoo... mimpi apa aku semalam sampai mau menerima ikan yadong ini.” Rutuk Yun Ji.


Donghae menghentikan larinya dan sedikit menunjukkan tampang kesalnya. “Kau menyebutku apa?”



o 0 o  T H E  E N D  o 0 o

0 comments:

Posting Komentar